Mohon tunggu...
D'mitri Sampeliling
D'mitri Sampeliling Mohon Tunggu... -

Karyawan Swasta, Kerja di Jakarta, Tinggal di Bogor

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Surga di Toraja

20 Juli 2012   17:36 Diperbarui: 25 Juni 2015   02:45 1252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Baik ikan gabus, ikan lele, bale todi', belut hingga siput sawah sebenarnya bukanlah lauk utama masyarakat Toraja karena biasanya di atas dapur kayu para penduduk selalu tergantung pa'karing, dendeng babi atau kerbau yang diasapi. Biasanya pada saat ada syukuran adat maka akan tersedia sejumlah daging yang tidak akan habis dimakan pada hari tersebut sehingga satu satunya cara agar daging tidak dibuang adalah dengan cara pengasapan. Aneka pesta adat sering dilangsungkan di tanah yang beriklim sejuk ini. Rambu tuka' dan rambu solo' silih berganti di saat mungkin pa'karing dari pesta adat sebelumnya masih tersisa.

Kerbau, babi dan ayam adalah  binatang favorit di Toraja yang dimasak dengan cara mencampurkannya dengan aneka jenis bumbu dan sayuran yang banyak tumbuh liar di Toraja seperti nangka, daun mayana, batang pisang, daun jambu, daun pepaya dan lainnya yang dipadatkan ke dalam batang bambu lalu dibakar di mana aroma sedap yang dihasilkannya sebanding dengan rasanya yang tak hanya mengandung protein tetapi juga serat sayuran dalam komposisi yang lumayan banyak.

Hingga belasan tahun berlalu aku tersadar kalau bangau bangau putih telah menghilang tanpa pamit dan tak tahu kapan terakhir menyapa kami dengan atraksinya. Mungkin sebagian besar sangmane dan kawan sepermainan lainnya tidak menyadari kalau bangau putih tersebut menghilang perlahan-lahan satu per satu tanpa jelas penyebabnya hingga kehadirannya tak mampu lagi membentuk barisan karena jumlahnya tinggal dihitung dengan jari bahkan terkadang tidak tampak sama sekali. Mungkin karena ulah penembak burung yang dengan senjatanya keluar masuk kampung  atau mungkin pula karena bangau telah beralih ke tempat lain karena populasi ikan di sawah juga sudah hilang kena racun pestisida, sebuah cara modern mengusir hama padi.

Keindahan keindahan lain yang menghilang adalah canda para pemotong padi, sipela'tekan sipetaa taan karena berubahnya tradisi potong padi akibat munculnya varietas padi baru yang dipanen bukan dengan rangkapan (red ani-ani) tetapi dengan sabit. Sudah tak tampak lagi po’ko’, tumpukan padi mirip pohon natal di pematang sehabis panen, tak ada lagi bunyi lesung di musim panen karena hadirnya mesin penggiling padi. Tak terdengar pula barrung, yakni pelle' yang ujungnya ditambahkan lilitan daun kelapa membentuk terompet karena batang padi varietas baru yang lebih kecil tidak bisa untuk dibuat pelle dan barrung.

Hingga kini, kehidupan telah membawa kami tanpa sadar meninggalkan surga, di mana kami bisa makan dari  tanaman yang tumbuh di tanah di mana kami berpijak, minum dari air alam di mana kami bermain, hidup dari kail dan jala bak cerita lagu kolam susu, berinteraksi dengan alam dan manusia lain dalam tatanan budaya bergotong royong yang diwariskan leluhur.

Masih mampukah kami kembali mencari surga yang hilang itu di saat Ayah dan Ibu yang kami kasihi telah kembali ke Surga yang sesungguhnya? Rumah tongkonan dari sahabat sepermainanpun hampir tak berpenghuni dan orang orang yang bisa ditemuipun adalah generasi generasi modern yang tak ada bedanya dengan masyarakat perkotaan. Budaya asli dan modern seakan bertarung. Masih mampukah kami kembali hidup dari tanah warisan meninggalkan cara hidup yang mengandalkan rekening bank ?

Tanggal muda dan tanggal tua bak nafas hidup yang membuat kami lupa bahwa Puang Matua telah menitipkan tanah subur yang sejuk buat kami yaitu surga di Toraja

Jakarta 21 Juli 2012

sipela'tekan sipetaa taan = ngerumpi

buntu = gunung

tongkon = melayat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun