Mohon tunggu...
DEM Semarang
DEM Semarang Mohon Tunggu... Lainnya - Dewan Energi Mahasiswa Semarang

Merupakan organisasi mahasiswa yang fokus bergerak pada kedaulatan energi Negara Kesatuan Republik Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Nature

Energi Fosil Baru Sebagian Ditinggalkan

1 Juli 2020   15:33 Diperbarui: 1 Juli 2020   15:35 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fadillah Kurnia Permana Palallo (Staff Human Resource Department DEM Semarang)

Pada minggu ketiga himbauan Pemprov DKI Jakarta untuk kerja dari rumah alias work from home (WFH), secara kasat mata jika kita mengingat kembali udara terasa berbeda. Hirupan udara dari luar rumah menyejukkan paru-paru dan melegakan hidung. Mengutip dari Kumparan, melihat data dari situs pemantauan udara AirVisual.com pada Kamis (3/4/2020) pukul 15.00 WIB, Jakarta teracatat sebagai kota dengan indeks kualitas udara di urutan 59 atau masuk dalam kategori sedang.

Hal ini menandakan bahwa kualitas udara Jakarta semakin membaik dan jika dibandingkan pada tahun 2019 bulan Agustus lalu dimana kualitas udara Ibu Kota Negara Indonesia ini mengalami masa-masa terburuknya pada nilai 75. Posisi ini menempatkan Jakarta di urutan ke-22 denga kota paling berpolusi di dunia. Tidak sampai situ, sebuha forum bernama Forum Warga Kota Jakarta (FAKTA) melayangkan gugatan kepada Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terkait buruknya kualitas udara Jakarta.

Kualitas udara yang buruk ini sudah terkenal dengan berbagai penyebabnya, salah satunya dari emisi gas yang dihasilkan oleh kendaraan bermotor yang memadati ruang gerak Ibu kota Jakarta. Tidak salah jika hal ini menjadikan salah satu biang polusi udara. Karena, kendaraa bermotor yang ada kebanyakan masih menggunakan bahan bakar gas/bensin tidak standar Euro 4 karena harganya yang murah.

Mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan  Nomor P.20 Tahun 2017, Indonesia sudah harus mengadopsi kendaraan dengan BBM berstandar Euro 4 sejak 10 Maret 2017. BBM yang memenuhi standar Euro 4 yakni bensin dengan RON di atas 91 dan kadar sulfur maksimal 50 ppm. Sedangkan untuk produk diesel, minimal Cetane Number (CN) 51 dan kadara sulfur maksimal 50 ppm.

Seiring berjalannya waktu, kabar baik muncul dari Menteri BUMN Erick Thohir meminta PT Pertamina (persero) mengurangi jumlah produk BBM yang dikeluarkan perusahaan. Dalam Konferensi persnya, Erick menilai produk BBM yang dijual ke Masyarakat terlalu banyak. Direktur Utama Pertamina pun merespon permintaan pak Menteri dimana produk BBM akan dikurangi sesuai aturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Jika dilihat dari hal tersebut, maka produk BBM yang akan dihapus adalah Premium Ron 88, Pertalite Ron 90, dan Solar CN 48 karena tidak sesuai standar Euro 4. Hal ini pun diperkuat dengan pernyataan Menteri ESDM yang membenarkan adanya rencana hapus BBM Premium dan Pertalite dalam Rapat Dengar Pendapat Kamis (25/6/2020).

"Terkait Premium dan Pertalite, ke depan memang akan ada penggantian menggunakan energi yang lebih bersih untuk meringankan beban lingkungan" ujarnya dalam rapat dengan komisi VII DPR RI. Selain dari sisi lingkungan, sisi ekonomi akan meringankan pengeluaran Negara dalam mensubsidi dan meng import produk yang ada.

Hal ini membuat harapan bahwa energi yang kualitas sudah terbilang fosil yang tidak berubah selama 50 tahun ini mulai ditinggalkan demi menjaga lingkungan dan bertahap memakai energi yang lebih ramah lingkungan. Namun, untuk meningglkan BBM secara menyeluruh dan menggunakan energi baru yang lebih ramah lingkungan secara menyeluruh masih dari kata jauh.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun