Mohon tunggu...
Delianur
Delianur Mohon Tunggu... Penulis - a Journey

a Journey

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

"Green Book", Siapakah yang Paling Tertindas dan Paling Baik itu?

23 Februari 2019   18:36 Diperbarui: 23 Februari 2019   20:02 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
universalpictures.com

Bila dihadapan anda ada problem sosial yang sangat akut sementara keahlian anda hanyalah bermain Piano, tidak bisa berorasi canggih ala aktivis dan politisi atau menulis ala essais handal, lalu apa yang bisa anda dilakukan untuk menyelesaikan problem itu?Menurut film ini, anda hanya cukup terus bermain Piano, tidak lebih. Tetapi bermainnya tidak cukup dengan kejeniusan saja, perlu diiringi dengan keberanian.

Pada masanya, orang kulit hitam di Amerika adalah warga kelas dua. Hidupnya di jalanan, dan perilaku nya tidak jauh dari mencuri dan merampok. Sementara warga kulit putih, dia adalah warga negara kelas utama. Hidupnya di Istana, tempat-tempat terhormat dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dianggap terhormat.

Lalu apa yang terjadi ketika ada orang kulit hitam yang di didik dalam budaya Istana yang elite, bertemu dengan warga kulit putih yang biasa hidup di jalanan dan akrab dengan kekerasan?Kemudian mereka melakukan perjalanan ke wilayah Selatan Amerika, yang dikenal sangat diskriminatif dan sangat merendahkan warga kulit hitam. Sementara ketika dalam perjalanan itu, si kulit hitam adalah seorang Tuan dan si kulit putih adalah bawahannya. Situasi inilah yang akan membuat kita berkerut sekaligus tertawa.

Sejatinya Green Book adalah sebuah film serius. Dialog-dialog nya dalam banyak hal sering menohok tentang moralitas, etika, gegar budaya dan lain sebagainya. Film ini tidak hanya menggambarkan satu sisi upaya perjuangan persamaan hak yang dilakukan warga kulit hitam Amerika pada tahun 50an, situasi Amerika pada awal tahun 1900an, sisi substansial sebuah sikap dan perilaku, tetapi juga menggambarakan tentang betapa kuatnya ikatan kekeluargaan imigran Italia di Amerika.

Beberapa kali film ini mempertukarkan tentang siapakah yang paling tertindas atau paling baik dalam hal yang sangat substansial sekali. Apakah Shirley yang kulit hitam dan dianggap warga negara kedua otomatis lebih tertindas dibanding Tony yang merupakan warga kulit putih dan warga negara utama di Amerika?Sementara Tony sendiri adalah orang yang hidup di jalanan yang dikenal tidak mengenal hukum dan penuh dengan kekerasan dan penindasan. Siapa juga yang paling mempunyai perilaku kebangsawanan antara Tony dan Shirley?Apakah Shirley yang kulit hitam dan dianggap budak tapi lama hidup dengan masyarakat kelas atas, ataukah Tony yang berkulit putih, ras yang dianggap terhormat, tapi lama hidup di jalanan?

Ketika menonton film ini, saya jadi teringat sikap politik beberapa kalangan terhadap situasi sosial politik sekarang. Utamanya ketika dikaitkan dengan agama dan orbaisme. Di satu sisi orang yang mengingatkan pentingnya Agama dalam kehidupan sosial politik dan mesti menjadi dasar bagi pilihan dalam pemilu nanti, sambil melupakan sisi terdalam dari Agama yang mengajarkan kebersamaan, persatuan, kasih sayang dan penghilangan perilaku despotik. 

https://www.odeon.co.uk
https://www.odeon.co.uk
Di sebarang lain, saya melihat orang berkoar-koar mengingatkan tentang kelamnya hidup di masa Orde Baru dan ini mesti menjadi dasar pilihan politik pada April nanti. Tapi di sisi lain, terlihat sangat permissif ketika perilaku ala Orde Baru itu dipraktekan secara telanjang dan vulgar. Bahkan kemudian menganggapnya absah, bukan masalah besar dan semata masalah administratif. Lalu diantara keduanya, siapakah yang paling agamis dan orbais atau siapakah yang tidak orbais dan tidak agamis?

