Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sikap Nabi Muhamad dan Para Penyembah Berhala terhadap Tempat Ibadah

1 Februari 2020   23:55 Diperbarui: 2 Februari 2020   00:00 2489
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di sela-sela penyerbuan tersebut disebutkan bahwa Abdul Muthalib, Kakek Nabi Muhammad yang menjadi penanggung jawab Ka'bah, menghadap Abrahah. Semula Raja menganggap bahwa kedatangan Abdul Muthalib adalah untuk membujuknya membatalkan rencana penghancuran Ka'bah. 

Namun Abrahah kaget. Alih-alih meminta Abrahah membatalkan penyerangan, Abdul Muthalib justru hanya menuntut Abrahah mengembalikan 100 unta miliknya yang sudah dirampas oleh anak buah Abrahah.

Ketika Raja mempertanyakan sikap Abdul Muthalib yang lebih menghiraukan Unta miliknya ketimbang Ka'bah yang dia jaga, Abdul Muthalib menjawab ringan. Menurut Kakek Nabi tersebut, Ka'bah adalah rumah Tuhan dan Tuhanlah yang akan menjaganya.

Peristiwa selanjutnya adalah seperti yang sudah menjadi cerita mashur. Bahwa pasukan gajah bukan hanya tidak mau bergerak menuju Ka'bah, tetapi Abrahah beserta pasukannya mendapat serangan dari burung-burung yang membawa batu panas.

Bila Ka'bah pada masa itu adalah representasi rumah ibadah bagi semua kalangan, lalu bagaimanakah sikap Nabi Muhammad dan para penyembah berhala terhadap Ka'bah?

Berkaitan dengan pertanyaan diatas, adalah hal menarik untuk menyimak salah satu episode kehidupan Nabi Muhammad. Utamanya ketika Nabi menandatangani perjanjian gencatan senjata dengan orang Makkah di tempat bernama Hudaibiyyah.

Suatu hari Nabi Muhammad menyampaikan mimpinya kepada para sahabat di Madinah. Kata Nabi, beliau bermimpi memasuki Ka'bah dalam kepala tercukur dengan kunci Ka'bah dalam genggaman. 

Mimpi yang menurut Nabi petunjuk untuk melakukan haji ke Ka'bah ini, disambut antusias para sahabat. Selain karena ingin melaksanakan Ibadah, berhaji berarti menyambangi tanah kelahiran yang sekian lama ditinggalkan; Makkah.

Namun dalam rencana itu Nabi memberlakukan aturan tegas. Bahwa semua yang berangkat tidak diperkenankan membawa pedang. Meski ketika itu hubungan Makkah dan Madinah masih panas.

 Umar yang khawatir terhadap keselamatan rombongan dan sempat mengusulkan membawa Pedang sebagai antisipasi bila orang Makkah menyerang. Namun Nabi tetap menolaknya. Menurut Nabi, satu-satunya benda tajam yang boleh dibawa hanyalah pisau. Itupun untuk berburu hewan makanan di tengah perjalanan nanti.

Rencana Nabi ini melahirkan dilema bagi elite Makkah. Secara sosial budaya, orang Makkah tidak boleh menghalangi siapapun orang yang datang ke Mekkah untuk beribadah. Adalah kehinaan bagi masyarakat Makkah bila mereka menolak atau melarang orang yang hendak beribadah ke Makkah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun