Kemarin malam seorang teman di WA Grup Wartawan Kemenag, mengunggah sebuah chating dari seseorang yang mengatasnamakan orang tua murid. Â Â
Semacam surat terbuka. Isinya meminta dengan sangat agar pemerintah segera membuka lagi sekolah tatap muka. Ia cerita tentang negatifnya sistim Pembelajaran Jarak Jauh. Katanya, anaknya tak bisa belajar dengan baik. Terkesan jenuh dan malas belajar. Mungkin juga dia kurang mampu menggunakan teknologi daring. Anak itu juga sering mendesah rindu teman-teman dan guru.
Orang tua itu juga mempertanyakan kenapa pasar, mall, angkutan umum,  kereta api, pesawat bisa berjalan, padahal sama-sama merupakan tempat  kerumunan yang berpotensi menjadi ajang penularan virus corona.
Keluhan itu tentu saja merupakan kenyataan yang dihadapi para orang tua murid. Memang mungkin tidak keseluruhannya demikian. Tapi bisa dianggap mewakili banyak orang.
Sebenarnya pemerintah cq Mendikbud sudah membolehkan belajar tatap muka khusus bagi wilayah zona hijau. Bahkan sudah ada SKB tiga Menteri, Dikbud, Dalam Negeri dan Kesehatan yang merupakan panduan melaksanakan PJJ  itu.  Keputusannya  diberikan kepada daerah dan sekolah. Saya tidak tahu berada di zona apa si pengunggah pernyataan terbuka itu.
Tapi yang pasti, negara atas nama  kesehatan dan keselamatan perserta didik, memang terpaksa harus mengikuti kebijakan negara tentang  pembatasan kegiatan sosial,  menghentikan tanpa batas waktu PTM dan mengganti sementara yang juga tanpa limit waktu, dengan Sistim PJJ ( Pembelajaran Jarak Jauh). Â
Menurut Direktur  Jendral Pendidikan Dasar Mendikbud Jumeri, kebijakan itu menimpa 68 juta orang peserta didik tingkat dasar dan menengah. Mereka terpaksa harus belajar sendirian di rumah. Di samping itu, ada 13 juta guru yang harus mengajar dari rumah.  Angka itu belum ditambah peserta didik yang sedang menimba ilmu di perguruan tinggi.
Di seluruh jagat negeri ini nenurut data UNESCO, ada 1,6 milyar orang yang terpaksa dirumahkan. Itu, 790 % dari jumlah peserta didik di lebih dari 200 negara sejagat raya ini.
Tapi dalam pelaksanaanya sistim itu ternyata banyak membentur tembok dan tidak selancar sebagaimana harapan. Iis Karlis dalam sebuah artikel menyebut di Indonesia ada 4 kendala PJJ :
1. Rendahnya penguasaan teknologi. Banyak siswa bahkan guru yang belum menguasai teknologi handphone android ataupun teknologi daring lainya.
2. Keterbatasan sarana dan prasarana. Tak semua mereka peserta bahkan guru memiliki sarana pembelajaran itu.