Mohon tunggu...
Dela
Dela Mohon Tunggu... Mahasiswa

Introvert, bulu tangkis

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pluralisme agama dan tantangan politik di negara multikultural

8 April 2025   09:13 Diperbarui: 8 April 2025   09:12 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 Pluralisme agama adalah kenyataan yang tidak bisa dihindari dalam

 masyarakat modern, terutama di negara-negara dengan latar belakang multikultural.

 Keberagaman agama ini menciptakan dinamika sosial yang menarik di satu sisi

 menjadi sumber kekayaan budaya, tetapi di sisi lain bisa menimbulkan gesekan yang

 berujung pada ketegangan politik. Bayangkan sebuah negara seperti Indonesia, India,

 atau Amerika Serikat, di mana berbagai keyakinan hidup berdampingan. Tentu saja,

 di antara perbedaan-perbedaan ini ada potensi konflik, tetapi juga peluang untuk

 membangun masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis. Tantangannya,

 bagaimana agar keberagaman ini bisa dikelola dengan baik, sehingga tidak malah

 menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja. 

 Dalam kehidupan masyarakat yang beragam, agama sering kali menjadi bagian

 dari identitas individu maupun kelompok. Seperti halnya klub sepak bola atau aliran

 musik favorit, keyakinan seseorang bisa menjadi sesuatu yang sangat personal dan

 emosional. Namun, ketika politik identitas berkembang, agama bisa menjadi alat

 mobilisasi yang tidak selalu positif. Misalnya, dalam berbagai kampanye politik, isu

isu agama sering kali dimainkan untuk menarik simpati pemilih tertentu. Akibatnya,

 masyarakat yang sebelumnya rukun bisa terpecah hanya karena perbedaan cara

 beribadah. Polarisasi ini semakin diperparah oleh media sosial, di mana informasi

yang menyesatkan dan ujaran kebencian dapat menyebar dengan sangat cepat.

 Kadang, perdebatan kecil di dunia maya bisa berujung pada konflik di dunia nyata,

 yang tentu saja merugikan banyak pihak.

 Tantangan berikutnya muncul dalam bentuk kebijakan publik yang harus

 mengakomodasi keberagaman agama tanpa merugikan kelompok tertentu. Ini

 bukan perkara mudah. Misalnya, dalam dunia pendidikan, kurikulum harus bisa

 mengajarkan toleransi tanpa terkesan mengistimewakan satu agama saja. Begitu

 juga dalam hukum keluarga dan pernikahan, di mana aturan agama sering kali

 berbenturan dengan hukum negara. Ada negara yang mencoba memberikan solusi

 dengan membentuk sistem hukum yang fleksibel, tetapi tetap dalam kerangka

 nasional. Namun, tetap saja, ada yang merasa kurang diakomodasi atau bahkan

 didiskriminasi. Contohnya, beberapa negara memiliki larangan penggunaan simbol

simbol keagamaan di ruang publik, yang bagi sebagian orang dianggap sebagai

 bentuk netralitas, tetapi bagi yang lain dianggap sebagai pembatasan kebebasan

 beragama.

 Selain itu, ancaman terbesar bagi pluralisme agama adalah meningkatnya

 intoleransi dan radikalisme. Sayangnya, dunia digital justru mempercepat

 penyebaran narasi ekstrem ini. Sering kali, orang lebih cepat percaya pada informasi

 yang memicu emosi tanpa mengecek kebenarannya terlebih dahulu. Ini menjadi

 tantangan besar bagi pemerintah dalam menjaga stabilitas dan keharmonisan sosial.

 Oleh karena itu, regulasi yang jelas sangat diperlukan untuk menangani ujaran

 kebencian berbasis agama, baik di dunia nyata maupun di media sosial. Jika

 intoleransi ini terus dibiarkan berkembang, dampaknya bisa sangat merusak, baik

 bagi masyarakat maupun bagi negara secara keseluruhan.

Namun, tidak semua tentang pluralisme agama itu penuh tantangan. Justru,

 jika dikelola dengan baik, keberagaman ini bisa menjadi aset yang luar biasa.

 Misalnya, lihat bagaimana beberapa negara seperti Kanada dan Norwegia merangkul

 keberagaman dengan menciptakan kebijakan inklusif yang benar-benar memberikan

 ruang bagi semua kelompok. Pendidikan multikultural bisa menjadi salah satu kunci

 utama dalam menciptakan generasi yang lebih toleran. Bayangkan jika sejak kecil

 anak-anak sudah diajarkan bahwa perbedaan itu bukan sesuatu yang harus ditakuti,

 melainkan sesuatu yang harus dihargai. Dengan begitu, mereka tumbuh dengan pola

 pikir yang lebih terbuka dan tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang dapat

 memecahbelah masyarakat.

 Selain pendidikan, kebijakan publik yang inklusif juga sangat penting.

 Pemerintah harus memastikan bahwa semua kelompok agama mendapatkan

 perlakuan yang adil dalam kebijakan-kebijakan publik. Tidak boleh ada diskriminasi

 terhadap agama minoritas, dan setiap warga negara harus mendapatkan hak yang

 sama dalam menjalankan ibadahnya. Dialog antaragama juga perlu terus dilakukan

 sebagai upaya untuk mempererat hubungan antara komunitas yang berbeda

 keyakinan. Dengan komunikasi yang baik, kesalahpahaman bisa diminimalisir dan

 kepercayaan antar kelompok bisa semakin diperkuat. Acara seperti festival

 kebudayaan atau pertemuan antar pemuka agama bisa menjadi cara efektif untuk

 membangunpemahamandantoleransi antar umat beragama.

 Pada akhirnya, pluralisme agama bukanlah sesuatu yang harus ditakuti,

 melainkan sesuatu yang harus dirayakan. Keberagaman ini adalah cerminan dari

 betapa luasnya dunia dan betapa uniknya setiap individu di dalamnya. Tantangan

 politik yang muncul dari keberagaman ini memang tidak bisa dihindari, tetapi dengan

 pendekatan yang adil, inklusif, dan berlandaskan nilai-nilai demokrasi, pluralisme

 agama bisa menjadi kekuatan besar yang memperkaya masyarakat. Semua

 pihak---pemerintah, masyarakat, dan pemuka agama---memiliki peran penting dalam

 menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan saling menghormati. Dengan

 kesadaran kolektif untuk menjaga keberagaman ini, pluralisme agama tidak akan

 menjadi penghalang, tetapi justru menjadi aset berharga dalam membangun

 masyarakat yang lebih kuat dan bersatu. Dan bukankah dunia yang penuh warna

 jauh lebih menarik daripada dunia yang seragam dan membosankan

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun