Mohon tunggu...
Dedy Helsyanto
Dedy Helsyanto Mohon Tunggu... Peneliti

@dedy_helsyanto

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Tanda Tangan Gaib Anggota DPR

19 Februari 2014   06:54 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:41 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_312749" align="aligncenter" width="620" caption="jurnalparlemen.com"][/caption]

Membaca harian kompas tentang daftar hadir yang tak sesuai dari anggota DPR RI di beberapa forum rapat nya, telah membuka mata kita sebelum memilih wakil rakyat pada pemilu legislatif (pileg) 9 April nanti. Dalam berita tersebut dijelaskan beberapa kasus, diantaranya pada Rapat Kerja Komisi VIII dengan Kementerian Perhubungan, Senin (17/2) dan pada Rapat Paripurna ke-18, Selasa (11/2).

Rincian kasus pada Rapat Kerja Komisi VIII dengan Kementerian perhubungan adalah dari 44 anggota komisi VIII, saat rapat dibuka hanya ada 9 orang yang hadir. Sedangkan saat pembacaan kesimpulan rapat, hanya tinggal 8 orang yang hadir karena 1 orang diantaranya sudah keluar rapat. Tetapi dalam daftar hadir ada 18 nama anggota Komisi VIII yang tanda tangan. Berarti ada 9 tanda tangan yang fiktif karena tidak jelas keberadaan batang hidung pemiliknya.

Sedangkan dalam rapat paripurna ke-18, berdasarkan rekapitulasi daftar hadir oleh Sekretariat Jendral DPR, hanya 290 anggota yang hadir dari total 560 anggota yang ada. Namun berdasarkan pengamatan oleh Kompas, hanya 203 orang yang berada dalam ruang rapat paripurna. Dengan begitu terdapat 87 tanda tangan tanpa kehadiran badan pemiliknya.

Fenomena tanda tangan gaib oleh anggota DPR ini diantaranya disebabkan oleh double job atau rangkap jabatan yang dilakukan oleh sebagian besar mereka. Diantaranya menurut pakar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Moeloek, mengatakan berdasarkan penelitian mahasiswanya, hampir 63% anggota DPR hari ini ialah pengusaha, yang beberapa bisnisnya dari proyek-proyek APBN. Pendapat ini juga diperkuat anggota DPR sendiri yakni Pramono Anung yang Disertasi penelitiannya berjudul “Komunikasi Politik Dan Pemaknaan Anggota Legislatif Terhadap Konstituen (Studi Interpretif Pemilu 2009)”, mengatakan selain pengusaha, beberapa anggota DPR juga cukup banyak berasal dari kalangan artis. Dan fakta dilapangan membuktikan sebagian besar diantara mereka lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengurusi perusahaannya dan mengikuti atau membuat program televisi, mulai dari sinetron sampai dengan variety show. Terlebih mendekati pemilu 2014.

Yang mereka lakukan tersebut dikarenakan mengikuti arus demokrasi kapitalistik yang berlaku pada reformasi sekarang. Demokrasi kapitalistik mensyaratkan, pemenuhan modal dan kepopuleran untuk dipilih sebagai wakil rakyat. Modal yang dalam wujud uang biasa dipakai untuk membiayai aktifitas politik yang sangat mahal, mulai dari perawatan daerah pemilihan, kampanye, sampai dengan operasional tim sukses. Sedangkan popularitas, dimaksudkan agar pemilih mengenal para anggota DPR yang mencalonkan dirinya kembali. Karena masih dipercaya bahwasannya popularitas adalah sejalan dengan elektabilitas atau keterpilihan.

Kondisi anggota DPR yang demikian menyebabkan permasalahan dengan konstituen mereka. Permasalahan hubungan ini sering kali dinyatakan sebagai principal-agent problem, dimana konstituen sebagai principal kerap tidak dapat manfaat atau diabaikan kepentingannya oleh agent mereka, yaitu para wakil rakyat.Bahkan lebih dari itu, para agent ini juga semakin terjerumus dalam perilaku korupsi sehingga kepentingan rakyat menjadi terpinggirkan. Singkatnya, para wakil rakyat tersebut sering kali tidak dapat memenuhi definisi minimal dari representasi politik, yaitu “acting in the best interest of the public” (Pitkin, 1967).

Ironisnya, partai politik juga tidak memberikan teguran keras terhadap oknum anggota DPR yang menitip absen atau pelaku tanda tangan gaib tersebut. Tidak adanya sanksi dari parpol dapat dikatakan membenarkan apa yang dilakukan oleh para oknum kadernya. Maka dengan begitu secara langsung atau tak langsung telah menjauhkan juga parpol dengan pemilihnya.

Hal ini juga diperparah dengan tidak adanya sikap tegas dari Badan Kehormatan DPR. Padahal dampak langsung dari absen gaib para oknum anggota DPR ini adalah terhadap kuantitas dan kualitas kebijakan yang dikeluarkan DPR. Berdasarkan data Pusat Studi Hukum & Kebijakan (PSHK), DPR periode 2009-2014 tidak pernah berhasil memenuhi kuantitas targetprolegnas. Ini juga berpengaruh terhadap kualitas kebijakan dari DPR yang relatif rendah dari berbagai masalah yang belum terlihat akan selesai secara progrssif seperti, upah buruh, tanah petani dan pendidikan kaum papa.

Kesimpulannya, oknum anggota DPR yang mempraktekan absen gaib tersebut telah membuktikan bahwa latar belakang profesi dan hasil kinerjanya mempunyai hubungan yang cukup erat. Dengan begitu, sangat penting bagi pemilih dalam pileg nanti memperhatikan latar belakang profesi dan kinerja calon anggota DPR yang akan dipilih. Atau bagi anggota DPR yang mencalonkan dirinya kembali, dapat kita lihat dari daftar absen dan laporan pertanggungjawaban pribadinya selama menjabat.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun