Mohon tunggu...
Erni Purwitosari
Erni Purwitosari Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Pesepeda dan pemotor yang gemar berkain serta berkebaya. Senang wisata alam, sejarah dan budaya serta penyuka kuliner yang khas.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Berkatalah yang Baik-baik sebab Setiap Kata adalah Doa

16 Oktober 2018   19:15 Diperbarui: 16 Oktober 2018   19:15 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai umat beragama tentu masing-masing kita meyakini bahwa apa yang menjadi permintaan dalam bentuk ucapan (baca: doa), pasti didengar oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dan yakin pula bahwa doa kita akan dikabulkan. Hanya kapan waktunya cuma Tuhan yang tahu.

Sebagai umat muslim, saya juga memiliki keyakinan kalau doa-doa saya pasti didengar dan akan dikabulkan. Meski, bisa jadi diganti dalam bentuk lain. Atau ditunda. 

Saya juga yakin betul bahwa setiap ucapan adalah doa. Yang akan di-aaminkan oleh para malaikat. 

Dan saya sempat beberapa kali membuktikan kebenaran tersebut. Kejadiannya belum lama. Sekitar dua bulan yang lalu. 

Begini kisahnya. Suatu hari saya harus menghadiri dua acara dalam waktu yang berdekatan. Acara pertama sudah saya sanggupi jauh-jauh hari. Acara kedua karena tidak enak dengan kawan. Ia yang memiliki hajat tetapi dadakan memberitahukannya. Maka begitulah. Saya mesti pintar-pintarlah membagi waktu agar kedua acara tersebut bisa saya hadari.

Acara kedua yang seharusnya bisa saya ikuti dengan santai, akhirnya harus spot jantung. Bagaimana tidak? Acara pertama baru selesai pukul 15.00 WIB. Sedang acara kedua pukul 15.00 WIB mulainya. Sementara jarak tempuh kedua tempat lumayan memakan waktu. Alhasil terlambatlah saya menghadiri acara kedua.

dok.pribadi
dok.pribadi
Tapi tak apa. Sebab acara kedua menurut saya sangat menambah wawasan. Yakni seminar Mengenai Bahasa Ibu,  yang diselenggarakan oleh yayasan Rancage sebagai bagian  dari rangkaian Anugerah Sastra  Rancage. Pembicaranya  pun  tokoh-tokoh  sastra  ternama. Diantaranya Ajip Rosidi dan Seno Gumira Ajidarma. Maka wajib dihadiri. 

Tetapi karena terlambat datang maka saya tidak mendapatkan tempat duduk yang strategis dan dekat dengan para pembicara. Saya pun hanya bisa bergumam, "Tak apalah Ndak bisa bertemu dan bertanya-tanya dengan para pembicara tersebut secara langsung. Semoga saja bisa bertemu dengan Tante Nani Wijaya. Beliau kan istri Ajip Rosidi. Setidaknya bisa ngobrol-ngobrol dan bertanya dengan beliau." Harapan saya. Selain itu saya juga nge-fans sama beliau.

Namanya harapan. Boleh saja toh! Begitu memasuki ruangan dan duduk di kursi yang ditunjuk oleh panitia. Saya langsung fokus mendengarkan pembicaraan para pembicara. Tidak memperhatikan orang lain di kanan kiri saya. Apalagi suasana ruangan cenderung gelap.

Beberapa menit berlalu, tiba-tiba sebuah telepon genggam meluncur di kaki saya. Milik  orang di sebelah yang jatuh ke kolong kursi. Reflek saya ambil dan menyerahkan kepadanya tanpa memperhatikan si pemilik. 

Dari situ sosok disebelah saya mulai menyapa dan berkomentar tentang topik yang dibahas di atas panggung. Kami jadi saling diskusi sambil berbisik. Tiba-tiba saya merasa tak asing dengan suaranya. Begitu saya perhatikan dengan jelas, rupanya sosok disebelah saya adalah Tante Nani Wijaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun