Mohon tunggu...
Denis Guritno Sri Sasongko
Denis Guritno Sri Sasongko Mohon Tunggu... Guru - Pendidik dan Pembelajar

Belajar menulis populer di Komunitas Guru Menulis dengan beberapa publikasi. Pada 2020, menyelesaikan Magister Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di Universitas Indraprasta PGRI.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menjadi Produktif dengan Pojok Belajar

12 September 2020   08:22 Diperbarui: 12 September 2020   08:16 627
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: https://mmc.tirto.id/image/otf/700x0/2020/06/29/ilustrasi-belajar-online-istock--1_ratio-16x9.jpg

Kisahku waktu pagi menjelang

Matahari belum lagi menampakkan dirinya, saya bergegas bangun dari tidur, merapikannya, dan segera mengambil handuk. "Pukul 05.00." pikir saya. Sejenak rasa enggan bergelayut manja, tetapi apa mau dikata, niat hati memang untuk bekerja di ibukota. Saya pun segera mandi, bersiap-siap, dan memacu kendaraan saya menuju sekolah. 

Sejak bulan Maret 2020 lalu, aktivitas saya tak biasa-biasa saja. Mau tak mau, saya harus sigap menyesuaikan diri. Saya berharap, pembelajaran online menjadi kesempatan yang baik untuk memperluas cakrawala pengetahuan saya tentang teknologi, sekaligus juga menghadirkan pembelajaran yang proporsional. 

Aduh, maaf kalau bahasa saya agak ketinggian. Tapi kisah itu hanya awal cerita. Cerita saya dimulai ketika pagi menjelang. 

Kisah pertama: Tentang Pembelajaran Jarak Jauh

Ketika diumumkan pertama kali bahwa di Indonesia sudah didapati kasus pertama Covid-19, sejenak saya berhenti mengunyah nasi dan lauk yang  saya santap untuk sarapan. Waktu itu, hari masih pagi. Namun, dari siaran televisi, yang pasti adalah pengumuman kebijakan untuk meliburkan siswa. Tak lama berselang, WhatsApp Group perwalian saya pun ramai dengan diskusi tak berkesudahan. Terus terang, bingung saya menjawab satu per satu. Saya tak akan bercerita panjang tentang diskusi itu, tetapi yang  saya ceritakan adalah yang ada di pikiran saya waktu itu,"Pembelajaran online." 

Tak lama setelah pengumuman kebijakan itu, saya pun harus mulai belajar mengenal apa itu PJJ (Pembelajaran Jarak Jauh). Jangan dipikir mudah ya. PJJ membawa perubahan bagi beberapa di antara kami yang tidak akrab dengan teknologi. Saya pun sama. Saya tidak siap. Satu hal yang saya pikirkan adalah bagaimana menghadirkan pembelajaran yang menarik, mengesankan, dan tentu saja lihai menggunakan piranti untuk menyampaikan pesan pada siswa yang saya dampingi. Dan jawabannya jelas, itu tidak mudah. 

Kisah saya bermula dari sini. Setelah mengikuti beberapa pelatihan media pembelajaran dan teknologi pendidikan, saya mulai mencoba menggunakan beberapa aplikasi kuis dan merekam media pembelajaran secara mandiri. Pagi itu, saya bergegas menuju sekolah. Hari masih pagi, tak banyak pula pengendara yang saya temui di jalan. Sesampainya di sekolah, saya pun bersiap untuk merekam materi pembelajaran. Bagaimana caranyalah, yang penting ada wajah saya di situ, dan power pointnya tampil utuh. Singkat cerita, jadilah video pembelajaran, lengkap dengan kuis untuk evaluasi. 

"Anak-anak sekalian, setelah menonton video pembelajaran, silakan secara mandiri mengerjakan kuis yang sudah bapak siapkan ya,"saya berpesan pada anak-anak sembari menutup sesi briefing sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. Namun, apakah dikerjakan sesuai langkah-langkah yang diberikan? Tentu tidak, yang dikerjakan adalah kebalikannya. Dikerjakan dulu kuisnya, dan sambil lalu menyimak materi pembelajarannya. 

Mendapat hasil yang tidak memadai, tentu saya berpikir bagaimana caranya agar saya tahu bahwa media yang sudah saya siapkan itu disimak dan dipelajari dengan baik. Minimal, saya tahu anak-anak menonton media tersebut. Mulanya memang media itu saya unggah saja di Google Classroom. Namun, saya yakin penyampaian melalui media tidak dapat diwakilkan dengan penyampaian langsung. Dan, benar saja. Ketika media tersebut saya posting melalui platform YouTube, bisa saya lihat retensi media pembelajaran yang sudah saya buat itu. Kisah ini pun masih berlanjut. 

Kisah Kedua: Tantangan Pembelajaran Jarak Jauh 

Masa PSBB beralih ke masa transisi. Kisah saya mulai lebih seru lagi. Covid-19 belum lagi usai, geliat perekonomian tak lagi mengenali apa itu new normal. Di jalan ya, normal-normal saja. Sore hari ketika pulang ke rumah, pengendara pun berjejalan di jalan raya. Macet itu sudah biasa. Waktu benar-benar berharga. Kalau memang tidak mau terjebak macet, berangkatlah lebih pagi atau pulanglah lebih larut. 

Perkenalan awal saya dengan Pembelajaran Jarak Jauh yang penuh dengan tantangan perlahan menemukan bentuknya. Kalau di awal pembelajaran jarak jauh digaungkan, aku memilih platform yang paling mudah dan terjangkau dengan Google Classroom. Kini, saya belajar untuk dapat menerapkan beberapa metode pembelajaran; sinkronus online, asinkronus offline, asinkronus online, dan practical life. Keempatnya memungkinkan pembelajaran dihadirkan lebih variatif, menarik, sekaligus menantang saya untuk mengembangkan penyajian materi pembelajaran yang mudah dipahami. 

Apakah berhasil? Tentu saja belum. Pembelajaran jarak jauh mengubah dinamika dan pola belajar anak-anak. Belum lagi, pendidikan nilai dan karakter sudah seharusnya tersampaikan pada anak-anak dan itu pun dibutuhkan cara yang baru. Tantangan yang tidak mudah tentunya. Di satu sisi, batas-batas ruang dan waktu runtuh dengan media online. Di sisi lain, masing-masing pribadi belum tentu tersapa secara pribadi. Tidak bisa mengandaikan tanggungjawab pribadi tanpa pendampingan yang utuh. Tidak bisa pula mengandaikan kebebasan yang bertanggungjawab jika tidak dibimbing. Singkatnya, media membawa kemudahan sekaligus tantangan tersendiri.

Menutup Cerita dengan Pojok Belajar 

Pembelajaran Jarak Jauh membawa sejuta cerita. Pemberitaan di beberapa daerah membawa kisah-kisah pembelajaran jarak jauh yang menarik. Karena keterbatasan koneksi internet, ada guru yang memanfaatkan handytalky untuk berkomunikasi dengan siswanya. Ada pula kisah guru yang rela dari rumah ke rumah karena keterbatasan gawai yang dimiliki siswa. Namun, satu hal yang menarik adalah budaya selalu terhubung dan budaya memberi komentar. Saya berpikir dua hal inilah yang menjadi tantangan yang harus disikapi dengan bijak. 

Media sosial memungkinkan kita selalu terhubung, satu dengan yang lainnya. Yang penting ada sinyal, batas-batas ruang dan waktu tentu runtuh. Zygmunt Bauman pun pernah menegaskan bahwa media sosial ini pula membuat kita merasa dapat mengontrol dengan siapa kita dapat berelasi. Kita dapat menambahkan yang kita suka, kita dapat pula menghapus siapa yang tidak kita sukai. Dengan demikian, kita dapat terjebak dalam suatu komunitas bersenang-senang. Sedianya, media ini dapat kita gunakan untuk pembelajaran membawa. Namun, sikap mawas diri pun tetap diperlukan. 

Kisah saya ingin saya tutup dengan pojok belajar. Suatu sore, saya ikut menyimak IG TALK. Dalam pembicaraan, istilah pojok belajar ini disampaikan oleh pembicara untuk mengatasi stres kala pembelajaran jarak jauh. Pojok belajar adalah satu tempat yang memang dikhususkan untuk belajar. Pojok belajar ini dijauhkan dari hal-hal lain yang mungkin mengganggu selama kegiatan belajar berlangsung. Mengapa taman bukan tempat yang baik untuk belajar, tidak bisa berkonsentrasi, karena taman memang biasa dipakai untuk berolahraga. 

Saya berpikir istilah ini cukup baik. Pojok belajar menjadi salah satu cara untuk menjadi produktif. Pojok belajar memungkinkan kita untuk mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh tanpa diganggu dengan hal-hal lain yang tidak perlu. Membedakan media yang dipakai untuk belajar dan bermain, memungkinkan kita pula untuk belajar bertanggungjawab, memilah-milah kegiatan dengan tepat, menjadi produktif, dan mengelola waktu dengan lebih baik dan bijaksana. Pojok belajar mengondisikan tubuh untuk siap mengikuti kegiatan pembelajaran dan mengasosiasikannya dengan kegiatan yang sedang berlangsung. 

Semoga pandemi ini segera berlalu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun