Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Selalu Mengingat Para Guru Hebat: Sebuah Testimoni

25 November 2021   11:58 Diperbarui: 25 November 2021   13:13 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: Dokumentasi Nanik Setiawan

Namun, karena disiplin yang diterapkan Pak Toyibi itulah, saya jadi mengerti bagaimana teknik menggambar, cara bernyanyi, dan cara memainkan piano. Waktu SMP saya terpilih menjadi anggota paduan suara yang bertugas untuk upacara hari Senin dan upacara resmi kenegaraan di lapangan kecamatan.

Pengalaman menjadi anggota paduan suara merupakan pengalaman yang cukup berharga. Bukan hanya karena saya dan kawan-kawan bisa belajar menyanyi dengan baik dan benar, tetapi juga melatih rasa percaya diri untuk tampil di hadapan publik.

Pak Abdul Rahman menjadi guru yang tidak hanya cakap mengajarkan IPS, tetapi juga sosok yang ikut memperjuangkan pendidikan saya. Setelah lulus SMP (tahun 1993) dengan NEM (Nilai Ebtanas Murni) yang lumayan tinggi, saya masih belum tahu harus melanjutkan ke SMA mana.

Dengan sepeda motornya, beliau mengantarkan saya mendaftar ke SMAN Sukodadi. Ternyata, karena NEM saya lumayan tinggi, saya dipersilahkan juga mendaftar di SMAN Negeri 1 Lamongan karena masih menggunakan sistem rayon. Pak Dul, demikian saya memanggil beliau, menyetujui tawaran tersebut dan saya pun akhirnya mendaftar dan diterima di SMAN 1 Lamongan.

Apa yang bisa saya ingat dari masa SMP adalah strategi guru kelas untuk membiasakan para siswa disiplin dan bekerjasama. Setiap hari para siswa secara bergiliran harus menjalankan piket untuk membersihkan ruang kelas dan lantai depan. Selain itu, para siswa juga menanam dan merawat tanaman di taman depan kelas.

Partisipasi dalam lomba antarkelas setelah ujian semester atau dalam rangka memperingati hari-hari nasional dan hari besar agama juga menanamkan semangat gotong-royong. Para siswa berlatih dan bekerjasama dengan riang gembira, meskipun terkadang menyisakan konflik. Namun, semua lebur ketika kami saling mendukung dalam pelaksanaan lomba.

Di masa-masa SMP itulah saya mendapatkan bekal pengetahuan yang lebih mumpuni dari para guru yang selalu bijak dan gembira di depan kelas. Kegembiraan dan kesiapan dalam mentransfer pengetahuan kepada peserta didik itulah yang menjadi pelajaran berharga untuk proses berpengetahuan yang memberdayakan.

MASA-MASA SMA

Sebagai remaja dari sebuah dusun yang berjarak sekira 18,5 KM dari kota Lamongan, saya selalau mengingat masa-masa SMA (1993-1996) dengan penuh bahagia, meskipun banyak permasalahan yang terjadi.

Perjumpaan dengan para siswa dari kecamatan yang berbeda dan para guru dengan wawasan keilmuan luar biasa, menjadikan saya begitu gembira menjalani proses belajar di SMA. Keberagaman cara pandang dan pengetahuan serta metode pembelajaran di ruang dan di luar kelas menjadi orkestra indah yang selalu melekat dalam ingatan.

Pada saat kelas 1, saya menjalani masa transisi di beberapa bulan awal dengan gembiran sekaligus deg-degan. Bukan karena persoalan cinta monyet, tetapi seringkali muncul rasa was-was soal kemampuan saya. Namun, para guru dari berbagai bidang ilmu memastikan proses transisi tersebut bisa saya lewati. Dan, pada saat kenaikan kelas, nilai saya tidak mengecewakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun