Kado Ulang Tahun TNI: Kembali ke Barak Demi Profesionalisme TNI
Oleh: Abu Rosyid
Setiap tanggal 5 Oktober, kita selalu memberi tepuk tangan dan hormat kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang lahir dari rahim sejarah perjuangan bangsa. Tahun ini, TNI genap berusia 79 tahun dengan tema "TNI Prima, TNI Rakyat, Indonesia Maju."
Tema ini menggema indah, namun di baliknya ada pertanyaan mendasar yang harus dijawab dengan jujur: apakah TNI hari ini masih berada di rel profesionalisme sebagai kekuatan pertahanan negara?
Jika kita jujur, jawabannya: belum sepenuhnya.
Tugas Pokok TNI: Pertahanan Negara, Bukan Segalanya
Konstitusi sudah sangat jelas. Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 menegaskan bahwa TNI bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan serta kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang TNI pun merinci fungsi pokok ini: melakukan operasi militer untuk perang (OMP) dan operasi militer selain perang (OMSP) dalam kerangka pertahanan negara.
Namun, realitas di lapangan kini menunjukkan gejala penyimpangan fungsi. Di luar medan tempur, TNI kini sibuk mengurusi urusan yang sejatinya bukan domainnya: mengelola pertanian, peternakan, perkebunan, pertambangan, bahkan terlibat dalam urusan hukum, patroli sipil, hingga kegiatan ekonomi.
Pertanyaannya: apakah ini wajah militer profesional abad ke-21?
Apakah inilah yang dimaksud dengan "TNI Prima"?
Ketika Loreng Turun ke Sawah: Tanda Bahaya Degradasi Profesionalisme
Militer yang profesional adalah militer yang fokus pada satu hal: pertahanan negara.
Ketika prajurit berseragam loreng mulai memegang cangkul, mengelola sapi, atau mengurus tambang, itu pertanda pergeseran jati diri. TNI yang seharusnya menjadi tameng kedaulatan kini larut dalam urusan-urusan sipil yang sudah ada lembaga dan ahlinya.
Ada Kementerian Pertanian untuk urusan pangan. Ada Kementerian ESDM untuk tambang. Ada aparat penegak hukum untuk urusan kejahatan. Mengapa TNI harus nimbrung ke semua?