Mohon tunggu...
Dee Shadow
Dee Shadow Mohon Tunggu... -

Esse est percipi (to be is to be perceived) - George Berkeley

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kesesatan Berpikir dalam Memahami Vonis Jessica

31 Oktober 2016   07:20 Diperbarui: 31 Oktober 2016   19:28 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: KOMPAS.com / KRISTIANTO PURNOMO

Di sinilah kekekeliruan fatal penggunaan dikotomi rasionalisme vs empirisme dalam sidang Jessica. Begitu fatalnya hingga, jika dipandang tidak terlalu berlebihan, bisa dikatakan kesesatan berpikir.

Jadi persoalannya terletak di mana? Jelas bukan pada konflik lama rasionalisme dan empirisme yang tidak begitu dipedulikan oleh pengikut Imannuel Kant. Persoalannya terletak bagaimana kita mengartikan kebenaran dalam proposisi bahwa benar Jessica membunuh dengan menggunakan racun, apakah kita menggunakan pendekatan korespondensi atau koheren.

Pendekatan korespondensi akan memunculkan dalil bahwa P benar jika dan hanya jika berhubungan langsung (mencerminkan) fakta. Dalam pendekatan koheren, klaim kebenaran bisa ditarik dari korelasi elemen-elemen yang membentuk klaim kebenaran. Karena pendekatan koheren terasa kental dalam vonis Jessica maka selanjutnya fokus pembahasan akan diarahkan ke pendekatan kebenaran koheren melalui beberapa analogi

Klaim kebenaran seseorang yang mengatakan ada kuda loreng menari-nari di tengah jalan bisa dibuktikan bahwa: 

a. Memang benar terdapat populasi kuda di daerah tersebut dan memang benar diantaranya berwarna loreng. 

b. Memang benar bahwa kuda sering lewat di jalan tersebut. 

c. Memang benar bahwa gerakan kuda tertentu bisa dihubungkan dengan konotasi menari. Tetapi klaim kebenaran tersebut mungkin akan runtuh jika ada d.

d. Memang benar bahwa tidak ada saksi mata selain orang itu yang melihat ada kuda yang menari-nari di jalan tersebut.

Menurut penulis tidak adanya bukti langsung (direct evidence) dalam persidangan Jessica memaksa JPU dan Majelis hakim untuk menggunakan pendekatan koheren dengan menggunakan bukti-bukti tidak langsung (circumstantial evidence) untuk menampilkan kebenaran mulai dari wilayah pinggir (periferal) sehingga diharapkan bisa dibaca pola yang menampilkan episentrum kebenarannya.

Katakanlah suatu hari Anda mendapatkan paket barang yang dibungkus dalam sebuah kemasan bungkus alat elektronik yang menampilkan merek TV. Dari elemen tersebut, Anda secara langsung akan menarik kesimpulan (lebih jauh baca Hume tentang proses kognitif hubungan antara kesan dan ide). Kesimpulan Anda semakin diperkuat oleh keterangan adik Anda yang mengatakan bahwa pengantarnya memakai seragam toko elektronik terkenal di kota Anda.

Begitu kuatnya kesimpulan Anda sehingga Anda tidak menanyakan nama si pengirim dan mengambil simpulan bahwa isinya adalah TV karena sebelumnya Anda ikut undian berhadiah di toko tersebut. Tidak akan ada persoalan jika Anda bisa segera membuka paket tersebut (direct evidence). Tetapi akan menjadi persoalan jika untuk membuka paket tersebut Anda harus menunggu si pengirimnya datang kembali seperti pesan yang disampaikan pada adik Anda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun