Mohon tunggu...
DEFRIKAM T
DEFRIKAM T Mohon Tunggu... Beragama jangan bodoh

Sai burju ma ho, rasirasa mate

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

MBG ini, tepat nggak sih?

23 September 2025   16:18 Diperbarui: 22 September 2025   16:52 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia masih punya dua masalah besar: kurang gizi dan pendidikan yang belum merata. Pemerintah punya rencana baik dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan menganggarkan dana besar, Rp171 triliun, untuk mengatasi gizi. Tapi, saya jadi berpikir, apa jadinya kalau uang sebanyak itu dipakai untuk pendidikan?

Saya pribadi lebih percaya kalau pendidikan itu pondasi utama kemajuan bangsa. Mari kita bandingkan.

Perbandingan Sederhana: Biaya Pendidikan vs. Dana MBG

Dana MBG yang Rp171 triliun itu jumlahnya luar biasa besar. Program ini memang untuk tujuan mulia, yaitu agar anak-anak Indonesia sehat dan tidak kekurangan gizi. Tapi, coba kita hitung-hitungan sedikit.

Di Jakarta, banyak universitas swasta terkenal yang biayanya mahal, seperti Universitas Pelita Harapan (UPH) dan BINUS University. Rata-rata biaya kuliah sampai lulus di sana (untuk jurusan umum, bukan kedokteran) sekitar Rp200 juta sampai Rp220 juta.

Nah, kalau dana Rp171 triliun itu dipakai untuk beasiswa kuliah penuh, begini hasilnya:

  • Untuk kuliah di UPH: Rp171 triliun dibagi Rp200 juta, hasilnya 855.000 mahasiswa.
  • Untuk kuliah di BINUS: Rp171 triliun dibagi Rp220 juta, hasilnya 777.000 mahasiswa.

Coba bayangkan, uang yang cuma untuk makan gratis bisa membiayai hampir satu juta mahasiswa di kampus-kampus swasta top sampai mereka lulus! Ini angka yang bikin kita mikir ulang, kan?

Bantuan Jangka Pendek vs. Investasi Jangka Panjang

Tentu saja, ada yang bilang masalah gizi itu harus cepat diselesaikan, sedangkan pendidikan adalah urusan jangka panjang. Tapi, dua hal ini sebenarnya saling berkaitan.

Orang yang berpendidikan tinggi tidak hanya pintar, tapi juga lebih peduli. Mereka akan mengerti pentingnya makan sehat, kebersihan, dan kesehatan. Mereka bisa jadi contoh di keluarga dan lingkungan, dan akhirnya membuat masyarakat jadi lebih sadar gizi secara alami.

Program makan gratis memang bagus, tapi sifatnya sementara. Setelah programnya selesai, masalah gizi bisa muncul lagi kalau tidak ada perubahan pola pikir. Sementara itu, pendidikan adalah bekal seumur hidup. Lulusan kuliah akan punya pekerjaan yang lebih baik, penghasilan lebih tinggi, dan bisa ikut membangun ekonomi negara.

Kesimpulan: Lebih Baik Mengangkat Martabat Lewat Pendidikan

Anggaran Rp171 triliun untuk program makan gratis menunjukkan prioritas pemerintah. Tapi, kita harus bertanya: apakah ini langkah terbaik untuk masa depan?

Membangun bangsa tidak cukup dengan memberi makan. Kita juga harus memberi ilmu. Dengan membiayai ratusan ribu anak muda untuk kuliah, kita tidak hanya meningkatkan taraf hidup mereka, tapi juga menciptakan pondasi yang kuat untuk kemajuan di berbagai bidang.

Pendidikan yang baik akan melahirkan generasi yang lebih pintar, kreatif, dan peduli. Ini adalah investasi yang hasilnya akan berlipat ganda, bukan hanya kesehatan fisik, tapi juga kecerdasan bangsa. Jadi, menurut saya, mengalihkan dana ini untuk pendidikan akan jadi pilihan yang lebih bijak dan berani untuk Indonesia

Hanya mencoba mikir. Jangan lihat output, tapi lihatlah outcomes-nya! Itu aja!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun