Lantas, bisakah skenario tersebut diwujudkan?
Bisa saja dengan dua syarat.
Pertama, pertahanan Indonesia yang dipimpin Jay Idzes harus sangat kuat, sehingga tidak akan kebobolan satu gol pun.
Kedua, kreasi peluang Indonesia yang idealnya dipimpin Thom Haye dapat menjadi penyelesaian akhir yang klinis alias gol.
Dua syarat itu tentu akan berkorelasi dengan gaya bermain, baik saat dengan bola (on the ball) dan tanpa bola (off the ball).
Di sinilah, Pelatih Patrick Kluivert dan jajarannya wajib untuk membentuk sistem bermain yang kompak, kuat, terstruktur, dan adaptif.
Ya, dalam permainan sepak bola modern, sebuah tim tidak hanya harus menghadirkan identitas permainan timnya sendiri, tetapi juga perlu untuk menanggapi gaya bermain lawan untuk menjadi perlawanan (counter-strategy).
Inilah yang kurang terlihat pada laga melawan Saudi dan harus tidak diulangi saat melawan Irak.
Namun, jika pada akhirnya, Indonesia gagal merealisasikan skenario terbaik untuk lolos atau bahkan juga gagal untuk melaju ke ronde kelima, apa yang akan terjadi?
Besar kemungkinannya adalah munculnya banyak kritik kepada federasi (PSSI) dan pelatih.
Federasi dikritik karena merekalah yang bertanggung jawab atas pemilihan pelatih. Pelatih tim nasional datang dan pergi pasti dari kebijakan federasi, bukan?