Ramadan memang akan segera pergi, tapi tak ada salahnya jika saya bercerita tradisi jelang ramadan yang biasanya dilakukan di tempat tinggal saya. Saat jelang Ramadan, masyarakat Surabaya menggelar acara megengan.
Megengan
Ramadan selalu disambut dengan meriah oleh umat Islam. Di Jawa Timur, khusunya di Surabaya ada tradisi Megengan, tradisi khusus untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadan. Megengan merupakan tradisi unik karena tradisi ini tidak dijumpai di daerah lain.
Menurut akademisi Universitas Islam Negeri (UIN)Â Surabaya Prof. Dr. Nur Syam, Megengan didefinisikan sebagai upacara selamatan ala kadarnya untuk menyambut bulan yang suci dan khusus. Sampai saat ini, tidak diketahui pasti siapa yang pertama kali memulai atau menciptakan tradisi Megengan.
Megengan Wujud Akulturasi Budaya
Tradisi Megengan diduga kuat diciptakan oleh Sunan Kalijaga. Kendatipun demikian, sampai sekarang belum ada bukti historis yang menunjukkan hal itu. Tetapi dugaan ini cukup berdasar. Pasalnya kreasi-kreasi yang menyangkut tradisi akulturasi antara Islam dan Jawa memang kerap berasal dari pemikiran Sunan Kalijaga.
Selamatan sudah menjadi tradisi di Jawa jauh sebelum agama Islam masuk ke Indonesia. Namun, dalam Megengan, selamatan juga dibarengi dengan kegiatan doa bersama. Jadilah Megengan merupakan salah satu wujud konkret akulturasi antara budaya Jawa dengan ajaran Islam.
Filosofi Megengan
Megengan tak sekadar tradisi menyambut Ramadan. Megengngab punya filosofi tersendiri bagi masyarakat Surabaya.
Megengan bisa berarti menahan. Dalam konteks bulan Ramadan, Megengan berarti menahan hawa nafsu yang terkait dengan makan, minum, berhubungan seksual, dan lain sebagainya. Tradisi Megengan bisa menjadi penanda bagi umat Islam untuk melakukan persiapan khusus menjelang datangnya bulan suci Ramadan.
Diketahui bersama, Islam memang sangat menganjurkan kaumnya untuk menahan nafsu. Dalam kehidupan sehari-hari manusia memang tidak bisa dilepaskan dari nafsu, seperti nafsu makan, nafsu biologis, dan lain sebagainya. Tetapi apabila nafsu itu tidak dikendalikan, justru bisa menjerumuskan manusia ke lembah kenistaan.
Kue Apem
Saat megengan ada satu kuliner yang tak boleh dilewatkan. Kue apem menjadi kuliner khas wajib saat megengan.
Kue apem sendiri memiliki makna yang mendalam. Apem berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu afwan yang berarti ampunan atau maaf.
Kue Apem menjadi simbol untuk memohon ampun kepada Allah atas segala perbuatan yang dilakukan selama setahun lalu. Dengan demikian, masyarakat diharapkan dapat menarik pelajaran dari kue Apem.
Sebelum makanan dan kue Apem dibagikan, jamaah Megengan biasanya terlebih dahulu membaca tahlil dan istighosah. Harapannya, supaya dalam menjalani ibadah puasa Ramadan mereka tenang dan lapang dada karena Allah SWT sudah memaafkan dosa yang mereka perbuat.
Megengan Online
Biasanya jelang Ramadan banyak masjid yang menggelar acara megengan bersama. Banyak jamaah berkumpul untuk membaca doa dan tahlil sambut Ramadan.
Namun pandemi covid 19 ini ikut mengubah tata cara pelaksanaan megengan. Demi meredam menyebarnya virus corona, megengan dirayakan secara online.
Megengan online ini adalah himbauan dari Ibu Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawangsa. Tahun ini masjid-masjid besar di Surabaya banyak yang melakukan megengan secara online.
Masyarakat bisa membaca doa bersama di rumah masing-masing. Tentu kehadiran kue apem tetap ada. Kue apem bisa dibagikan kepada tetangga sekitar. Biasanya juga diikuti oleh makanan lainnya. Seperti pisang susu atau pisang ambon. Hantaran megengan tetangga biasanya ditambah roti kukus, lemper, donat, dan kue lapis. Bahkan ada pula yang dilengkapi dengan nasi kotak. Pembagian hantaran megengan tetap bisa dilakukan, tentunya dengan tetap melakukan phisycal distancing.