Sebagaimana yang diungkapkan Prof. Quraish Shihab dalam Kitab Tafsir Al-Misbah, setidaknya ada tiga kata kunci untuk memahami ayat diatas. Ketiganya yaitu menyeru dengan "Hikmah", menyeruh dengan "Mauidzah Hasanah" atau contoh yang baik, dan menyeru dengan "Jadal" atau adu pendapat. Hanya saja khusus berkaitan seruan "Jadal" atau beradu argumen, ada tambahan kalimat yang tidak bisa dilewatkan, yaitu mesti dilakukan dengan baik.
Hikmah atau wisdom adalah kebenaran tertinggi. Menyeru dengan hikmah adalah menyeru dengan kebenaran tertinggi yang sulit dibantah kebenarannya oleh setiap orang. Karena itu menyeru dengan hikmah kerap dilakukan diantara orang-orang yang sudah berpengetahuan diatas rata-rata, atau menyeru dengan kebenaran yang bisa diterima oleh berbagai kalangan. Seperti menyeru orang berbuat baik terhadap orang tua dan sekitar dengan cara mengungkap hikayat-hikayat penuh hikmah.
Selain hikmah, jalan kedua menyeru kepada jalan Tuhan yang berarti jalan kebaikan adalah dengan "Mauidzah Hasanah" atau pengajaran yang baik. Bentuknya bisa berbentuk wejangan, bisa juga contoh perilaku yang baik. Dalam "Mauidzah Hasanah" seruan untuk menempuh kehidupan rasional yang juga menjadi bagian dari "Sabili Rabbik" dilakukan dengan memberikan paparan pentingnya hidup rasional. Atau tidak perlu berkata-kata tapi berbuat bagaimana seharusnya hidup rasional.
Hanya yang perlu diperhatikan dari cara ini adalah penyematan kata "Hasanah" atau kebaikan. Berbeda dengan cara memaparkan "Hikmah" yang sama sekali tidak ada tambahan kata apapun. Hal ini karena selain ada "Mauidzah Hasanah" ada juga lawannya yaitu "Mauidzah Saiah" atau contoh yang buruk. Diantara dua metode pengajaran itu, maka pilihannya adalah pengajaran yang baik, bukan pengajaran yang buruk. Mengajak sesama menempuh hidup rasional sebagai bagian dari "Sabili Rabbik" mesti dilakukan dengan pengajaran yang baik, bukan pengajaran yang buruk.
Jalan ketiga dari upaya mengajak orang kepada "Sabili Rabbik" adalah dengan cara "Jadal" atau berdebat, adu pendapat atau adu argumen. "Jadal" juga sering diartikan dengan berkelahi. Karena dalam banyak hal, orang yang sedang beradu pendapat kerap seperti orang yang sedang adu pendapat kerap seperti orang yang sedang berkelahi. Saling menegasikan antara satu dengan yang lainnya. Meski yang dimaksud disini adalah berkelahi adu pendapat. Jadi adu pendapat, adu argumen atau kata berbalas kata, juga diakui Al-Quran sebagai cara mengajak orang kepada jalan kebaikan.
Hanya saja yang mesti diingat dari term "Jadal" ini ada pada penggunaannya. Term "Jadal" muncul karena pada masa Al-Quran itu turun, terdapat kelompok masyarakat yang sudah melek secara intelektual. Diantaranya adalah para Ahlul Kitab atau agamawan yang mengerti dan menguasai isi Kitab suci terdahulu sebelum Al-Quran turun. Lainnya adalah kelompok masyarakat yang mungkin bukan Ahlul Kitab, tetapi sudah mapan secara intelektual. Bukan kelompok masyarakat kebanyakan yang belum terbiasa dengan Ilmu pengetauan.
Kepada kelompok mapan secara intelektual inilah metode "Jadal" diterapkan. "Jadal" atau adu pendapat, adu argumen atau debat, hanya akan terjadi diantara orang-orang yang juga sama-sama mempunyai kecakapan naratif. Sulit berharap terjadi adu argumen dimana yang satu sudah mempunyai argumen sementara yang lainnya belum memiliki argumen.
Namun catatan penting yang tidak boleh dilupakan dari "Jadal" adalah penyematannya dengan kata "Ahsan" atau lebih baik. Bahwa "Jadal" mesti dilakukan dengan cara "Ahsan" atau lebih baik.
Ahsan sendiri adalah bentuk superlative dari Hasan. Bila Hasan bermakna baik, maka Ahsan adalah lebih baik. "Jadal" mesti dilakukan dengan baik, karena kerap terjadi "Jadal" yang terjadi dengan cara yang buruk, "Jadal" terjadi dengan cara yang baik, dan "Jadal" yang terjadi dengan cara yang lebih baik.
"Jadal" buruk adalah ketika adu pendapat tidak lagi mengandung argumentasi yang logis dan bisa dipertanggung jawabkan disertai dengan cara-cara yang buruk. "Jadal" buruk adalah adu pendapat dengan argumen yang buruk disertai dengan labelling atau bullying. "Jadal" baik adalah "Jadal" dengan tema penting dan argumentatif, hanya sayang nya masih dilekati dengan labelling atau bullying.
Sementara "Jadal" dengan cara "Ahsan" adalah adu pendapat mengenai tema yang substansial, didukung argumen yang mapan dan diiringi dengan etika. Didalamnya bukan hanya tidak labelling dan bullying, tapi kesadaran bahwa "Jadal" yang terjadi adalah proses mencari perspektif baru dari dua perspektif yang berlawanan.