Mohon tunggu...
Dee Shadow
Dee Shadow Mohon Tunggu... -

Esse est percipi (to be is to be perceived) - George Berkeley

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Surga dan Pesta Seks

19 Juli 2017   08:56 Diperbarui: 19 Juli 2017   16:33 6364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kenikmatan seksual sebagai salah satu narasi deskriptif surga juga harus dimaknai dengan struktur yang sama. Setidaknya menjadi "kenikmatan seksual". Tanpa itu, sebuah pernyataan sikap bisa saja disebut dengan gegabah. Karena kekekalan harus lepas dari hukum kusalitas, dan dengan sendirinya hukum ruang dan waktu, maka "kenikmatan seksual" juga harus dimaknai seperti itu.                                                      

 Pertanyaan berikutnya, yang menggelitik atau dalam sebuah titik  tertentu justru mungkin membuat kita tersenyum adalah bagaimana memaknai kenikmatan seksual tanpa atribut kausalitas (ruang dan waktu) karena kenikmatan korporeal itu harus diikatkan dengan atribut kausalitas.

Anda menikmati sarapan Anda pagi tadi karena Anda merasa lapar setelah bangun tidur.  Perilaku seksual seseorang tentu saja muncul karena ada kebutuhan. Perilaku adalah akibat, kebutuhan adalah sebab.  Apa yang akan terjadi, jika kausalitas  dihilangkan untuk memenuhi persyaratan kekekalan? Itulah dasar aksioma diatas.

Sebab akibat itu lah yang mendasari psikoanalisa Freudian. Id sebagai sebab mendorong perilaku seseorang yang akan dibatasi (ditahan) pemenuhannya oleh superego sehingga muncul ego (identitas diri). Ketika berada di halaman yang sepi, Anda ingin sekali mencium kekasih Anda (id), tetapi norma sosial atau ajaran agama sebagai  struktur sosial (superego) membatasi perilaku Anda sehingga Anda hanya merangkul kekasih Anda yang menjadi identitas personal Anda (ego).

Itulah mengapa pesta seks harus diberikan tanda kutip karena pernyataan bahwa di surga apa yang ditahan-tahan di dunia akan diperbolehkan menjadi kehilangan legitimasinya untuk menjaga legitimasi kekekalan yang tidak boleh diikat dengan contingency seperti hubungan kausalitas, ruang dan waktu. Sebaliknya konsep "yang ditahan-tahan" tersebut membutuhkan hubungan kausalitas seperti yang ditampilkan oleh konsep psikoanalisa di atas.

Sehingga "pesta seks" itu bukan pesta seks karena telah kehilangan atribut-atribut utamanya. Bagaimana Anda menyebut seekor hewan sebagai kucing jika dia telah kehilangan aktribut-atribut utamanya. Perhatikan di  sini  bahwa Anda tidak hanya kehilangan atribut aksidensial, seperti warna bulu, panjang pendeknya ekor, lebar panjangnya wajah. Anda kehilangan atribut utama!

Jadi detail surga kehilangan legitimasinya selama dan hanya jika entitas tersebut dipahami dalam sudut pandang imanen korporeal. Legitimasi surga berada dalam konsep transenden tentang pembalasan atau hubungan reflektif antara wilayah imanen dan transenden dalam konsep kekekalan. Dan setiap detailnya dengan sendirinya masuk ke dalam wilayah transenden dan kelogisannya hanya terletak pada argumentasi ontologi yang mempersyaratkan hubungan kausalitas.

Pada poin ini, dalam wilayah filsafat metafisik lanjut, akan muncul pertanyaan "Apakah argumentasi ontologi itu perlu dan dibutuhkan, bagaimana dengan okasionalisme (atomik) yang tidak membutuhkan ontologi dan hubungan kausalitas?"

........Dan persoalannya menjadi semakin pelik.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                               

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun