Authors: Deden Sumirat Hidayat, Dyah Ayu Agustiningrum, Yulia Aris Kartika, Andina Ramadhani Putri Pane, Evawaty Sri Ulina, Novi Harun
AI Hadir untuk Xylarium
Integrasi Artificial Intelligence (AI) dalam proses verifikasi koleksi kayu xylarium menandai sebuah langkah maju penting dalam pengelolaan spesimen botani (Gambar 1). Secara historis, xylarium yang merupakan koleksi khusus spesimen kayu terverifikasi telah dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti riset ilmiah, edukasi lingkungan, hingga bidang-bidang khusus seperti kehutanan dan botani. Selama ini, proses verifikasi dan pengatalogan koleksi xylarium dilakukan secara manual, yang memerlukan waktu lama dan berisiko tinggi terhadap kesalahan manusia. Seiring dengan berkembangnya teknologi AI, mulai terjadi pergeseran menuju otomatisasi dalam proses verifikasi spesimen xylarium. Transformasi ini mulai mendapat perhatian serius ketika AI mulai diadopsi di berbagai sektor, termasuk dalam konservasi satwa liar, di mana AI terbukti memiliki potensi besar dalam mengatasi berbagai tantangan penting, salah satunya adalah smart xylarium [1][2].
Dorongan untuk meningkatkan efisiensi operasional membuat penerapan AI dalam verifikasi spesimen menjadi solusi yang menjanjikan untuk meningkatkan akurasi dan kecepatan dalam pengelolaan koleksi. Perkembangan alat-alat AI yang secara khusus dirancang untuk verifikasi data telah membawa peningkatan signifikan dalam proses verifikasi dan koreksi terhadap spesimen yang sebelumnya telah dianotasi secara otomatis. Para pengguna awal teknologi ini melaporkan bahwa proses verifikasi menjadi jauh lebih cepat, terutama ketika tingkat kesalahan pada data rendah, sehingga memungkinkan adanya perbaikan kualitas data secara bertahap [3] (Gambar 1). Tren ini juga sejalan dengan kesadaran yang semakin luas akan pentingnya praktik manajemen data yang lebih baik di dalam koleksi-koleksi biologis, mendorong pendekatan verifikasi spesimen yang lebih canggih dengan menggabungkan keahlian tradisional dan metodologi AI yang mutakhir. Seiring terus berkembangnya teknologi AI, perannya dalam verifikasi koleksi xylarium diperkirakan akan semakin besar, membuka jalan bagi pengelolaan spesimen botani yang lebih efisien serta berkontribusi terhadap upaya pelestarian keanekaragaman hayati [4][5].
Teknologi
Teknologi kecerdasan buatan (AI) kini semakin banyak dimanfaatkan dalam proses verifikasi dan pengelolaan koleksi xylarium, yaitu perpustakaan khusus yang menyimpan berbagai contoh kayu. Beragam teknologi ini mencakup berbagai alat yang dirancang untuk membantu tugas-tugas seperti pengatalogan, analisis, hingga pelestarian spesimen kayu.
Machine Learning (ML) dan Deep Learning menjadi kunci utama dalam meningkatkan efisiensi pengelolaan koleksi xylarium. Teknologi ini memungkinkan analisis terhadap dataset dalam jumlah besar, sehingga dapat menghasilkan wawasan yang seringkali tidak terdeteksi oleh metode statistik konvensional. Misalnya, ML dapat diterapkan untuk klasifikasi cacat (defect classification) dan deteksi objek pada sampel kayu, sehingga membantu identifikasi spesies dan karakteristik kayu secara akurat berdasarkan data visual [3][4]. Dalam konteks ini, algoritma deep learning seperti Convolutional Neural Networks (CNN) sangat efektif untuk klasifikasi gambar dan pengelompokan (clustering) spesimen kayu, karena mampu secara otomatis mempelajari dan mengekstraksi fitur-fitur hierarkis dari citra kayu [5][6].
Teknologi seperti Machine Learning (ML) dan Deep Learning kini menjadi kunci dalam meningkatkan efisiensi identifikasi jenis kayu. Bagi pelaku bisnis kayu, ini sangat bermanfaat karena mampu menganalisis ribuan data dan gambar kayu dengan kecepatan tinggi---sesuatu yang sulit dicapai dengan cara manual atau metode statistik lama. Misalnya, ML bisa digunakan untuk mendeteksi cacat kayu dan mengidentifikasi spesies kayu hanya dari tampilan visualnya [3][4]. Lebih canggih lagi, algoritma Deep Learning seperti Convolutional Neural Networks (CNN) memungkinkan komputer "belajar sendiri" dari gambar kayu, sehingga bisa mengenali pola dan ciri khas setiap jenis kayu secara otomatis dan presisi [5][6] (Gambar 2).
Tak hanya gambar, AI juga bisa membaca dan menganalisis dokumen lama yang berkaitan dengan kayu, seperti catatan manual atau deskripsi spesimen. AI bisa mengubah catatan tulisan tangan menjadi teks digital, menerjemahkan informasi ke berbagai bahasa, dan mempercepat akses data penting yang dulunya sulit diolah [7].Dengan mempercepat proses ini, para peneliti dapat lebih mudah mengakses catatan sejarah dan memperluas berbagi warisan budaya lintas bahasa [7]. Bagi dunia usaha, hal ini membuka peluang untuk mendapatkan informasi tentang kayu langka atau legalitas asal-usul kayu dengan lebih cepat dan akurat.
Integrasi AI dengan teknologi digital mampu membawa transformasi besar dalam keseluruhan model rantai nilai di organisasi pelestarian warisan budaya, termasuk koleksi xylarium. Kemajuan ini memungkinkan proses penangkapan dan digitalisasi warisan budaya, baik yang bersifat fisik maupun non-fisik, sehingga mendukung pelestarian jangka panjang dan metode penelitian yang lebih inovatif [9][10]. Selain itu, saluran digital juga memungkinkan audiens global untuk berinteraksi dengan koleksi ini, memperkuat keterhubungan dengan koleksi lain yang telah dipublikasikan di web, serta mendorong terciptanya interpretasi dan narasi baru dalam bentuk artistik [7][5]. Kini, baik pelaku bisnis, pengrajin, maupun akademisi bisa mengakses koleksi digital dari berbagai belahan dunia, membuka jalan untuk kolaborasi, riset, dan bahkan inspirasi karya seni yang terhubung dengan warisan kayu [9][10][7][5].
Seiring terus berkembangnya teknologi AI, peningkatan signifikan dalam pengelolaan dan verifikasi koleksi xylarium sangat diharapkan. Kemajuan yang akan datang dalam kapabilitas machine learning dan deep learning diperkirakan akan semakin meningkatkan akurasi dan efisiensi dalam proses identifikasi spesimen kayu maupun dokumentasi terkait, membuka jalan bagi pengembangan database xylarium yang lebih komprehensif dan mudah diakses [3][7][4]. Ini bukan hanya menghemat waktu dan biaya, tapi juga mendukung pengembangan database kayu digital yang bisa diakses lebih luas, mendukung legalitas perdagangan kayu, dan sekaligus ikut melestarikan keanekaragaman hayati [3][7][4].