PENDAHULUAN
Candi Muara Takus merupakan salah satu situs peninggalan sejarah yang terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, Indonesia. Candi ini dikenal sebagai salah satu kompleks candi Buddha yang penting dan memiliki nilai sejarah yang tinggi. Diperkirakan, Candi Muara Takus dibangun pada abad ke-8 atau ke-9 Masehi pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, sebuah kerajaan maritim besar yang memiliki pengaruh kuat di wilayah Asia Tenggara, khususnya di Sumatra, Semenanjung Malaya, dan sekitarnya.
Keberadaan Candi Muara Takus mencerminkan pengaruh besar agama Buddha di wilayah Indonesia pada masa lalu. Meskipun kini dalam keadaan yang tidak utuh, situs ini memberikan gambaran tentang peradaban Buddha yang berkembang di Nusantara dan peranannya sebagai pusat peribadatan dan pendidikan. Selain itu, Candi Muara Takus juga merupakan saksi bisu dari dinamika sejarah yang terjadi, mulai dari masa kejayaan Sriwijaya hingga perubahan-perubahan yang terjadi seiring waktu.
Dengan arsitektur yang khas dan peninggalan relief serta prasasti yang ditemukan di sekitarnya, Candi Muara Takus menjadi salah satu situs arkeologi yang penting untuk dipelajari, baik dari sisi sejarah, budaya, maupun agama. Melalui penelitian terhadap candi ini, kita dapat memperoleh wawasan mengenai sejarah peradaban Buddha di Indonesia dan hubungan antarbangsa pada masa itu.
ISI
Candi Muara Takus adalah situs candi tertua di sumatera, merupakan satu-satunya situs peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau. Candi yang bersifat Buddhis ini merupakan bukti bahwa agama buddha pernah berkembang di kawasan ini.
Candi ini dibuat dari batu pasir, batu sungai dan batu bata. Berbeda dengan candi yang ada di jawa, yang dibuat dari batu andesit yang diambil dari pegunungan. Bahan pembuat Candi Muara Takus, khususnya tanah liat, diambil dari sebuah desa yang bernama Pongkai, terletak kurang lebih 6 km di sebelah hilir situs Candi Muara Takus. Nama Pongkai kemungkinan berasal dari Bahasa Tionghoa, Pong berati lubang dan Kai berarti tanah, sehingga dapat bermaksud lubang tanah, yang diakibatkan oleh penggalian dalam pembuatan Candi Muara Takus tersebut. Bekas lubang galian itu sekarang sudah tenggelam oleh genangan waduk PLTA koto panjang. Namun dalam Bahasa siam, kata Pongkai ini mirip dengan Pangkali yang dapat berarti sungai, dan situs candi ini memang terletak pada tepian sungai.
Kompleks percandian Muaro Takus adalah peninggalan sejarah yang berbentuk candi Buddha di Riau. Candi ini memiliki stupa yang merupakan lambang Buddha Gautama, dengan demikian hal ini menjadi bukti bahwa agama Budha pernah berkembang di Riau, l
Terkait nama Muara Takus, terdapat dua teori yang menjelaskan alasan kompleks candi ini dinamakan demikian.
Teori pertama menyebutkan bahwa Muara Takus diambil dari nama anak sungai kecil bernama Takus yang bermuara di Sungai Kampar Kanan.
 Sementara teori kedua menyebutkan Muara Takus berasal dari dua kata, yaitu Muara yang artinya tempat akhir aliran sungai. Kata kedua yaitu Takus yang berasal dari bahasa Tionghoa, yaitu Ta berarti besar, Ku berarti tua, dan Se berarti candi atau kuil
Sehingga berdasarkan teori kedua, Candi Muara Takus berarti candi tua besar yang letaknya ada di muara sungai. Candi ini diyakini sebagai candi Budha. Hal ini dikuatkan dengan adanya stupa berupa lambang Budha Gautama.
Namun ada juga yang mengatakan bahwa Candi Muara Takus merupakan campuran dari bentuk candi Budha dan Syiwa. Dasar pendapat ini dikuatkan dalam bangunan Candi Mahligai, yang bentuknya menyerupai lingga (kelamin laki-laki) dan yoni (kelamin perempuan).
Bangunan utama di kompleks ini adalah sebuah stupa yang besar, berbentuk menara yang sebagian besar terbuat dari batu bata dan sebagian kecil batu pasir kuning. Di dalam situs Candi Muara Takus ini terdapat bangunan candi yang disebut dengan Candi Tua, Candi Bungsu, Stupa Mahligai serta Palangka. Selain bangunan tersebut di dalam komplek candi ini ditemukan pula gundukan yang diperkirakan sebagai tempat pembakaran tulang manusia. Sementara di luar situs ini terdapat pula bangunan-bangunan (bekas) yang terbuat dari batu bata, yang belum dapat dipastikan jenis bangunanny
1.Candi mahligai
Candi Mahligai atau disebut juga Stupa Mahligai ini memiliki bangunan yang paling utuh diantara candi-candi lain yang ada di kompleks candi Muara Takus. Mahligai Stupa terbagi menjadi tiga bagian yaitu atap, badan dan kaki. Candi ini memiliki alas berbentuk persegi panjang dengan lebar 10,44 meter dan panjang 10,6 meter serta memiliki tinggi keseluruhan sekitar 14 meter. Bangunan ini memiliki 28 sisi yang mengelilingi bangunan utama candi, dan candi menghadap ke selatan.
Pada dasarnya terdapat ukiran teratai ganda, sedangkan pada bagian tengahnya terdapat menara berbentuk silinder yang terdiri dari 36 sisi, dimana bagian pangkal sisinya berbentuk seperti kelopak bunga. Dan di puncak candi Muara Takus berbentuk lingkaran. Candi Mahligai memiliki bentuk seperti menara yang mirip dengan yoni.
Dahulu, di setiap sudut area candi terdapat arca singa yang sedang duduk yang terbuat dari batu andesit. Dan juga di bagian atas menara terdapat sebuah batu yang dipahat dengan relief, salah satunya adalah lukisan daun lonjong. Candi Mahligai dipercaya dibangun dalam dua tahap, dimana pembangunan terakhir adalah penambahan kaki candi. Pada tahun 1978 pemugaran candi Mahligai dimulai dan baru selesai pada tahun 1983.
2. Candi Tua
Candi Tua, atau konon candi tertua, merupakan bangunan terbesar di kompleks candi Muara Takus. Sama seperti candi Mahligai, candi Tua juga terbagi menjadi tiga bagian yaitu atap, badan dan kaki candi. Pada bagian kaki candi terbagi menjadi 2 bagian, dimana bagian pertama memiliki tinggi 2,37 meter, sedangkan pada bagian kedua kaki candi memiliki tinggi 1,98 meter. Terdapat tangga masuk di sisi timur selebar 4 meter dan di sisi barat selebar 3,08 meter yang dijaga oleh patung singa. Candi tua diperkirakan berbentuk lingkaran dengan diameter kurang lebih 7 meter persegi dan tinggi 2,5 meter.
Candi Tua memiliki alas berbentuk persegi panjang berukuran 31,65 meter x 20,20 meter dan memiliki 36 sisi. Dan bagian atas candi tua yang sudah rusak berbentuk lingkaran dan tinggi candi tua ini kurang lebih 8,5 meter. Kuil Tua dibangun menggunakan batu pasir (tuff) dan batu bata cetakan. Candi ini juga telah beberapa kali dipugar. Pada tahun 1990 candi dipugar di kaki timur bawah. Dari tahun 1992 hingga 1993 dilakukan restorasi pada tungkai bawah dan tungkai atas.
3.Candi bungsu
Pura ini terletak di sebelah timur Pura Mahligai yang hanya berjarak 3,85 meter. Bangunan candi termuda terbuat dari bata merah dan memiliki panjang 13,2 meter dan lebar 16,20 meter. Candi termuda memiliki bentuk yang mirip dengan candi tertua, namun di bagian atas candi berbentuk bujur sangkar. Di sisi timur candi terdapat tangga yang terbuat dari batu putih dan terdapat beberapa stupa kecil. Dasar candi termuda memiliki 20 sisi.
Seorang peneliti bernama Yzerman menemukan sebuah lubang di puncak stupa Padmasana dimana terdapat abu dan tanah di dalam lubang tersebut. Dan di tanah Yzerman menemukan tiga keping emas. Sedangkan di dasar lobang terdapat lempengan emas dengan trisula dan 3 huruf nagari di atasnya. Di bawah lubang tersebut, Yzermen juga menemukan sebuah batu persegi, dimana di bagian bawah batu tersebut terdapat gambar trisula dan 9 huruf nagari.
Candi Bungsu dibuat menggunakan batu bata dan batu pasir. Dimana candi bagian utara terbuat dari batu pasir, sedangkan candi bagian selatan terbuat dari batu bata. Diperkirakan, pada awal pembangunan candi Bungsu menggunakan batu pasir, kemudian dibangun kembali menggunakan batu bata.
4. Candi Palangka
Bangunan candi ini terletak di sisi timur Stupa Mahligai dengan ukuran tubuh candi 5,10 m x 5,7 m dengan tinggi sekitar dua meter. Candi ini terbuat dari batu bata, dan memiliki pintu masuk yang menghadap ke arah utara. Candi Palangka pada masa lampau diduga digunakan sebagai altar.
Peluang bisnis di candi muara takus
"Orang yang datang ke sini tidak hanya mencari spot foto saja terus pulang, namun kalau kita bisa siapkan tempat seperti penginapan dan jualan. Tentunya akan ada nilai tambahnya, yaitu meningkatkan perekonomian masyarakat kita di sini," kata Masrul Kasmy.
Menurutnya, karena yang datang untuk berkunjung ke Riau yaitu tepatnya di Candi Muara Takus ini tidak hanya masyarakat Riau tapi juga Indonesia bahkan Dunia.
"Untuk itu kita harus bisa memanfaatkan peluang ini supaya yang berkunjung ke Candi ini bisa tetap nyaman dan tidak hanya berfoto saja terus pulang, namun juga bisa menikmati makanan dan minuman yang dijual masyarakat disini serta bisa menikmati suasana disini," ucapnya.
Â
KESIMPULAN
Candi muara takus merupakan peninggalan sejarah dari kerajaan sriwijaya yang berada di provinsi riau,terbentuk nya karena sering di singgahi banyak pelaut dan pedagang yang menyusuri sungai Kampar kanan dengan Kampar kiri yang menyebabka terjadinya pertukaran budaya oleh para pedagang dan penduduk yang akhirnya membuat pemerintah pada zaman itu memutuskan untuk membuat candi sebgai tempat peribadatan dan berbagai acara keagamaan
Sebagai provinsi yang memiliki peninggalan sejarah berupa candi yang menjadi pusat pariwisata yang unik bagi orang-orang yang ingin mengenal budaya peninggalan kerajaan sriwijaya
Referensi
Forgotten Kingdoms in Sumatra, Brill Archive
^ Soekmono, R., (2002), Pengantar sejarah kebudayaan Indonesia 2, Kanisius, ISBN 979-413-290-X
Daftar Pustaka
(Indonesia) Balai Arkeologi Medan. 1998. Berkala Arkeologi SANGKHAKALA.
(Indonesia) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1996. Hasil Pemugaran dan Temuan Benda Cagar Budaya PSP I. Proyek pembinaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Pusat. Jakarta
(Indonesia) Haryono, Timbul. 1986. Relief dan Patung Singa Pada Candi-Candi Periode Jawa Tengah: Penelitian Atas Fungsi dan Pengertiannya. Laporan Penelitian. Yogyakarta
(Inggris) Kempers, A. J. Bernet. 1959. Ancient Indonesian Art. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press
(Indonesia) Siagian, Renville. 2002. CANDI sebagai warisan seni dan budaya Indonesia. Yogyakarta: Yayasan Cempaka Kencana
(Indonesia) Soekmono, R. 1974. Candi, Fungsi dan Pengertiannya. Disertasi. Jakarta
(Indonesia) Suaka PSP Prov. Sumbar dan Riau. 1995. Buletin Arkeologi AMOGHAPASA. Batusangkar
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI