Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Jamu Bungkus, (Ternyata) Masih Jadi Primadona di Era Milenial

10 Juli 2019   10:05 Diperbarui: 14 Juli 2019   06:36 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pedagang jamu langganan - Dokpri

Saya dibesarkan oleh orang tua dalam tatanan tradisi Jawa yang cukup kental. Salah satunya tradisi minum jamu. Bagi anak perempuan yang sudah mulai datang bulan minum jamu itu hukumnya wajib. 

"Biar badannya seger. Enggak bau," dalih ibu. 

Awalnya hanya sebatas minum jamu kunyit asem dan beras kencur. Selanjutnya pelan-pelan ditingkatkan. Mulai dari jamu godokan yang pahitnya luar biasa itu sampai jamu bungkus sehat wanita, galian putri dan lancar datang bulan. Bahkan dibisiki tentang jamu sari rapet yang minumnya kalau sudah bersuami.

Jenis jamu bungkus - Dokpri
Jenis jamu bungkus - Dokpri

Sebagai anak hanya bisa iya, iya saja daripada diceramahi sepanjang hari kalau tak mau minum jamu. Akhirnya minum jamu sudah menjadi kebiasaan sehari-hari. Apalagi ibu rajin menggodok jamu sendiri. Jika tak enak badan barulah minum jamu bungkus di tukang jamu pangkalan. 

Setelah ibu tiada kebiasaan tersebut mulai berkurang. Saya sesekali masih suka minum jamu kunyit asem atau beras kencur. Itu pun kalau bertemu dengan si mbak penjual jamunya. Entah dengan adik-adik. Sebab setelah berumah tangga tempat tinggal kami berjauhan. 

Ternyata salah satu adik perempuan saya masih rutin minum jamu bungkus setiap bulan. Apalagi kalau sedang tidak enak badan. Hal ini saya ketahui ketika saya ingin berkunjung ke rumahnya. Ia japri meminta saya lewat jalan X. 

"Lewat sana aja, Mba. Gue titip jamu yang ada di pojokan jalan."

"Jamu apaan? Enggak ngerti ah gue," kata saya.

"Bilang aja jamu titipan si Mba yang biasanya beli. Bilang gue lagi gak enak badan. Tukangnya dah hapal jamu yang gue butuh."

Akhirnya saya pun lewat jalan X untuk membeli jamu. Di sana sudah ada beberapa pembeli. Ada ibu-ibu dan bapak-bapak serta anak muda. Saya menunggu giliran sambil  duduk di bangku kayu dan mendengarkan obrolan mereka yang bikin senyum-senyum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun