Mohon tunggu...
Dian Kusumawardani
Dian Kusumawardani Mohon Tunggu... Freelancer - Haloo, saya adalah seorang ibu rumah tangga profesional. Bekerja paruh waktu sebagai pengajar Sosiologi dan Sejarah di BKB Nurul Fikri. Juga suka menulis dan sudah menghasilkan 6 buku antologi dan 1 buku solo. Saya juga seorang konselor laktasi dan blogger.

Home Educator Omah Rame, Pengajar di BKB Nurul Fikri, Konselor Laktasi, Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Zonasi dan Masa Depan Bimbel di Indonesia

12 Juli 2019   16:27 Diperbarui: 12 Juli 2019   16:27 2770
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zonasi dan Bimbel | Shutterstock

Hiruk pikuk PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru) mungkin sudah selesai. Mengingat bulan juli ini sudah akan berjalan tahun ajaran baru. Sebulan yang lalu, zonasi menjadi buah bibir dismasyarakat. Awalnya saya tak ingin banyak berkomentar. Namu saya mulai tergelitik untuk ikut berkomentar setelah ada pandangan di masyarakat bahwa sistem zonasi ini pada akhirnya akan memberangus keberadaan bimbel di Indonesia. Wah benarkah seperti itu? Benarkah zonasi mengancam masa depan bimbel di Indonesia?

Tentang Zonasi

Sebenarnya sistem zonasi bukan hal yang baru. Di Indonesia zonasi mulai diberlakukan pada tahun lalu.
Zonasi diterapkan berdasarkan Permendikbud No.51/2018 tentang penerimaan peserta didik baru tahun ajaran 2019/2020.

Melalui zonasi calon peserta didik diharuskan untuk menempuh pendidikan di sekolah yang memiliki radius terdekat dari tempat tinggalnya masing-masing. Jarak tempat tinggal terdekat  ini dihitung dari jarak tempuh dari Kantor Desa/Kelurahan menuju ke sekolah.

Beberapa aturan penerimaan PPDB dengan sistem zonasi ini antara lain jika jarak tempat tinggal sama, maka yang diprioritaskan adalah calon peserta didik yang mendaftar lebih awal. Calon pserta didik bisa memiliki opsi maksimal tiga sekolah, dengan catatan sekolah tersebut masih memiliki slot siswa dan berada dalam wilayah zonasi siswa tersebut.

Dalam sistem zonasi, meskipun jarak menjadi pertimbangan terbesar dan memiliki kuota paling besar dari semua jalur PPDB, masih ada pertimbangan-pertimbangan lain yang digunakan untuk masuk sekolah negeri.

Sistem zonasi dilakukan dengan cara pemeringkatan, yang berbeda-beda di setiap provinsi. Akan tetapi, umumnya, pemeringkatan untuk jalur zonasi dilakukan dengan jarak, nilai UN, usia peserta didik, dan waktu mendaftar.

Sebagai contoh,  PPDB SMA di Jawa Timur seleksi dilakukan berdasarkan pada pemeringkatan berdasarkan zona dengan kuota sebesar 50 persen, yaitu pemeringkatan yang berdasarkan jarak tempat tinggal dalam zona dengan sekolah yang dipilih.

Jika jarak sama, maka pemeringkatan berdasarkan nilai Ujian Nasional dan waktu pendaftaran.

Pemeringkatan berdasarkan nilai UN dengan kuota sebesar 20 persen, pemeringkatannya berdasarkan nilai UN. Jika terdapat kesamaan nilai, maka diperingkat berdasarkan urutan nilai mata pelajaran Bahasa Indonesia, IPA, Matematika, dan Bahasa Inggris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun