Indonesia masih punya dua masalah besar: kurang gizi dan pendidikan yang belum merata. Pemerintah punya rencana baik dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG) dan menganggarkan dana besar, Rp171 triliun, untuk mengatasi gizi. Tapi, saya jadi berpikir, apa jadinya kalau uang sebanyak itu dipakai untuk pendidikan?
Saya pribadi lebih percaya kalau pendidikan itu pondasi utama kemajuan bangsa. Mari kita bandingkan.
Perbandingan Sederhana: Biaya Pendidikan vs. Dana MBG
Dana MBG yang Rp171 triliun itu jumlahnya luar biasa besar. Program ini memang untuk tujuan mulia, yaitu agar anak-anak Indonesia sehat dan tidak kekurangan gizi. Tapi, coba kita hitung-hitungan sedikit.
Di Jakarta, banyak universitas swasta terkenal yang biayanya mahal, seperti Universitas Pelita Harapan (UPH) dan BINUS University. Rata-rata biaya kuliah sampai lulus di sana (untuk jurusan umum, bukan kedokteran) sekitar Rp200 juta sampai Rp220 juta.
Nah, kalau dana Rp171 triliun itu dipakai untuk beasiswa kuliah penuh, begini hasilnya:
- Untuk kuliah di UPH: Rp171 triliun dibagi Rp200 juta, hasilnya 855.000 mahasiswa.
- Untuk kuliah di BINUS: Rp171 triliun dibagi Rp220 juta, hasilnya 777.000 mahasiswa.
Coba bayangkan, uang yang cuma untuk makan gratis bisa membiayai hampir satu juta mahasiswa di kampus-kampus swasta top sampai mereka lulus! Ini angka yang bikin kita mikir ulang, kan?
Bantuan Jangka Pendek vs. Investasi Jangka Panjang
Tentu saja, ada yang bilang masalah gizi itu harus cepat diselesaikan, sedangkan pendidikan adalah urusan jangka panjang. Tapi, dua hal ini sebenarnya saling berkaitan.
Orang yang berpendidikan tinggi tidak hanya pintar, tapi juga lebih peduli. Mereka akan mengerti pentingnya makan sehat, kebersihan, dan kesehatan. Mereka bisa jadi contoh di keluarga dan lingkungan, dan akhirnya membuat masyarakat jadi lebih sadar gizi secara alami.