Seperti yang disebutkan dalam beberapa penilaian tentang film ini, Green Book adalah sebuah film Biography-Comedi. Biograhpy karena film ini mengisahkan salah satu fragmen kehidupan seorang pianist dan komposer berbakat kulit hitam yang pernah dimiliki Amerika; Don Shirley. 

Shirley diperankan oleh Mahershalalhashbaz Gilmore yang merubah namanya menjadi Mahershala Ali seiring keputusannya menjadi Muslim dan menjadi bagian dari komunitas Ahmadiyyah di Amerika. Mahershala Ali dikenal sebagai muslim pertama yang memenangkan Oscar dengan film Moonlight nya (2016).

Lawan Ali dalam film ini adalah Viggo Mortensen yang memerankan figur Tony Vallelonga. Mortensen adalah aktor, produser, direktor, fotographer Amerika keturunan Denmark yang menghabiskan masa kecilnya di Venezuela dan Argentina. 

Viggo adalah pemeran Aragorn dalam film epic Lord of The Ring. Sementara Tony Vallelonga yang diperankan Viggo, adalah seorang warga Amerika imigran dari Italia yang bekerja sebagai keamanan di sebuah klub malam dan kemudian menjadi supir Shirley ketika melakukan perjalanan ke daerah Selatan Amerika. Keduanya meninggal pada tahun 2013, beda beberapa bulan saja.

Comedi, karena kita akan menemukan beberapa kali dialog dan adegan-adegan yang membuat kita ketawa dan tersenyum sendiri. Seperti melihat Tony yang kulit putih, menjadi supir Shirley yang kulit hitam, lalu keduanya naik mobil di daerah Selatan yang sangat memuliakan kulit putih. 

Mungkin juga ketika Tony yang dengan ringannya mempelesetkan quote populer John Kennedy yang mengatakan "Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi tanyakan apa yang kamu berikan kepada negara" menjadi "Jangan tanyakan apa yang negara berikan kepadamu, tapi apa yang kamu berikan kepada diri kamu sendiri"

Bagi saya sendiri diantara yang paling menarik dari film ini adalah penutupan dari film ini. Setelah lelah secara fisik dan psikologis karena melakukan perjalanan yang sangat panjang ke daerah Selatan Amerika, Green Book ditutup dengan berkumpulnya Tony dengan keluarga di malam Natal dan dihadiri oleh Shirley. 

Penutup dari film ini seolah mengingatkan, bahwa dari semua kerumitan sosial politik yang dihadapi, keluarga atau momen-moment perayaan Agama selalu menjadi tempat yang sangat nyaman untuk sejenak rehat dari segala bentuk kekalutan. 

Seperti orang Indonesia yang selalu menyempatkan untuk mudik demi merayakan lebaran bersama, untuk sekedar rehat setelah setahun penat menghadapi kekalutan hidup. Betapapun rumit dan merepotkan mudik itu sendiri.

Green Book sendiri adalah film yang terinspirasi dari kisah nyata tentang perjalanan Shirley dan Tony di Selatan Amerika pada masa 1950an ketika diskriminasi rasial masih menjadi problem akut Amerika. 

Green Book sendiri merujuk pada sebuah buku petunju, guide book, dari Victor Hugo Green yang ditujukan bagi orang kulit hitam yang mencari motel atau restauran yang akan menerima warga kulit hitam dalam perjalanannya.

Dalam Toronto International Film Festivel, film ini memperoleh Peoples Choice Award. American Film Institute menempatkannya sebagai salah satu dari 10 film terbaik tahun 2018 sementara National Board Review memberikan award sebagai The Best Film of 2018. Pada 91st Academy Awards, Viggo Mortensen dinominasikan meraih Best Actor sementara Ali dinominasikan meraih Best Supporting Actor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun