Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Dari Zaman ke Zaman, Guru Tetap Bekerja Keras

25 November 2020   16:19 Diperbarui: 25 November 2020   17:47 369
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi praktik pembelajaran di kelas. Gambar: Kompas.com/Kontributor Nunukan, Sukoco

Kemudian di masa peralihan 2000-an akhir ke 2010-an awal terdapat gelombang besar masuknya teknologi komunikasi dan informasi. Kemunculan gadget canggih membuat telepon rumah dan warung telepon perlahan tersisih--bahkan bisa disebut lenyap.

Penampakan komputer zadul dengan monitor tabung. Gambar: via Tek.id
Penampakan komputer zadul dengan monitor tabung. Gambar: via Tek.id
Begitu pula dengan komputer-komputer (dulu) berpentium yang membuat kegemaran anak-anak dan remaja yang awalnya asyik bermain di pekarangan beralih ke warung-warung internet (warnet). Ini jelas membuat kaum guru pusing untuk "menyeret" pikiran mereka ke tulisan-tulisan yang ada di papan tulis.

Sampai tiba pada perihal yang lebih menarik perhatian kaum pelajar, yaitu media sosial. Khusus bagi pelajar SMA, mereka seperti menemukan wahana yang sangat tepat untuk berekspresi.

Mereka yang sudah tidak mungkin bermain gundu, lompat tali, apalagi ular-tangga, maka menjadikan media sosial sebagai wahana bermain mereka. Waktu mereka kemudian terkuras di sana. Mereka menjadikan media sosial (medsos) sebagai bagian dari kegemaran, dan tentunya membuat fokus belajarnya semakin acak-acakan.

Ilustrasi kaum muda adiksi dengan medsos. Gambar: Pexels/Mikoto.raw
Ilustrasi kaum muda adiksi dengan medsos. Gambar: Pexels/Mikoto.raw
Kaum guru pun kembali harus bergerilya. Mereka juga membuat akun medsos untuk memantau aktivitas pelajarnya. Terkadang tidak jarang melalui medsos, guru "menjewer" muridnya.

Kalau sekarang ada yang pernah viral tentang dosen yang mencari mahasiswanya hingga di Youtube. Maka, sebelumnya hal semacam itu juga terjadi saat medsos belum sebanyak dan semenarik sekarang.

Apa yang dikhawatirkan guru saat itu?

Pergaulan. Pergaulan di media sosial cenderung lebih bebas. Pelajar di kota A bisa berkenalan dengan pelajar dari kota B, C, hingga Z. Bahkan, juga bisa antarprovinsi hingga antarnegara.

Jika jaringan sosial itu digunakan untuk hal positif, tentu tidak masalah. Tetapi, bagaimana jika malah negatif? Tentu, pihak yang pusing juga guru, selain orang tua mereka.

Memang, pada akhirnya puncak perkembangan objek yang menggoda para pelajar adalah kemunculan media-media obrolan. Itu terjadi pada 2010-an menuju pertengahan akhir.

Banyak pelajar yang sudah pasti punya akun di media obrolan. Mereka bahkan tidak jarang satu ruang obrolan dengan orang-orang yang lebih tua, dan itu menjadi permasalahan laten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun