Mohon tunggu...
Deden Hendrayana
Deden Hendrayana Mohon Tunggu... Akuntan - Karyawan Swasta

Belajar Menulis di kompasiana dan di blog http://dedenhendrayana.com/

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Membangun Komunikasi Akrab dengan Siapapun lewat Paralanguage

25 Juni 2013   08:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:28 1241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernahkan Anda bertemu dengan seseorang yang baru kenal tetapi Anda bisa langsung akrab berkomunikasi dengannya dalam beberapa menit? Seakan-akan, Anda sudah lama mengenal orang itu jauh hari sebelumnya. Atau pada kesempatan lain, pernahkan Anda justru merasa bahwa komunikasi Anda cuma basa-basi saja dengan orang yang baru dikenal meskipun Anda sudah berbicara dengannya lebih dari 10 menit? Hal ini yang kerap kali saya alami. Saya sempat berpikir apakah ini terjadi karena saya kehabisan bahan untuk bicara? Tidak juga ternyata. Suatu penelitian jelas menyatakan bahwa hanya 7% saja kata-kata yang dimaknai oleh lawan bicara kita, 38% sisanya ada di suara kita dan 55% sisanya didominasi oleh bahasa tubuh kita. Bahan bicara menjadi tidak penting kalau kita sudah dekat dengan teman bicara kita. Selama hampir dua minggu ini, saya asyik mencari tahu perihal bagaimana agar kita bisa membangun hubungan komunikasi dengan teman bicara kita dalam waktu singkat. Alhamdulillah, cara itu benar ada. Istilah asingnya dikenal dengan “Rapport”. Mirroring dan Modelling Teknik untuk membangun “Rapport“ dengan cepat adalah mirroring dan modelling. Teknik ini berusaha untuk meniru atau memodel teman bicara kita agar kita bisa masuk dan diterima dalam dunianya karena sudah tercipta suatu sinkronisasi. Tidak perlu susah-susah memahami mirroring dan modelling ini. Coba deh, kita akan kerap kali mencari suatu kesamaan pertama kali berbicara dengan teman bicara yang baru dikenal. Kita biasa akan bertanya perihal asal daerah, tempat tinggal, tempat pekerjaan dan lain sebagainya. Pembicaraan mulai tercipta ketika kita tahu bahwa teman bicara kita ternyata tinggal di daerah yang sama dengan tempat kita tinggal atau berasal dari daerah yang sama dengan kita atau kerja di kawasan yang sama dengan kita. Saat itulah, kita berasa connect dan dengan mudah menjalin komunikasi selanjutnya. Berangkat dari sini, “Rapport” kemudian bisa dibangun lagi dengan beberapa cara. Cara pertama adalah dengan memperhatikan bahasa tubuh teman bicara kita, bagaimana dia duduk, bagaimana dia menggunakan gerak tangan dan bagaimana dia melakukan gerak isyarat lainnya Ini semua kita amati dan pada kesempatan tertentu kita coba lakukan hal yang sama. Anda bisa lihat  seperti gambar diatas. Lakukanlah dengan santai dan tepat guna agar teman bicara tidak merasa kikuh. Cara kedua adalah dengan memperhatikan penggunaan kata dan kalimat teman bicara kita. Bila dia banyak menggunakan kalimat-kalimat teknik maka kita pun bisa menirunya dengan penggunaan kalimat-kalimat teknik atau merepetisi kata-katanya. Bila teman bicara kita hanya menggunakan kalimat-kalimat sederhana, ya kita sesuaikan juga penggunaan kalimat dan pemilihan kata kita yang sederhana saja. Pastinya, kita tidak akan menggunakan kalimat-kalimat teknik yang hanya dimengerti oleh anggota “Dewan yang terhormat”, kalau hanya mau berbicara dengan teman-teman alumni SMP dan SMA kita dong. Salah-salah malah ditertawakan oleh teman-teman kita. Cara pertama sangat efektif bila kita berbicara face to face dengan teman bicara kita karena kita bisa langsung mengamati bahasa tubuh lawan bicara kita. Cara kedua efektif saat berkomunikasi baik face to face ataupun dalam bentuk tulisan. Pertanyaan selanjutnya. Cara apa yang harus kita gunakan bila komunikasi hanya lewat suara saja? Misalkan, by phone atau teleconference tanpa video? Disini baru mulai menarik. Ada cara ketiga yang bisa dilakukan. Bahkan, cara ketiga ini dianggap paling efektif dalam setiap bentuk komunikasi baik itu dalam bentuk tatap muka, tulisan ataupun hanya suara saja. Cara ketiga adalah melakukan mirroring dan modelling terhadap Paralanguage teman bicara kita. Namanya juga Paralanguage. Pasti diatas dan lebih mumpuni. Coba saja kalau saudara-saudara mendengar Paranormal atau Parakomando. Pasti konotasinya adalah mereka yang memiliki kemampuan diatas rata-rata kan. Paralanguage

Paralanguage adalah ilmu bahasa yang mempelajari vocal dari sudut pandang non verbal yakni: volume (keras atau lembut), rate (cepat atau lambat), pitch (tinggi atau rendah), tone dan penekanan vocal. Para orator ulung biasanya menguasai ilmu Paralanguage ini dan selalu mempraktekkannya disetiap waktu saat melakukan orasi. Paralanguage akan memberikan isyarat tertentu sehingga teman bicara bisa mengerti apa sebenarnya pesan yang ingin disampaikan baik tersirat maupun tersurat. Seseorang bisa mengeluarkan kata yang sama, tetapi makna-nya bisa berbeda karena Paralanguage-nya berbeda. Contoh: ketika istri saya memanggil putri kami dengan kata “Alicia…” sudah pasti putri saya dan saya mengerti bahwa istri saya itu sedang memanggilnya dengan mesra. Namun, bedakan bila istri saya memanggilnya dengan “A-LICIA…!!!”, dengan serta merta saya menggangap bahwa istri saya pasti sedang marah. Paralanguage menyakini bahwa seseorang akan berucap dengan intonasi tertentu karena kesesuaian antara pikiran sadar dan bawah sadarnya. Dengan kata lain, ada hubungan antara intonasi vokal dan fisiologi tubuh. Seorang komandan tentara yang sedang memimpin suatu upacara akan bersuara lantang karena saat itu keadaan fisiknya berada dalam posisi siap, tegak dan berdiri sempurna dengan membusungkan dada. Namun, seorang siswa yang mendapat nilai tidak sesuai harapan akan bersuara gementar dan ragu saat berbicara ke orangtuanya dimana sikap tubuhnya saat itu pastilah lesu, menunduk, dan mengharap belas kasihan. Berangkat dari hubungan ini maka kita juga harus memperhatikan Paralanguage teman bicara kita. Lakukan mirroring dan modelling terhadap Paralanguage mereka. Mungkin ini bisa dinamakan dengan berbicara lebih empati. Kita akan berbicara lembut dan tidak tergesa-gesa bila teman bicara kita bicara lembut dan butuh waktu untuk berpikir. Sampai tiba saat teman bicara kita mulai menaikkan volume suaranya maka kita pun bisa melakukan hal yang sama. Perhatikan juga intonasi kalimatnya, karena seperti cerita diatas tadi, kata-kata kadang belum memberikan makna bila belum di sertai intonasi. Dengan memperhatikan isyarat di Paralanguage teman bicara kita, pesan tersirat akan mudah ditangkap oleh kita dan tanggapan bisa diberikan lebih tepat sasaran. Demikian sahabat semua. Ayo kita praktekkan dan silahkan bila ingin men-share dan memberikan komentar tulisan kali ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun