Mohon tunggu...
Dede Rudiansah
Dede Rudiansah Mohon Tunggu... Editor - Reporter | Editor | Edukator

Rumah bagi para pembaca, perenung, pencinta kopi, dan para pemimpi yang sempat ingin hidup abadi.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sejarah Sunda Cirebon Bagian 1: Bertemu Rasulullah dan Berdirinya Pedukuhan Cirebon

11 November 2023   16:38 Diperbarui: 12 November 2023   22:51 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Suatu ketika, Pangeran Walangsungsang, Putri Rarasantang, dan Nyi Indangayu mendapatkan petunjuk dari sang guru. Mereka diminta agar bisa belajar Islam ke Sang Nanggo, di gunung Ciangkup. Karena nasihat guru adalah sabda semesta, dengan penuh kerelaan mereka pun akhirnya pergi, memulai perjalanan baru.

Sesampainya di gunung Ciangkup mereka lalu berguru kepada Sang Nanggo. Oleh Sang Nanggo, ketiganya diminta untuk menemui Sang Naga di gunung Kumbang. Pergilah mereka ke gunung kumbang.

Sesampainya di gunung Kumbang mereka lalu berguru kepada Sang Naga. Oleh Sang Naga, ketiganya kembali diminta untuk menemui Sang Bangu di gunung Cangak. Pergilah mereka ke gunung Cangak.

Sesampainya di gunung Cangak mereka lalu berguru kepada Sang Bangu. Oleh Sang Bangu, ketiganya kembali diminta untuk menemui Sang Nurjati di gunung Jati. Sebagaimana sifat para pencari ilmu yang terus haus akan ilmu pengetahuan mereka pun dengan penuh keinsyafan dan kerelaan kembali pergi.

Sesampainya di gunung Jati, ketiganya diterima dengan sangat baik. Mereka lalu berguru kepada Nurjati, belajar tentang agama Islam dan hidup dengan cara Islam di sana. Pangerang Walangsungsang kemudian diberi nama baru oleh Nurjati, Somadullah.

  • Membuka Pedukuhan Baru

Setelah dirasa cukup menuntut ilmu di gunung Jati. Ketiganya kemudian diminta oleh Nurjati untuk bisa membuka pedukuhan baru di sebelah timur. Karena nasihat guru adalah sabda semesta, maka kemudian pergilah mereka ke arah timur.


Sesampainya di Lemah Wungkuk mereka lalu membuka pedukuhan baru dibantu Ki Gedeng Alang-Alang, seorang penduduk di sekitaran Lemah Wungkuk. Oleh Ki Gedeng Alang-Alang, ketiganya lalu diangkat anak. Pangeran Walangsungsang atau Somadullah pun oleh Ki Gedeng Alang-Alang dianugerahi nama baru yakni Cakrabumi.

Pedukuhan baru itu terus mengalami perkembangan, makin banyak orang tinggal di sana, khususnya para nelayan. Orang-orang di sana kemudian mengembangkan olahan makanan berbahan dasar rebon yang ternyata mempunyai cita rasa unik. Pada gilirannya, daerah tersebut pun makin dikenal sebagai daerah pengolahan rebon.

Raja Galuh sebagai penguasa daerah timur tanah parahiyangan mulai mendengar geliat masyarakat di sebelah utara kerajaannya itu. Pihaknya lalu meminta pajak kepada daerah tersebut, berupa olahan rebon sebagai tanda ketundukannya.

Karena Raja Galuh merasa terasih oleh olahan rebon, olahan itu pun akhirnya diberi nama terasi. Cakrabumi menjelaskan bahwa cai rebon (cirebon) atau air dari olahan rebon itu justru bagian yang paling nikmat dari terasi. Setelah mencobanya, Raja Galuh pun menyukainya.

Daerah pengolah terasi itu kemudian mulai dikenal dengan pedukuhan Cirebon. Dimulai dari sanalah, pedukuhan Cirebon mulai diakui eksistensinya oleh kerajaan-kerajaan lain. Kuwu pertama Cirebon adalah Ki Gedeng Alang-Alang. Setelah Ki Gedeng Alang-Alang wafat, jabatan kuwu kemudian dilanjutkan oleh Cakrabumi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun