Mohon tunggu...
dedi s. asikin
dedi s. asikin Mohon Tunggu... Editor - hobi menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

menulis sejak usia muda

Selanjutnya

Tutup

Money

Presiden Infrastruktur

17 Juni 2021   06:38 Diperbarui: 17 Juni 2021   06:52 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Hasrat membangun infrastruktur Presiden Joko Widodo, memang luar biasa. Tak perlu diragukan. Paradigma yang dikembangkannya juga tak bisa disanggah. Rasional dan argumental. Soal realitas mah lihat belakangan saja.  Infrastruktur itu menurut beliau diperlukan paling tidak oleh dua hal. Pertama membuka lapangan kerja dan kedua memacu pertumbuhan ekonomi. Itu benar sekali.

Kalau irigasi dibangun, banyak orang bisa bekerja di situ. Jika irigasi sudah berfungsi produksi, pertanian bisa meningkat. Akan tumbuh komoditas baru, usaha perikanan dan juga mungkin  destinasi wisata dan lain-lain. Ada manfaat ekonomi di situ.

Demikian halnya jika dibangun jalan bebas hambatan, pelabuhan dan bandar udara. Semua kegiatan itu pasti punya efek samping ekonomi bagi para pencari kerja dan pebisnis,  para wira usaha.

Tapi ekonom Heri Firdaus memberi catatan. Pembangunan infrastruktur itu harus terukur. Umumnya jangka waktu proyek proyek itu bertahun jamak. Bangun jalan tol, bandara atau bendungan bisa berpuluh tahun. Jl. tol Pasirkoja Soreang di Jawa Barat memakan wktu  30 tahun. Demikian pun dengan bendung Jatigede di Sumedang butuh waktu lebih dari 30 tahun.

Menurut Firdaus banyak proyek infrastruktur yang kurang membawa manfaat . Itu terjadi karena perhitungan kurang sempurna. Ada juga yang ditopang hanya semangat, bahkan cuma pencitraan doang, seperti proyek LRT Palembang. Proyek yang selesai 2018 dengan biaya Rp.12,5 triliun itu dibangun lebih didorong gengsi semata,  karena akan ada Asian Game.

Demikian halnya dengan Bandara Kertajati di Majalengka Jawa Barat. Sekarang sepi sendiri dan rugi.

Jadi kata Heri lagi, jangan terlalu didera  "syahwat", sehingga over capacity.

Komentar Heri itu segera disanggah Kepala Bappenas waktu itu Bambang Bojonegoro. Kata mas Bambang infrastruktur kita baru 38 % dari Produkt Domestic Bruto (PDB). Bandingkan dengan India yang sudah mencapai 58 %, China 76 persen atau Afrika selatan yang sudah menyentuh angka 87 %.

"Kita masih rendah" kilah Bambang.

Tapi bagi Heri persoalannya harus dilihat juga dari azas manfaat. Sebesar apa dan secepat apa impact proyek itu bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi era Jokowi berkutat diangka 5 %. Jangan pula bicara di musim pandemic, yang terkontraksi minus.

Bukti lain produktivitas konsumsi kita juga tetap rendah. Buktinya kita masih harus mengimpor berbagai jenis barang konsumsi yang ironis dengan negara agraris.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun