Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Mengapa Ada Perbandingan Antara "Warkop DKI Reborn 3" dengan "Pretty Boys"? | Bagian 1

22 September 2019   20:47 Diperbarui: 23 September 2019   13:59 356
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cast Warkop DKI Reborn Part 3. (Grid.id)

Mengapa Harus Menggarap Warkop DKI Reborn Part 3?

Adakah yang tidak menyukai film? Saya rasa tidak ada.

Menurut saya tidak semua orang yang menyukai film sekaligus menjadi fresh movie hunter. Begitu pula dengan saya. Saya akui bahwa saya adalah salah satu dari orang yang menyukai film.

Namun, saat ini saya belum dan tidak berani menyatakan diri sebagai fresh movie hunter. Saya bahkan cenderung memilih menjadi penonton "indie" yang hanya menunggu film-film baru tersebut sudah menjadi HD dan blu-ray yang kemudian diunggah secara masif di website.

Saya tentu tidak malu untuk mengakuinya, karena saya hanya bisa memanfaatkan apa yang saya punya. Jika saya punya uang lebih, maka (mungkin) saya akan menyempatkan untuk membeli tiket menonton film baru. Begitu pula jika saya punya waktu, pasti akan saya sempatkan untuk mencari luang dalam menonton film. Apabila keduanya sinkron, maka saya pasti bisa menonton film baru.

Namun, bagaimana jika tidak?

Hasilnya seperti yang saya alami dalam kurun beberapa tahun terakhir ini. Khususnya ketika saya pada akhirnya dapat memiliki gadget (ponsel dan laptop). Maka, saya hanya bisa memanfaatkan keduanya untuk mengeksplorasi kesempatan saya untuk dapat mengikuti perkembangan film dari waktu ke waktu. Bahkan tidak jarang, saya memilih untuk menggali lagi film-film dari masa lalu. Mengapa?

Pertama, karena film-film lama pasti sudah dapat dicari di website pengunduhan film. Walau mungkin permasalahannya adalah aksesibilitas link download-nya. Namun, kebanyakan film lawas akan dapat diunduh dan dikoleksi dibandingkan film baru yang pasti harus menunggu beberapa waktu -film sudah turun layar dari teater- untuk "memilikinya".

Kedua, karena saya ingin memanfaatkan apa yang saya miliki alias tidak terlalu memaksakan batas kemampuan saya. Jika belum punya uang lebih, kenapa harus memaksa membeli tiket? Begitu pula jika (merasa) tidak memiliki banyak waktu luang. Toh, zaman sekarang sudah ada era digital, sehingga keterjangkauan terhadap sesuatu yang sulit dijangkau dapat ditebus di kemudian hari. Kuncinya hanyalah sabar dan tidak berkecil hati terhadap ketidakberhasilan kita menyamai apa yang dilakukan orang lain.

Dua hal ini memang terkesan seperti alasan dari orang-orang yang tidak sanggup mengapresiasi karya, khususnya film dengan cara menonton langsung di bioskop. Namun, memang seperti itulah kenyataannya. Meski, kemajuan zaman memudahkan kita untuk menembus ruang dan waktu, namun tetap ada batas-batas tertentu yang tidak bisa diruntuhkan begitu saja.

Lalu, mengapa saya harus mengorek borok ini?

Sebenarnya ini adalah latar belakang yang perlu saya ungkap sebelum saya mengalihkan pada pembahasan tentang dua film terbaru di bioskop yang saat ini sedang ramai diperbincangkan. Karena penulisan ini bukan berdasarkan hasil menonton film dari saya sendiri, maka, saya perlu menyampaikan dulu pembukaan seperti di atas -agar tidak ada kesalahpahaman. Begitu pula untuk memberikan pemakluman, jika pembahasan ini kemudian terasa seperti tidak sepenuhnya mengupas dua film yang dibahas kali ini seperti para reviewer film lain.

-Baca review berbagai film di Kompasiana di sini.-

Langsung saja, saya mulai ulasan saya tentang dua film tersebut dengan pertanyaan, mengapa harus "Warkop DKI Reborn Part 3" (WDR) dan "Pretty Boys"?

Alasannya adalah kedua film ini sangat kuat menempatkan dirinya ke genre komedi. Selain itu, keduanya dirilis di hari yang cukup berdekatan. WDR part 3 dirilis pada 12 September 2019, sedangkan Pretty Boys dirilis pada 19 September 2019.

Di samping adanya persamaan, tentunya keduanya memiliki perbedaan. Perbedaan itulah yang kemudian akan saya ulaskan dengan didasari pada hasil review dari sebuah channel Youtube yang bernama vloggerpedia.

Awalnya memang publik sangat menyoroti film Warkop DKI Reborn Part 3. Hal ini disebabkan oleh keberadaan cast yang fresh dan juga adanya keingintahuan publik terhadap bagaimana film WDR ini diperankan oleh orang-orang yang berbeda. Perlu diketahui, bahwa film Warkop DKI Reborn ini sebelumnya memiliki part 1 dan 2 yang diisi oleh Abimana Aryasatya (Dono), Vino G. Bastian (Kasino), dan Tora Sudiro (Indro).

Menurut banyak orang yang telah menonton (sedangkan saya masih hanya menonton yang part 1), film tersebut lebih bagus dibandingkan film saat ini. Namun, berhubung saya belum menonton film part 3, maka saya tidak berani membandingkannya secara mendetil, alih-alih berupaya untuk akurat. Maka dari itu, saya juga lebih mencoba mematok pada hasil review dari orang lain.

Namun, dari beberapa channel Youtube yang telah me-review film WDR part 3 tersebut, saya lebih tertarik dengan hasil review dari channel di atas. Menurut saya, pola review-nya cukup balance. Sehingga, tidak menggugah kontroversi dan itu membuat ulasannya semakin terlihat netral.

Karena, sebagai apresiator memang harus ada sisi tersebut, meski tentunya ada titik-titik tertentu yang akan diisi oleh kesan yang didasari selera. Namun, apresiator harus mampu menunjukkan ketidakberpihaknya secara berlebihan terhadap suatu hal (karya).

Berangkat dari review tersebut dan tentunya dengan menonton trailer-nya, saya berpikir pula tentang bagaimana menilai keberadaan film ini secara sederhana. Artinya, secara sadar saya hanya akan memberikan tanggapan saya secara permukaan saja tanpa memberikan penilaian bahwa film ini kurang bagus apalagi sampai menjurus pada perbandingan.

Kalaupun kemudian ada hal-hal semacam itu, maka tak bisa dipungkiri bahwa itu juga berdasarkan (pengaruh) argumentasi-argumentasi dari netizen. Hehehe...

Sebenarnya pemikiran saya tetap seperti reviewer, sehingga saya juga menyajikan sisi plus dan minus. Di sini saya menampilkan tiga hal positif untuk menanggapi keberadaan film ini dan dua hal negatif yang mungkin hanya mewakili first impression saya terhadap keberadaan film ini.

Plus pertama, saya mengapresiasi keberanian PH Falcon untuk kembali menggarap film WDR untuk part 3 ini dan bahkan terdengar kabar pula akan ada kelanjutan ke part 4 seperti seri sebelumnya (Part 1 dan 2). Bahkan, saya semakin mengapresiasi langkah Falcon dalam memilih komposisi penyokong film tersebut. Dari sutradara hingga pemeran tokohnya adalah orang-orang yang berbeda dari film sebelumnya.

Paling menyita perhatian tentunya dengan keberadaan cast baru sebagai trio Warkop DKI; Dono, Kasino, dan Indro. Ketiganya diperankan oleh Aliando, Adipati Dolken, dan Randy Danistha (Nidji). Keberadaan mereka seperti mengajak kita untuk berharap, bahwa wajah baru adalah semangat baru untuk tertawa bersama.

Plus kedua, saya melihat pemilihan tempat (merujuk dari trailer) di film ini terlihat seperti ala-ala WDR tempo doeloe. Tidak jarang, mereka bermain tentang pergantian tempat atau bisa disebut sebagai penjelajahan tempat. Sebenarnya pola ini (kabarnya) populer di zaman 80 atau 90-an. Ada kemungkinan bahwa penjelajahan tempat adalah siasat dari sebuah kisah yang ingin out of the box atau lebih tepatnya tidak ingin terikat oleh setting waktu dan tempat. Hal ini yang membuat saya menduga jika film ini menarik untuk ditonton.

Plus ketiga, ada semangat regenerasi Warkop DKI. Sebenarnya ini adalah kepanjangan tangan dari poin pertama. Melalui keberadaan cast baru, maka kita akan disuguhkan pada bukti nyata dari para pelaku industri perfilman Indonesia dalam merawat kekayaan karya yang pernah dihasilkan Indonesia di masa lalu.

Melalui cast baru, termasuk keberanian dalam memilih sutradara yang berbeda dari sebelumnya juga akan memberikan kesempatan kepada generasi muda yang ingin menghasilkan karya (sebagai director) dengan mencoba mengolah kisah yang sama -dan jadul- menjadi kisah yang terasa kekinian. Itulah harapan yang saya duga ada di balik keberadaan film ini.

Dari ketiga poin di atas, saya hanya ingin turut menghimbau kepada masyarakat untuk tetap mendukung setiap karya yang dihasilkan. Walau, kemudian (pasti) ada kekurangan-kekurangan didalamnya. Sebagai orang yang belum menonton filmnya, saya pun hanya bisa menemukan dua hal yang menurut saya masih sangat penting untuk dipertimbangkan ketika menghasilkan film yang beraroma remaking ini.

Pose trio DKI part 3. (Beritagar.id)
Pose trio DKI part 3. (Beritagar.id)

Pertama, pemilihan cast. Bagi saya, film yang harapannya 11-12 dengan terdahulunya harus diawali dengan kemiripan fisik. Wajah memang salah satu faktor yang paling harus dipertimbangkan. Namun, postur tubuh juga harus dipertimbangkan pasca urusan wajah selesai. Mengapa?

Keberadaan Dono, Kasino, dan Indro di film sebenarnya seperti keberadaan Vincent dan Desta di Pretty Boys. Mereka hampir menjadi dirinya sendiri meski mereka sadar bahwa mereka sedang berakting -memerankan karakter tertentu. Inilah yang membuat pertimbangan fisik seperti sangat diperhitungkan. Bahkan sebule-bulenya Abimana Aryasatya, wajahnya tetap mampu (baca: diharuskan) menjadi sosok yang menyerupai Dono.

Begitu pula dengan sosok Indro yang secara postur memang lebih tinggi dibandingkan "dua saudara seginjalnya" itu. Menurut saya, pemeran yang sampai saat ini masih relevan untuk menjadi Indro hanya Tora Sudiro. Bahkan postur dan wajahnya sudah tidak perlu dipermak begitu banyak, mungkin hanya perlu efford dalam "menghapus" koleksi tato di sekujur tubuhnya.

Hal semacam ini yang perlu dipertimbangkan sebelum mengarah kepada hal teknis, seperti kemampuan berakting (skill dan talenta terpendam) dan jam terbang (pengalaman) para pemeran tersebut. Karena, keberadaan penampakan (bukan hantu) biasanya akan cenderung menggiring pikiran kita untuk segera menolak maupun menerima sesuatu. Apalagi jika kemudian di sepanjang perjalanan film itu kita sulit menemukan sisi kesamaan antara si pemeran dengan si tokoh -yang notabene gambarannya terhadap tokoh tersebut sudah hampir 100% melekat di pikiran masyarakat penonton.

Ini adalah warning yang seharusnya sangat dipertimbangkan oleh pihak pengreasi film ini. Harapannya agar tidak terkesan memaksakan apa yang belum ada menjadi ada. Namun, tentunya ini akan berkaitan dengan visi-misi yang mereka miliki terlepas dari sisi idealisme yang biasanya lebih mengudara pada pihak-pihak penikmat karya -yang biasanya ingin mendapatkan suguhan serba sempurna.

Berlanjut pada poin kedua, yaitu pembuatan duplikat. Menurut saya, keberadaan WDR part 1 hingga part 3 ini adalah wujud duplikasi. Sehingga, saya mengibaratkannya seperti keberadaan kunci pintu yang terduplikasi. Apa hasilnya?

Kita pasti akan melihat wujud yang 99% sama antara kunci asli dengan duplikatnya. Jika tidak sama, sudah pasti akan tidak bisa digunakan untuk membuka pintu. Kalaupun ada perbedaan, pasti yang berbeda adalah "ukiran" yang ada di bagian gantungannya. Terkadang mereka (yang menduplikasi kunci) akan menandai kunci tersebut dengan brand yang berbeda.

Cara ini juga bisa dilakukan dalam membuat film yang berlabel remake atau branding saat ini adalah reborn. Terlepas dari apapun istilahnya saya berpikir bahwa mereka harus mampu menghasilkan sesuatu yang sama terlebih dahulu sebelum membuat tambahan ataupun suguhan yang berbeda (baca: inovasi). Memang seperti yang seringkali digaungkan, bahwa kita tidak akan bisa menduplikat Warkop DKI, dengan "memanggil kembali" Dono, Kasino, Indro versi asli ke dalam film masa kini. Namun, dengan nama yang sama maka yang ada di pikiran penonton adalah sesuatu yang serupa. Apakah itu dilarang ketika akan menonton film ini?

Bagi saya persepsi itu tidak akan dilarang walau secara obyektif penonton akan didorong untuk open mind. Namun, open mind ini lebih ke ranah cerita bukan terhadap karakter. Karena karakter itu sesuatu yang solid. Dono, Kasino, dan Indro itu solid. Ada bentuknya dan polanya tersendiri dan itulah yang harus dimiliki oleh pemerannya. Itu pula yang harus kembali dilihat oleh penonton.

Cerita boleh dieksplorasi sampai ke segala macam, namun bagaimana dengan penokohannya, apakah sudah selesai? Selesai di sini maksud saya adalah pendalaman karakter dan penyerupaan karakter apakah sudah sesuai dengan ekspektasi? Atau mungkin apa yang ada di part 3 ini adalah ekspektasi di plan yang bukan plan A?

Saya tidak akan menyinggung lebih jauh tentang kualitas berakting mereka. Namun yang menjadi pertimbangan saya dalam menanggapi keberadaan film ini yang tentunya telah diekspos besar-besaran -review dan berbagai tanggapan telah ada di mana-mana- adalah mengapa harus mereka (cast untuk trio DKI) dan mengapa harus kembali memproduksi Warkop DKI dengan harus ada sosok Dono, Kasino, Indro?

Mengapa tidak untuk mencoba membuat film yang benar-benar dikhususkan untuk memparodikan keberadaan Dono, Kasino, dan Indro namun ke versi yang benar-benar berbeda. Hal ini bisa disiasati dengan perbedaan nama yang nyaris berbeda walau terdengar sama. Contohnya Dono disebut Odon, Kasino disebut Okas, dan Indro disebut Ondro.

Atau mereka dijadikan seperti anaknya Dono, Kasino, dan Indro. Sehingga mereka akan menjadi karakter tertentu yang seolah memang anak trio DKI yang diceritakan akan meneruskan kiprah petualangan dari Warkop DKI. Memang terkesan akan menyeleweng, tapi mengapa tidak? Toh, di masa-masa film atau serial terakhir Warkop DKI, mereka menceritakan tentang pernikahan mereka masing-masing, bukan? Jadi, mengapa tidak itu saja yang diproduksi?

Karena, melalui cara itu, (menurut saya) kita tidak hanya akan open minded terhadap cerita yang disuguhkan, namun juga terhadap tokoh yang ada di cerita tersebut -karena tanpa tokoh yang tepat ceritanya pun akan sulit untuk dibangun dan dikembangkan. Itulah yang menurut saya patut dicermati dalam produksi film yang harus berembel-embel Warkop DKI.

Jangan sampai kita merasa sudah "merawat" Warkop DKI, namun terasa masih setengah-setengah. Jika memang ingin meregenerasi Warkop DKI, maka sekalian saja dirombak habis. Agar penonton dapat melihat sesuatu yang tidak lagi berusaha menampilkan kisah yang seolah 99% terlihat sama padahal beda, melainkan 99% beda namun seperti sama.

Itulah tanggapan saya yang sebenarnya hanya berangkat dari trailer dan sangat terbantu oleh review dan beberapa selentingan tanggapan penonton Warkop DKI Reborn part 3. Semoga saya dapat menuliskan review yang lebih kompleks versi saya sendiri ketika sudah menontonnya nanti -cepat atau lambat. Artinya, saya akan tetap mengapresiasi keberadaan film tersebut, terlepas dari apakah saya suka atau tidak nantinya. Who knows?

Lalu, bagaimana dengan Pretty Boys?

Mengapa banyak orang menyatakan bahwa film tersebut lebih bagus dari WDR part 3 dan sangat direkomendasikan untuk ditonton?

Artikel ini bersambung dan akan diunggah minimal satu jam setelah artikel ini terpublikasi.

Baca lanjutannya di sini.

Malang, 21-22 September 2019
Deddy Husein S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun