Mohon tunggu...
Dede Permana
Dede Permana Mohon Tunggu... -

Dede Permana Nugraha, seorang penikmat kehidupan, tinggal di Tunis. Menulislah, katanya, niscaya dunia tau apa yang sedang kau pikirkan. Email : dedepermana@yahoo.com. Face Book : Dede Ahmad Permana

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Mengapa Revolusi di Tunisia Bisa Berlangsung Damai

25 November 2014   18:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:54 497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tadinya saya mau menulis tentang hasil Pemilu Presiden di Tunisia yang baru berlangsung 23 Nopember 2014 kemaren. Mumpung masih hangat dan ramai dibicarakan orang. Dalam tulisan itu saya akan mengaitkan hasil Pemilu – yang dimenangkan oleh partai sekuler - dengan analisa ringan tentang masa depan kehidupan keagamaan dan pendidikan Islam di negeri berpenduduk 99 persen Muslim ini.

Akan tetapi, saat jemari ini mulai menari-nari di atas keyboard laptop, alam pikiran saya menerawang ke sejumlah persoalan yang saya amati jauh sebelum Pemilu, dan sebenarnya melandasi kesuksesan Pemilu itu sendiri, yakni tentang revolusi Tunis(Arab Spring)secara umum.

Mengapa masa transisi dari revolusi menuju demokrasi di Tunisia ini bisa berlangsung secara damai hingga hari ini? Mengapa agenda-agenda politik yang diamanatkan revolusi – termasuk Pemilu 2011 dan 2014 ini - juga berlangsung aman, tanpa banyak kendala besar yang menghalangi. Demikian di antara pertanyaan besar yang mengusik benak saya. Sekaligus juga pertanyaan yang pernah dilontarkan beberapa rekan di tanah air dan belum saya jawab secara tuntas.

***

Masa transisi di Tunisia memang relative stabil, minim – untuk tidak mengatakan tidak ada sama sekali - aksi-aksi kekacauan massa yang menimbulkan pertumpahan darah. Berbeda dengan yang kita saksikan di negeri-negeri revolusi lainnya di Tanah Arab seperti Libya, Mesir, Suriah, atau Yaman. Beberapa factor yang melandasinya adalah :

Pertama, tingkat pendidikan masyarakat yang baik. Sebagaimana pernah saya sampaikan beberapa waktu lalu, bahwa perhatian pemerintah Tunisia untuk sector pendidikan ini sangat luar biasa, 26 persen APBN digelontorkan untuk dunia pendidikan. Buahnya sekarang dinikmati oleh siapapun yang belajar di negeri berpenduduk 11 juta jiwa ini. Wajib belajar SMA sudah berlangsung sejak lama, biaya kuliah murah meriah, profesi guru dan dosen adalah pekerjaan favorit orang Tunis. Di negeri termakmur ketiga di Afrika ini, tidak ada keluhan rakyat soal biaya pendidikan atau biaya kesehatan yang tinggi.

Apa kaitan tingkat pendidikan dengan kemulusan revolusi? Oh, besar sekali. Pendidikan yang baik akan membentuk pola pikir yang lebih rasional dan dewasa. Orang yang berpendidikan baik – terlebih didukung ekonomi yang baik - tidak akan mudah terprovokasi alias dihasut, apalagi untuk ikut-ikutan demo bayaran.

Konstelasi politik di Tunisia sebenarnya terus memanas, sejak Pemilu Oktober 2011 hingga hari ini. Perseteruan antara parpol sekuler melawan parpol Islam nyaris tak henti. Tapi semua itu hanya berlangsung di ruang sidang parlemen, dan kemudian hanya jadi tontonan rakyat saja, tidak berimbas ke kehidupan rakyat. Menurut saya, itu karena rakyat yang berfikir dewasa.

Saya ingat sebuah anekdot obrolan antara mendiang Habib Borguiba – presiden Tunisia yang memerintah tahun 1957-1987 – dengan Muammar Kadafi, pemimpin Libya. Borguiba bertanya, “Mengapa uangmu yang melimpah itu kau habiskan untuk membeli senjata? Bukan untuk pendidikan rakyat?” Kadafi menjawab, “Agar militerku kuat, sehingga saya nanti tidak bisa dikudeta oleh rakyat”. Borguiba menjawab, “Dikudeta oleh rakyat yang berpendidikan, lebih terhormat daripada dikudeta oleh rakyat yang bodoh”.

Wallahu A’lam tentang keabsahansanadcerita ini. akan tetapi, isi obrolan keduanya kini menjadi kenyataan. Keduanya dikudeta. Borguiba dikudeta militer tahun 1987, Kadafi dikudeta rakyat tahun 2011. Bedanya, Kadafi digulingkan secara tidak terhormat, bahkan ia dibunuh rakyatnya sendiri. Hingga hari ini, rakyat Libya terus berseteru, memperebutkan kursi kekuasaan. Sedangkan Borguiba digulingkan melalui proses politik, tanpa pertumpahan darah.

Kedua, para politisi di Tunisia tidak mau ngotot. Sebaliknya, mereka mudah mengalah untuk kepentingan bersama. Hal ini sebagaimana saya tulis dalam catatan berjudul : “Mau Mengalah, Kunci Kemulusan Revolusi Tunis”, beberapa waktu lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun