Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengenang "Tradisi Menghantar Rantangan" Saat Hari Raya

29 September 2020   08:10 Diperbarui: 29 September 2020   08:17 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Udah enggak sempat bikinnya. Nanti aja minta sama Mpok sebelah," ujar ibu.

Makanya saya senang sekali kalau ada manisan buah atep di antara hantaran yang dikirim ke rumah.

Sungguh kenangan masa kecil yang tak akan terlupakan. Tradisi seperti itu terus berlanjut sampai saya besar. Hanya saja mulai berbeda nuansanya 

Jika dulu setiap mengantar rantangan berharap mendapatkan upah jalan. Setelah besar tentu malu jika menerima uang seperti itu lagi. Kalau masih ada yang memberi, biasanya dengan malu-malu saya menerimanya. Walau dalam hati mau. Siapa sih yang tidak senang diberi uang?

Namun ada semangat lain yang tak kalah serunya. Yaitu ngecengin anak si tuan rumah. Apa ya bahasa Indonesianya ngecengin? Pokoknya bisa melihat anak si tuan rumah yang cakep sudah membuat hati senang. Bisa untuk bahan cerita ke teman-teman. Namanya juga ABG. 

Lucunya, ada juga yang bertemu jodoh gara-gara tradisi semacam ini. Biasanya si anak yang suka terlebih dulu. Atau ada orangtuanya yang sreg melihat si anak.

"Lha, itu tadi anaknya bang Jali ya yang nganter rantang barusan? Udah gede boto juga tuh bocah. Boleh juga tuh buat anak kite. Coba tanyain, udah ada yang main belum."

Begitu cerita yang pernah saya dengar dari ibu. Sayangnya seiring perjalanan waktu. Tradisi semacam ini mulai pudar. Berproses secara perlahan mengikuti arus zaman. 

Mulai dari berubahnya bentuk hantaran yang diberikan. Berkurangnya tetangga yang dikirimi hantaran. Sampai hanya tetangga yang dituakan saja yang dikirimi hantaran.

Bentuk pemberiannya pun mulai berubah. Bukan lagi rantangan berisi makanan. Melainkan bingkisan berupa parsel buah atau sekotak kue-kue menarik dari toko bakery.

Alasan yang dikemukakan pun bermacam-macam. Kenapa sudah tidak ada tradisi rantangan seperti itu lagi?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun