Mohon tunggu...
dellaiswanaa
dellaiswanaa Mohon Tunggu... Mahasiswa

Menyukai hal baru .

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Luka Tak Terlihat di Balik Pintu Rumah Mewah: Kasus Kekerasan terhadap ART di Batam

24 Juni 2025   19:55 Diperbarui: 24 Juni 2025   19:53 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jauh-jauh merantau dari Nusa Tenggara Timur ke Batam, Intan hanya ingin memperbaiki nasib. Harapannya sederhana: bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga (ART) agar bisa membantu ekonomi keluarga. Namun, rumah megah tempatnya bekerja justru menjadi tempat penderitaan yang tak pernah ia bayangkan. Lebih dari satu tahun ia bekerja, tetapi bukan apresiasi yang ia dapatkan, melainkan siksaan demi siksaan dari majikannya.

Kekejaman yang dialami Intan begitu tak masuk akal. Ia bukan hanya dipukuli hingga babak belur, tapi juga dipaksa makan kotoran anjing dan meminum air parit karena dianggap bekerja tidak sempurna. Telat bangun atau salah mengiris daging bisa berujung potongan gaji dan siksaan fisik. Bersama ART lainnya, ia menjadi korban penganiayaan yang berlangsung lama, tersembunyi di balik tembok rumah elite. Kekejaman ini baru terungkap setelah Intan berani menghubungi keluarganya di kampung dengan meminjam ponsel tetangga.

Kisah Intan bukan hanya potret kekejaman individu, melainkan cermin dari persoalan sistemik. ART masih dianggap bukan pekerja profesional, melainkan "pembantu" yang bebas diperlakukan semena-mena. Tak adanya perlindungan hukum yang kuat membuat kasus seperti ini kerap terjadi, tetapi jarang terungkap.

Indonesia hingga kini belum memiliki Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (UU PPRT) yang menjamin hak-hak dasar pekerja domestik. Padahal, mereka merupakan bagian penting dalam struktur masyarakat urban. Mereka bekerja dalam sunyi, tanpa jam kerja yang jelas, tanpa jaminan kesehatan, dan tanpa pengawasan.

Majikan Intan kini memang telah ditangkap, dan terancam hukuman 10 tahun penjara. Tapi pertanyaannya: berapa banyak Intan lain di luar sana yang belum bisa bersuara? Hukuman pada pelaku hanyalah satu bagian. Yang lebih penting adalah pembenahan sistem perlindungan pekerja rumah tangga secara menyeluruh.

Pemerintah harus segera mengesahkan UU PPRT, memperketat pengawasan terhadap agen penyalur tenaga kerja, serta membuka akses pengaduan dan pendampingan hukum yang mudah dijangkau. Masyarakat pun harus diberi edukasi bahwa memperkerjakan ART berarti memberi mereka hak sebagai pekerja---bukan menjadikan mereka budak.

Rumah seharusnya menjadi tempat aman bagi semua orang. Tidak ada satu pun alasan yang dapat membenarkan tindakan tidak manusiawi seperti yang dialami Intan. Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal kemanusiaan.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun