Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

[Siraman Rohani] Bagaimana Jika Kita Punya Ilmu "Sok Weruh"?

17 Mei 2020   18:46 Diperbarui: 17 Mei 2020   18:40 823
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi proses hidup yang selalu dimulai dari sini. Gambar: Pxhere.com

Bagaimana caranya hidup? Ada yang tahu?

Pertanyaan itu persis seperti apa yang saya tanyakan sendiri. Mungkin karena saya masih muda, pengalaman saya belumlah banyak.

Mentok-mentok mengandalkan pengetahuan. Walau saya meyakini, tak banyak juga. Artinya, saya lebih banyak mengandalkan sebuah ilmu "kanuragan" bernama "Sok Weruh".

Ketika saya menganalisis (baca: mengomentari) hasil pertandingan sepak bola, saya melakukannya dengan Sok Weruh. Tentu saja. Buktinya, saya belum pernah bertemu dengan pemain profesional dan mewawancarainya.

Saya juga belum pernah masuk SSB, sehingga saya tidak begitu tahu teknik dasar bermain sepak bola. Lalu, mengapa saya berani menjadikan sepak bola sebagai salah satu yang utama di tulisan saya?

Karena saya merasa bertahun-tahun menonton pertandingan bola cukup untuk membangun pengetahuan. Ditambah dengan aktivitas membaca koran pagi di setiap Hari Minggu--saat belum punya hape seperti sekarang, membuat pemahaman terhadap sepak bola terbentuk.

Saya juga pemain bola, namun dengan jemari dan dua jempol saya. Setiap pulang sekolah, bukannya belajar atau istirahat, justru keluar beberapa ratus meter untuk bermain Playstation (PS).

Saat itu belum populer nama PES. Orang-orang lama (2000-an dan 2010-an awal) masih menyebutnya "Yuk, main PS!". Meski disebut PS, saya paham bahwa itu akan main game sepak bola.

Dari situlah saya kemudian merasa mulai paham seluk-beluk sepak bola. Saat itu juga belum muncul Football Manager.

Kalaupun sudah ada, saya belum merasa harus rutin memainkannya. Membuka akun media sosial saja, saat itu masih sering di warnet, kok. Hehe.

Implementasi Ilmu Sok Weruh

Namun, perjalanan yang belum begitu panjang ini sudah cukup untuk membuat saya yakin bahwa sepak bola memang paling mengasyikkan dibandingkan yang lainnya. Setidaknya sampai saat ini, entah di waktu yang akan datang.

Lalu apakah saya sudah merasa tahu bagaimana caranya bermain bola yang benar?

Sesekali saya pernah bermain bola, walau sangat jarang dibandingkan saat anak-anak. Faktor pertemanan dan perubahan stamina menjadi salah satu momok utama.

Nahasnya, ketika saya bermain bola, saya cukup kesulitan untuk memenuhi ekspektasi saya. Seperti ketika sudah mampu berlari kencang ke depan, namun gagal mengeksekusi operan rekan untuk menjadi gol.

Secara pribadi jelas saya kecewa. Saya sudah berusaha, kenapa gagal? Bagaimana jika di lain menit atau saat momen tim saya menyerang, lalu saya tidak mampu lagi berlari secepat itu?

Beruntung, saya masih memiliki kesempatan kedua. Berhubung sepak bola kami tak profesional, karena tak ada pergantian pemain. Bahkan, 11 pemain dalam 1 tim saja tak ada.

Itulah yang membuat saya masih bermain panjang, meski seringkali gagal memberikan sesuatu ke tim. Padahal jika ini adalah tim profesional sudah dipastikan umur saya di lapangan sangat sebentar.

Akan sangat beruntung bisa bermain satu babak, jika menjadi starting eleven. Namun, saya terkadang menyadari bahwa tipilkal saya terkadang lebih pas bermain di babak kedua.

Sebagai orang yang cenderung bermain mobile--ingin menempati semua sisi ruangan, jelas dibutuhkan stamina yang cukup. Jika tidak, maka opsi bermain jangka pendek bisa diterima.

Secara umum, peran saya memang sangat berguna ketika bertahan. Namun secara khusus, saya selalu mengincar target untuk dapat mencetak gol. Ya, sepak bola mencari gol, bukan?

Ilustrasi bermain bola. Gambar: Thinkstock.com/Saiyood via Kompas
Ilustrasi bermain bola. Gambar: Thinkstock.com/Saiyood via Kompas
Dari situlah saya kemudian mencoba membuat peluang, sekali lagi. Saya menguasai bola dan membawanya melewati beberapa pemain lawan. Kebetulan lawannya masih anak-anak.

Di situ ada sisi untung dan rugi. Untungnya, secara pengalaman dan teknik, mereka masih bisa dikadalin, sedangkan ruginya jelas di stamina. Mereka tentunya masih mampu berlari lebih konstan daripada saya.

Saya lebih memilih sisi keuntungan tersebut. Saya tahu jika beradu kecepatan akan sia-sia, maka saya coba menggunakan teknik dribbling. Ketika berhasil mengecoh dan melewati, yang saya lihat kemudian adalah posisi rekan saya.

Di saat bola berhasil saya kontrol, memang semua rekan tahu bahwa saya akan bisa membawanya ke depan. Itulah yang membuat beberapa rekan sudah menunggu di beberapa sisi.

Akhirnya saya memberikan bola ke rekan yang lebih dekat dengan gawang. Sedikit gocekan, rekan saya berhasil menemukan ruang tembak, dan "GOL!"

Apakah ini Hasil dari Ilmu Sok Weruh?

Saya pun senang. Tim menang, dan saya masih bisa berkontribusi terhadap tim, meski tidak berupa gol langsung dari kaki saya.

Uniknya, pengalaman ini (2017) adalah pengalaman terakhir saya bermain bola di lapangan besar. Jika di futsal mungkin lebih lama lagi saya sudah tak bermain. Karena tuntutan di futsal lebih berat, meski kelihatannya hanya bermain di lapangan yang lebih kecil.

Becermin dari situ saya kemudian berpikir, apakah hidup juga seperti itu? Bagaimana jika saya gagal? Apakah akan ada kesempatan lagi?

Malang, 17 Mei 2020

Deddy Husein S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun