Mohon tunggu...
Dedy Padang
Dedy Padang Mohon Tunggu... Orang Biasa

Sedang berjuang menjadikan kegiatan menulis sebagai sarana yang sangat baik untuk menenangkan diri dan tidak tertutup kemungkinan orang lain pula.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Halangan Nikah Hubungan Semenda (Affinitas) Menurut Kanon 1092 KHK 1983

7 Juli 2020   11:44 Diperbarui: 7 Juli 2020   11:52 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dikatakan walaupun tidak consumatum hubungan semenda tersebut tetap terjadi karena pernikahannya sah atau sudah ratum. Ratum artinya telah diratifikasi atau ditandatangani atau pernikahannya telah disahkan di atas kertas nikah dan dicatat dalam akte nikah. Pernikahan yang demikian, yang meskipun masih ratum dan belum consumatum, adalah sah menurut kanonik.

3. Yang Menjadi Halangan

Semenda berarti pertalian kekeluargaan karena perkawinan dengan anggota suatu keluarga, jika dipandang dari keluarga itu. Semenda (affinitas) berdasarkan perkawinan yang sah antara suami dengan persaudaraan darah istri, atau dengan persaudaraan darah suaminya. Tingkat dan garis persaudaraan darah adalah tingkat dan garis persaudaraan ipar untuk suami/istri. Perkawinan antara dua orang yang memiliki hubungan semenda (ipar) garis lurus terhalang oleh hubungan darah tersebut.[7]  

Terkait dengan halangan perkawinan karena hubungan semenda (affinitas), kanon 1092 kodeks 1983 menuliskan demikian: "Hubungan semenda dalam garis lurus menggagalkan perkawinan dalam tingkat manapun". 

Dari isi kanon tersebut dapat dimengerti bahwa yang menjadi halangan nikah dalam hubungan ini ialah hubungan garis lurus di semua tingkat. Landasan kanon ini pada dasarnya didasarkan pada fakta bahwa hubungan perkawinan tidak hanya bergabung dengan pasangan sebagai individu, tetapi juga memperkenalkan masing-masing pasangan ke dalam keluarga yang lain. 

Oleh karena itu tidak terkait dengan prokreasi, tetapi pada prinsipnya terkait dengan konjugitas, khususnya dengan kondisi sebagai pasangan. Hal ini diperkuat dengan dua alasan berikut: pertama terletak pada kenyataan bahwa hubungan dalam kehidupan keluarga adalah spesifik dan berbeda dari hubungan perkawinan. 

Kedua adalah bahwa inklusi dalam suatu keluarga mengasumsikan penggabungan ke dalam suatu sistem hubungan yang terjalin di antara para anggotanya, yang dibentuk dengan saling berpartisipasi dalam keintiman dalam suasana kealamian dan kepercayaan.[8] Misalnya, mertua dengan menantu, anak tiri dengan ibu tiri. Untuk hubungan darah garis menyamping (ipar) kodeks tidak menyatakannya sebagai halangan. Misalnya kakak dengan adik ipar. 

Dalam kodeks 1917 yang menjadi halangan yang menggagalkan kaitannya dengan hubungan semenda ialah garis lurus dalam semua tingkat dan garis menyamping tingkat IV.  Oleh sebab itu, jika suami perempuan meninggal, ia terhalang untuk menikah dengan saudara suaminya atau pun sepupu pertama suaminya.[9]

4. Yang Hendak Dibela

Kanon 109 - 2 kodeks 1983 menuliskan demikian: "Hubungan semenda dihitung demikian sehingga orang yang mempunyai hubungan darah dengan suami merupakan keluarga semenda istri dalam garis dan tingkat yang sama, dan sebaliknya".

Pernikahan semenda membuat si suami memiliki hubungan persaudaraan dengan keluarga istrinya, dan begitu pula sebaliknya. Perkawinan antara dua orang yang memiliki hubungan semenda dilarang oleh Gereja, sebagaimana dirumuskan dalam kanon 1092. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun