Mohon tunggu...
Dedy Gunawan
Dedy Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Suami dari seorang istri yang luar biasa dan ayah dari dua anak hebat.

Penulis, blogger, jurnalis, senimanmacro, fotografer, penikmat kuliner, traveler, guru, pelatih menulis, dan penyuka segala jenis musik.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Belawan dan Putus Sekolah

22 Desember 2021   13:51 Diperbarui: 22 Desember 2021   13:54 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tahun '80-an, anak-anak muda nongkrong di kedai-kedai. Mereka merokok sambil nongkrong ditemani kamput (sejenis bir). Itu gambaran di Belawan. 

Hari ini, yang terjadi jauh lebih dramatis. Bukan lagi hanya anak muda, melainkan remaja tanggung yang doyan tawuran, ngelem dan banyak diantara mereka yang terjerumus menjadi bajing loncat, terjebak praktik perkawinan anak dan perjudian.

Semua masalah sosial itu dipicu oleh putus sekolah. Anak-anak yang "terputus" dari dunia pendidikan itu, ketika tidak mendapatkan perhatian, bimbingan, dampingan dan panutan di rumah, pada akhirnya mereka terkontaminasi oleh lingkungan yang buruk.

Mungkin bagi banyak orang, Belawan hanya identik dengan sebagai pusat kuliner, seafood terenak di Medan. Ada Pelabuhan skala Internasional, juga dikelilingi banyak pabrik dan industri, serta terhubung dengan jantung kota Medan oleh jalur kereta api dan bus trans metro deli. 

Tetapi di balik gemerlap Belawan, terselib banyak cerita pilu. 15.000 Kepala Keluarga warga miskin, 1.500 anak putus sekolah. Angka-angka ini bukan sebatas data statistik, tetapi menyangkut ratusan ribu nyawa anak manusia, menyangkut masa depan ribuan anak-anak muda.

Boleh saja, Pemerintah Kota Medan gencar membangun infrastruktur, tetapi upaya itu tidak cukup berarti untuk menyelamatkan masa depan 1500 anak-anak putus sekolah di Belawan. Entah mengapa pula, selama bertahun-tahun, setiap kali musim pemilu, Belawan dan seluruh kawasan Medan Utara kerap dimanfaafkan sebagai "jualan politik" untuk meraup suara. Tetapi setelah menjabat, nasib anak-anak Belawan yang putus sekolah tidak banyak berubah.

Mata rantai kemiskinan, angka putus sekolah, rendahnya pendidikan para orangtua di Belawan, menjadi persoalan besae yang harus diselesaikan. Memutus persoalan sosial di sana tidak akan berhasil jika pemerintah tidak memperbaiki faktor sumber daya manusianya.

Kita tentu akan terus menemukan banyak kisah dramatis seperti dialami, S, SA dan AD, tiga remaja perempuan yang menjadi korban perkawinan anak. Tiga remaja perempuan ini harus menelan kenyataan pahit, hamil di usia 14 tahun, setiap hari mengalami kekerasan dalam rumah tangga (baik fisik, psikis maupun kekerasa  verbal). 

Kita juga akan senantiasa menemukan kisah tragis seperti FA, remaja yang tewas terlindas truk saat mencuri pakan dari pelabuhan, atau NA  remaja yang nyaris lumpuh karena kakinya patah saat melompat dari truk ketika mencuri jagung. FA dan NA, dua contoh nyata remaja yang menjadi bajing loncat karena mereka terputus dari dunia sekolah.

Fakta-fakta miris itu saya tulis dalam buku berjudul "Belawan, Menyelamatkan Anak dari Ancaman Putus Sekolah", yang Selasa (21/12/2021) kemarin baru diluncurkan di Kafe Seafood Bang Tamrin, Belawan.

Di buku ini, saya menyajikan beragam kisah tentang anak-anak di Belawan yang menjalani kehidupan yang tragis setelah mereka putus sekolah. Ada yang terlibat praktik perkawinan anak, pencurian, prostitusi, tawuran, narkotika dan kejahatan sosial lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun