Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Benarkah Kalau Puasa Lancar, THR Juga Lancar?

12 Mei 2021   16:10 Diperbarui: 13 Mei 2021   08:28 297
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi THR. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Ilustrasi capai belajar. Sumber: Shutterstock via Kompas.com
Ilustrasi capai belajar. Sumber: Shutterstock via Kompas.com
Itulah kenapa, menurut saya, anak-anak yang sudah SD sebenarnya bisa diarahkan ke puasa beduk, alih-alih berpuasa sampai pukul 10.00 pagi. Ini juga untuk membiasakan anak mengetahui bahwa tanda menuntaskan puasa sehari adalah ketika beduk terdengar dan ada azan.

Lalu, bagaimana dengan anak yang belum sekolah?

Menurut saya, anak yang belum sekolah tidak diharuskan berpuasa. Tapi, kalau untuk mengetahui puasa dan mulai mengenal puasa, tidak masalah. Kalau kemudian anak ingin ikut berpuasa, boleh berpuasa sampai pukul 10.00 pagi, karena di waktu tersebut biasanya anak juga sudah mulai lapar.

Kalau saya pribadi sebelum sekolah seingat saya tidak berpuasa. Tapi, sudah cukup tahu apa itu puasa dan Ramadan.

Hanya saja, saya waktu itu sering merasa kesal karena setiap momen puasa tiba, saya sering sakit. Saat kecil, anak yang belum sekolah sangat rentan dengan dampak dari asupan makanan.

Kalau asupan makanannya sembarangan atau ikut selera orang dewasa, anak bisa KO juga. Maka dari itu, saya sering melewatkan Ramadan tanpa berpuasa.

Namun, ketika sudah bersekolah, saya mulai berpuasa. Dari puasa beduk, asar, hingga mulai mencoba berpuasa sampai magrib. Saya kurang ingat kapan. Yang pasti, saat SMP saya sudah bisa berpuasa sampai magrib.

Hanya saja, saat puasa saya sudah sampai ke tahap itu, malah puasa saya sering bolong. Dua penyebab klisenya adalah faktor lelah setelah pulang sekolah atau sakit.

Baca juga: Ayam dan Telur, dari Lawan Menjadi Kawan

Dari situlah kemudian, saya mendengar ungkapan tadi (tulisan di awal artikel ini). Walaupun berat, saya hampir selalu berusaha untuk meminimalisir jumlah hari tanpa bolong.

Entah logis atau tidak, saya cukup merasakan efek dari berkurangnya jumlah hari yang saya tidak berpuasa. Semakin sedikit hari bolongnya, saya merasa nominal THR dari salam tempel menjadi bertambah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun