Mohon tunggu...
Deni Saputra
Deni Saputra Mohon Tunggu... Seorang Guru dan Penggiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Belajar menulis untuk memahami kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sastra: Mengenal Kebudayaan Buton dalam Cerpen "La Runduma" Karya Wa Ode Wulan Ratna

16 November 2021   09:10 Diperbarui: 16 November 2021   09:18 996
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

 Melalui uraian di atas, setelah membaca dan mengetahui corak cerpen "La Runduma", khususnya pengaruh konsepsi pengarang yang masih berdarah Buton, maka pendekatan sosiologi sastra  melalui teori sosiologi sastra akan digunakan untuk menganalisis cerpen ini. Dengan demikian ada tiga bagian terpenting dalam pendekatan sosiologi sastra. Pertama, perspektif teks sastra, artinya peneliti menganalisis sastra sebagai sebuah refleksi kehidupan masyarakat dan sebaliknya. Kedua, perspektif biografis, yaitu peneliti menganalisis pengarangnya. Ketiga, perspektif reflektif, yaitu peneliti menganalisis penerimaan masyarakat terhadap teks sastra.

 Sinopsis Cerpen La Runduma Karangan Wa Ode Wulan Ratna

Cerpen La Runduma menceritakan seorang gadis keturunan sultan Buton bernama Johra. Ia terjerat ikut acara posuo karena dipaksa menikah dengan laki-laki yang sederajat oleh ayahnya. Ayahnya bernama Maulidun (salah satu pawang gendang dan dipercaya sebagai orang pintar). Maulidun tidak setujuh jika Johra menikah dengan La Runduma. La Runduma adalah laki-laki yang dicintai Johra. Hal ini karena La Runduma bukan laki-laki tampan dan bekerja serabutan.

 Posuo adalah ritul adat Buton yang diperuntukan untuk anak gadis Buton. Sebuah upacara pingitan yang harus dilalui Johra karena ia telah gadis yang siap untuk dinikahkan. Selain Johra ada beberapa anak gadis yang mengikuti upacar adat ini. Riwa, salah satu peserta posuo yang satu suo (ruang tidur peserta/kamar) dengan Johra ternyata memiliki hubungan dengan La Runduma.

 

Pada malam posuo, La Runduma datang menemui Riwa untuk menyelesaikan urusannya dengan Riwa. Ia menyampaikan maksudnya dan memberikan apa yang diinginkan oleh Riwa. Usai itu, ternyata gendang Maulidun pecah. Menurut mitos jika ada gendang pecah maka ada yang tidak perawan dari peserta posuo. Maulidun menyangkan anaknyalah yang tidak perawan karena di hari terakhir La Runduma melarikan Johra.

 Aku masih perawan. Sungguh aku masih perawan! Tapi mengapa gendang itu masih pecah, Ayah?1 

 Kajian Pendekatan Sosiologi Sastra 

 Sosiologi Pengarang Sebuah Tinjauan Sosiologis-Ekspresif

 Wa ode Wulan Ratna lahir di Jakarta,23 Agustus 1984, Ibunya seorang Jawa-Betawi (Jakarta). Sedangkan Ayahnya keturunan bangsawan Buton (Sulawesi). Oleh sebab itu sebenarnya ia menyandang nama Wa Ode Wulan Ratna.

 Almarhum Ayahnya adalah putra bangsawan Buton tentunya mengajarkan budaya Buton kepadanya. Pada usia 7 tahun ia pernah mengikuti upacara ini bersama kakak perempuannya, tetapi tidak sampai selesai karena tidak tahan berbagi aturannya. Dengan demikian, ia memiliki pengalam budaya khusunya upacara posuo. Oleh sebab itu, cerpen ini mempunyai warna lokal yang cukup kental.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun