Mohon tunggu...
Dennis Gavriel
Dennis Gavriel Mohon Tunggu... Pelajar

Seseorang yang sedang mencoba mengamati kejadian di sekitar

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

MBG, Memberi Keuntungan atau Memberi Keresahan?

27 September 2025   13:25 Diperbarui: 27 September 2025   13:25 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SUmber: kompas.com
SUmber: kompas.com

Lantas apa yang menjadi program MBG tersandung kasus keracunan? Mari sejenak kita bersama melihat kondisi yang terjadi di lapangan. Masalah ini dipicu oleh beberapa masalah pendukung seperti masalah higienitas, proses pengolahan, hingga rantai distribusi. Mari kita lihat satu per satu.

  • Sebagaimana dikutip dari Kantor Staf Kepresidenan, sebagian besar dapur SPPG belum memiliki Sertifikasi Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS). Per 22 September 2025 dari 8.583 dapur MBG, hanya 34 SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) yang tercatat memiliki SLHS, yang merupakan prasyarat keamanan pangan dari Kementerian Kesehatan.
  • Masih dari sumber yang sama, dikatakan minimnya penerapan standar operasional prosedur (SOP) keamanan pangan. Dari 1.379 SPPG yang dipantau, hanya 312 yang benar-benar menerapkan SOP tersebut.
  • Waktu pengolahan dan Penyajian (Time Limit) seperti yang dikutip dari kompas.com, ditemukan adanya dugaan kelalaian di mana makanan dimasak terlalu dini (lebih cepat dari jadwal) dan disantap sudah basi. Hal ini terjadi karena proses distribusi yang lambat, sehingga makanan berada di suhu kritis (5 derajat Celcius sampai 60 derajat celcius) terlalu lama. Dalam rentang suhu ini, bakteri dan mikroba berbahaya dapa tumbuh dengan cepat dan menjadi pemicu makanan basi.
  • Masih dari sumber yang sama yaitu Kompas.com terkait kontaminasi bahan baku. Salah satu contoh kasus di Banggai Kepulauan diduga kuat disebabkan oleh Ikan Tuna Goreng Saus yang tercemar.

Kemudian fakta di lapangan terkait pekerja di dapur juga masih harus diperhatikan.

  • Keterbatasan Kompetensi SDM dalam skala Produksi Massal. Seperti dikutip dari CNBC Meskipun program MBG bertujuan untuk merekrut tenaga kerja lokal, termasuk warga miskin (wajib merekrut 30% dari warga miskin), banyak petugas yang sehari-hari hanya memasak untuk keluarga kecil. Menurut Kepala BGN, petugas dapur membutuhkan waktu adaptasi agar dapat memenuhi standar kematangan, higienitas, dan cita rasa untuk produksi ribuan porsi makanan. Skala produksi yang masif membutuhkan penanganan dan peralatan yang berbeda, di mana kesalahan kecil (misalnya, masakan tidak matang merata atau proses pendinginan yang tidak tepat) dapat menyebabkan pertumbuhan bakteri yang cepat dan memicu keracunan massal.
  • Minimnya keterlibatan tenaga Ahli Gizi dan Pengawasan. Wakil Ketua DPR RI menyoroti bahwa ahli gizi jangan hanya datang di ujung, melainkan harus terlibat dari proses awal pemasakan untuk memastikan makanan aman dan bergizi. Sebaliknya, Dinas Kesehatan di beberapa daerah (misalnya Dinkes Sumsel) mengakui adanya kekurangan tenaga penjamah makanan yang berwenang untuk mengawasi langsung keamanan pangan di SPPG.

Dari fakta-fakta lapangan ini tentu sekali lagi menjadi memprihatinkan jika program MBG berkesan menakutkan di mata masyarakat. Mengingat tujuan awal program MBG seharusnya pemerintah mengentikan dahulu sementara program MBG. Pemerintah seharusnya melakukan evaluasi besar-besaran terkait program ini, evaluasi itu antara lain harus terkait akan empat hal utama.

Pertama soal tenaga pekerja di dapur. Tujuan pemerintah untuk memperkerjakan tenaga kerja lokal, termasuk warga miskin sudah baik. Namun karena tenaga kerja lokal ini tidak semua memiliki pengalaman memasak dalam porsi yang banyak dan yang tentu dikejar oleh waktu. Maka harus ada pelatihan dasar terkait hal-hal teknis dalam bekerja di dapur MBG. Hal-hal teknis ini tidak hanya menyangkut tentang hal-hal teknis saat memasak atau menyiapkan bahan-bahan masakan, tapi juga terkait penyimpanan bahan-bahan makanan, pengemasan, dan distribusi makanan ke sekolah-sekolah.

Kedua soal pengawasan di dapur MBG. Setidaknya masing-masing dapur MBG diawasi langsung oleh orang yang ahli dalam pakar gizi dan koki yang berpengalaman bekerja di dapur. Pengawasan ini tentu untuk memantau, dan menjaga terkait bahan-bahan masakan maupun cara memasak dan cara penyajian. Makanan merupakan salah satu unsur yang paling rentang, sebab makanan dimasukkan ke tubuh manusia dan jika ada celah untuk bakteri atau kuman dalam makanan, maka juga akan membahayakan tubuh. Pengawasan juga harus rutin dilakukan oleh dinas kesehatan masing-masing daerah yang juga secara rutin berkomunikasi dengan pemerintah pusat.

Ketiga adalah soal higienitas dan kelayakan dapur MBG. Semua dapur MBG yang ada di seluruh Indonesia seharusnya dilakukan pengecekan dan standarisasi oleh kementerian kesehatan. Jangan sampai dapur sebagai tempat makanan disiapkan tidak higienis. Kalau dapurnya saja tidak memenuhi standar, bagaimana bisa makanannya pula memenuhi standar.

Keempat adalah keracunan yang besar-besaran terjadi ini dipicu karena program MBG berjalan di banyak daerah di seluruh Indonesia sehingga menyulitkan untuk melakukan pengawasan. Alangkah baiknya program MBG difokuskan untuk daerah-daerah yang benar-benar masuk dalam 3T. Program ini juga bukankah lebih baik berjalan di daerah-daerah yang memang menjadi urgensi saja. Lagipula dana untuk MBG yang cukup bahkan sangat tinggi itu, bisa dialokasikan untuk perbaikan kualitas pendidikan yang lebih baik. Maksudnya jangan sampai sekolah yang mendapatkan MBG tapi kualitasnya pendidikan sekolah itu mulai dari bangunan saja sudah memperihatinkan.

Maka dari itu program MBG harus diberhentikan sementara, untuk dilakukan evaluasi menyeluruh terkait empat hal tersebut. Bukan malah evaluasi sambil jalan, jika evaluasi sambil jalan ya kasus keracunan juga akan berjalan menemani evaluasi yang dilakukan sambil jalan. Jangan sampai keracunan makanan akibat MBG menimbulkan korban jiwa, maka dari itu bukankah lebih baik jika MBG berhenti sementara untuk evaluasi menyeluruh dan ketika program ini berjalan kembali, tidak akan menimbulkan korban dan berjalan lebih baik. Jangan sampai program MBG tetap dijalankan ditengah maraknya kasus keracunan hanya untuk kepentingan elite semata, sehingga mengindahkan standar keamanan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun