Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Super Semar Misteri Dibawa Mati

9 Maret 2022   08:38 Diperbarui: 9 Maret 2022   08:51 398
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Apakah sejarah panjang bangsa telah berbelok atau sengaja dibelokkan ? Tak ada kata pasti. Pun demikian para sejarawan negeri ini tak ada yang berkata sepakat. Semua cuma prediksi, hanya kira kira. Lalu lahirlah dugaan dan persangkaan. Buruk sangka bin suudzon bisa jadi, bukan mustahil.

Itulah selembar kertas yang bertuliskan serangkai kata dan kalimat. Namanya Surat Perintah. Mengambil dari momen dibuat dan tanda tanganinya 11 Maret 1966, sohorlah surat itu bernama Surat Perintah 11 Maret. Disingkat orang biar gampang dan simpel menjadi Super Semar.

Secarik kertas itu ternyata telah mengubah warna politik negera bernama Republik Indonesia ini. Sebuah suksesi dinasti telah terjadi. Ibarat kapal berganti nakhoda. Aman aman dan hanya ditandai dengan super yang semar itu. Seorang persiden dan yang diakui pendiri negeri ini, seorang orator, singa podium yang disegani yang sering terdengar mengaum bagai singa melihat darah kambing, telah tumbang.

Tragisnya ia dipecundangi anak bawangnya sendiri. Seorang jendral berpenampilan kalem dan murah senyum. Yang bahkan kemudian mendapatkan julukan "the smiling general". Tenyata si jendral senyum itu galaknya bukan kepalang. Ia akhli strategi perang. Dilindasnya semua kekuatan musuh dengan strateginya yang jitu. Itulah jendral TNI Soeharto. Ia muncul secara seketika dan tidak disangka banyak orang, menyusul pemberontakan G30S PKI 1965.

Situasi kacau pasca kejadian itu memberi peran antara kepadanya sebagai panglima kostrad untuk menguasai negeri ini dan memerintahnya selama 32 tahun. Bukan main, luar biasa. Padahal dia biasa di luar. Syahdan pada tanggal 11 Maret, Presiden RI Soekarno memimpin rapat kabinet di istana. Di luar istana selain mahasiswa yang menuntut mundur bung Karno, juga dilaporkan adanya sederet tentara tak dikenal ikut mengepung istana. Akibatnya presiden segera dilarikan ke istana Bogor.

Belakangan diketahui bahwa tentara itu dari Kostrad yang sangat mungkin disiapkan oleh pangkostrad jendral Suharto sebagai bagian dari strategi perang. Sore harinya tiga orang jendral bintang satu (Amir Mahmud, M.Yusuf dan Basoeki Rachmat) diutus Letjen Soeharto menemui Presiden di istana Bogor.

Konon awalnya terjadi ketegangan antara ketiga utusan dengan presiden berkait dengan permintaan agar jendral Soeharto diberi surat perintah untuk mengatasi keamanan. Bahkan menurut pengakuan seorang pengawal presiden bernama Wilarjito, presiden menanda tangani Surat Perintah itu dalam keadaaan ditodong senjata oleh salah seorang jendral. Wallahu alam perkara itu tak ada konfirmasi keasliannya. Super semar itu belakangan terjadi kontroversi. Konon ada 3 versi SP yang tak jelas otentikanya.

Ada versi dari Setneg, dari Puspen ABRI dan dari Akademi Kebangsaan. Semua itu kini ada di ANRI (Arsif Nasional RI). Tapi yang mengherankan arsif asli SP itu tidak pernah ada. Tidak ada seorangpun pejabat negara dari dulu sampai sekarang yang mengaku pernah melihat asli Super Semar itu. Apakah yang dilaksanakan Soeharto sesuai dengan yang dinginkan presiden Soekarno ? Inilah pangkal masalahnya.

Jendral Soeharto mengklaim surat itu merupakan penyerahan kekuasaan. Karena itu dia langsung tancap gas. Kurang dari 24 jam pasca menerima SP itu, Soeharto langusng membubarkan PKI. Beberapa hari berikutnya ia tangkap 15 mentri yang setia kepada bung Karno. Kejadian ini konon membuat Presiden marah. Bahkan kata adik pak Harto, Probosutedjo, presiden Soekarno mengeluarkan Surat lagi menganulir Super Semar. Sebagai indikasi lain bahwa super semar itu lain yang diperintahkan lain yang dilaksanakan mungkin bisa disimak kemarahan bung Karno tentang itu.

Dalam pidato kenegaraan Agustus 1966 singa podium itu kembali mengaum. "Jangan khianati saya, jangan kentuti saya. Super Semar itu bukan transfer of authority melainkan hanya sebagai surat perintah. Tapi rupanya keadaan sudah tak terkendali. Teriakan sang orator meski melengking setinggi langit tak didengar orang lagi.

Langkah jendral Soeharto sudah keburu jauh. Ia sudah perintahkan tentara memburu orang orang PKI. Konon lebih dari 3 juta orang terbunuh. Sang smiling general tak perduli teriakan orang tentang hak azasi manusia. Ia juga langsung membentuk kabinet. Kemudian dibujuknya MPRS supaya mengesahkan Super Semar menjadi TAP MPRS sebagai bentuk penyerahan kekuasaan. Maka jadilah itu TAP IX/MPRS/1966 menjadi semacam penyerahan kekuasaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun