Nanang masih terbaring di kamar tidurnya. Matanya menerawang ke langit-langit kamar kosnya. Kamar berukuran 5 meter kali 6 meter yang disewa per tahun. Hampir satu setengah tahun dia mondok disitu. Kos-kosan yang terletak di kawasan Bandungrejosari, Kota Malang.
Masih terbayang jelas apa yang dialami Nanang tadi malam. Bersama empat orang teman kuliahnya, Nanang pergi ke Stadion Kanjuruhan menonton pertandingan Liga 1 yang mempertemukan Arema FC melawan Persebaya. Panitia pelaksana pertandingan lanjutan Liga 1 tersebut hanya memperbolehkan supporter Arema FC membeli tiket dan masuk stadion.
Nanang bukanlah seorang penggila sepakbola. Menonton pertandingan sepakbola terkadang dilakukannya namun bukanlah kategori sering. Kedatangannya ke Stadion Kanjuruhan justru karena ajakan Bowo dan Evan yang kebetulan fans Arema FC. Mumpung besok libur, barangkali itulah alasan pembenaran yang membuat Nanang mengiyakan ajakan temannya.
Duduk di tribun stadion juga bukan pengalaman pertama dialami Nanang. Beberapa tahun lalu ketika masih SMA di Palembang, Nanang pernah menonton laga PSMS Medan melawan Persita dalam pertandingan Grup B babak delapan besar Liga 2 2019.
Pertandingan malam itu berlangsung sengit. Keriuhan penonton membakar semangat pemain-pemain Arema FC untuk terus melancarkan serangan ke daerah pertahanan Persebaya.Â
Menjelang akhir babak II Persebaya masih unggul 3 - 2. Sepertinya pertandingan malam itu akan dimenangkan tim asuhan Aji Santoso. Benar saja, hingga akhirnya wasit Agus Fauzan meniup pluit panjang, skor tidak berubah yang artinya Arema FC untuk pertama kalinya sejak 23 tahun terakhir kalah di kandang sendiri.
Nanang dan teman-temannya berdiri dan mulai beranjak ketika melihat ratusan penonton lainnya mulai memasuki lapangan. Semakin lama semakin banyak. Beberapa petugas dari Polri terlihat berteriak dan menyuruh untuk keluar lapangan. Penonton yang berjumlah ribuan tidak mampu dibendung oleh petugas Polri dan TNI yang bertugas.
Entah sejak kapan ditembakkan, beberapa benda menyerupai silinder mengeluarkan asap terlihat Nanang melayang ke arah tribun. Gas air mata, Nanang berteriak. Seketika suasana semakin kacau.Â
Barisan penonton yang sedang berjejer menuju gerbang keluar sekejap berhamburan kesana kemari. Teriakan penonton membahana. Bak perang sungguhan. Asap gas air mata mulai memenuhi stadion.Â
Nanang dan teman-temannya ikutan panik. Berlari menuju gerbang keluar. Tidak mengenal lagi siapa injak siapa. Efek gas mulai terasa. Perih. Mulai sulit bernafas, sesak. Nanang terus berusaha sadar dan waras. Mencari selamat dan keluar dari stadion secepatnya.