Mohon tunggu...
Dedi Irawan
Dedi Irawan Mohon Tunggu... Penulis - The Pessimistic Man

Seorang lelaki pesimis yang bercerita tentang kehidupannya | Find me on Instagram @wilfrededida

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Paradoks Seks dan Cinta: Menggugat Kebucinan Era Modern

13 Januari 2024   20:12 Diperbarui: 15 Januari 2024   08:25 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://unsplash.com/

Dosen filsafat UIN Jakarta, Kusen, Ph.D pernah memberikan contoh mengenai teori ini yang menjadi kontroversi di ruang kelas perkuliahan, terukhusus kepada "mahasiswi". 

Ahli filsafat itu mengatakan, bahwa hubungan seks yang tidak menuntut untuk dinikahi, itulah yang dinamakan "Cinta".

Menurut saya; seks, nafsu dan cinta, merupakan ketiga variabel yang tidak dapat dipisahkan. Ketiganya saling berkaitan satu sama lainnya. Mangkanya banyak istilah seperti, Cinta Satu Malam, Cinta Tanpa Alasan, dan lain sebagainya. Tetapi mengenai cinta itu sendiri jarang sekali dibahas atau menjadi ladang diskusi.

Cinta memang sangat sulit didefinisikan, tetapi lebih sulit lagi jika dipisahkan dengan seks. Arthur Schopenhauer filsuf Jerman, menyatakan bahwa:

Cinta yang didasari hasrat seksual adalah ilusi gairah. Mencintai karena hasrat memacu kita untuk percaya bahwa orang tersebut akan membuat kita bahagia, tapi sayang, itu semua keliru. Alam yang menjebak kita untuk berkembang biak dan perpaduan cinta yang didamba terwujud dalam anak.

Ketika hasrat seksual terpuaskan kita kembali terlempar ke dalam eksistensi kita yang hanya mempertahankan spesies, kalau berhasil membuahi, kalau tidak?


Lalu timbul pertanyaan dari para jomblonisme, apakah cinta merupakan pelarian dari kesendirian dalam sepi?

Ya bisa juga, cintalah pelarian dari kesendirian. Mencintai untuk memuaskan hasrat fisik dan psikologis. Manusia memang sudah dirancang untuk berkembang biak. Namun tanpa cinta yang bergairah, seks tidak memuaskan. Kesenangan cinta, keintiman, dan kehangatan membantu kita melupakan ketakutan atas dunia. Termasuk dari kesendirian untuk terlibat dalam hidup yang terus berubah.

Mari akhiri dengan hal yang lebih positif. Filsuf Perancis, Simone de Beauvoir, menyatakan cinta sebagai hasrat untuk bersatu dengan yang lain dan memberi makna dalam kehidupan. Tetapi, dia tidak memperhatikan alasan mengapa mencintai dirimu dan lebih tertarik dengan bagaimana agar dapat mencintai lebih baik lagi.

Mungkin sebagian melihat keindahan keromantisan dalam cinta yang dapat membuat tertarik untuk menjadi alasan tunggal dalam mencintai. Itu fatal, karena akan membawa dalam ketergantungan dan memicu rasa bosan. Untuk menghindari lubang itu, Beauvoir menyarankan cinta apa adanya, yang lebih mirip persahabatan, yang saling menopang dalam pencarian diri, menggapai impian dan memperkaya jasmani serta rohani mereka bersama.

Tetapi kita mungkin tak akan tahu, alasan mengapa kita mencintai. Apakah kita bisa yakin bahwa cinta seperti roller coaster? Menakutkan dan menyenangkan. Membuat menderita, membuat teriakan dan membuat melambung tinggi. Mungkin kita dapat kehilangan atau bahkan sebaliknya "menemukan" cinta sejati. Mungkin dapat mematahkan hati atau justru menyambung patahan menjadi lebih kuat.

*Dilarang COPAS, Wajib Mengutip Tulisan ini

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun