Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pentas "Grafito" dari Teater Cowboy yang Masih Relatable dengan Situasi Sosial Masa Kini

22 September 2019   15:34 Diperbarui: 22 September 2019   15:48 87
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Poster Grafito karya Akhudiat yang dipentaskan oleh Teater Cowboy. (Dokpri/pan&IG/teatercowboy)

Bagi penyuka teater, setidaknya sudah mengenal pertunjukan teater selama 3-4 tahunan, biasanya akan langsung kenal dengan istilah Grafito. Karena, itu adalah sebuah naskah yang biasanya dipentaskan di perteateran di Indonesia. Memang, kebanyakan naskah ini dipentaskan di Jawa dan lingkungan akademis (kampus dan SMA), khususnya di Jawa Timur. Kebetulan juga penulis naskahnya juga tinggal di Jawa Timur, tepatnya di Surabaya, Akhudiat.

Akhudiat adalah salah seorang pelaku teater Jatim yang lebih dikenal sebagai penulis naskah dan sastrawan. Naskah teaternya sudah banyak dan juga tentunya sudah banyak dipentaskan. Salah satu naskahnya yang populer untuk dipentaskan adalah Grafito.

Buku antologi naskah lakon/teater milik Akhudiat. (Kebudayaan.kemendikbud.go.id)
Buku antologi naskah lakon/teater milik Akhudiat. (Kebudayaan.kemendikbud.go.id)

Naskah ini menceritakan tentang perjalanan kisah cinta antara Limbo dan Ayesha. Konon, percintaan ini mendapatkan pergolakan, dikarenakan adanya perbedaan latar belakang di antara keduanya. Perbedaan yang sangat mudah ditebak, yaitu perbedaan agama.

Situasi ini jelas semakin banyak terjadi di masa kini. Karena faktor jaringan pertemanan yang semakin luas akibat keberadaan teknologi komunikasi yang semakin canggih. Sehingga, pertemanan pun bisa disebut sudah tercipta tanpa sekat. Tidak ada lagi yang hanya berteman secara seagama melainkan lintas agama, dan di dalam pertemanan itulah biasanya dapat muncul pula rasa cinta.

Namun, sayangnya dengan kemajuan teknologi dan perkembangan pola pertemanan yang sedemikian rupa ternyata tidak diikuti dengan pemakluman terhadap cinta beda agama. Walau kita sebenarnya masih bisa melihat pasangan-pasangan beda agama yang tetap mampu melangkah ke pelaminan, tetap saja hubungan tersebut selalu diiringi dengan perjuangan yang berat. Karena, masing-masing pihak masih berusaha menyakini bahwa pernikahan yang beda agama akan menyulitkan rahmat (pertolongan) dari Tuhan -melalui para tokoh agamanya.

Adegan Limbo yang berupaya meyakinkan cintanya terhadap Ayesha yang tidak direstui sang Pastur. (Dokpri/DeddyHS_15)
Adegan Limbo yang berupaya meyakinkan cintanya terhadap Ayesha yang tidak direstui sang Pastur. (Dokpri/DeddyHS_15)

Para tokoh agama berusaha kukuh terhadap ajaran agamanya yang entah mengapa seperti harus dijalankan tanpa harus bisa dimengerti -ada dialog dari tokoh Kyai di naskah Grafito saat berdebat dengan Ayesha. Begitu pula dengan pembatasan diri terhadap eksplorasi berpikir bahwa mereka yang sudah menyelami ajaran agama cenderung menahan diri dalam ranah perdebatan -ada di dialog Pastur saat berdebat dengan Limbo. Situasi ini tentu memilukan bagi mereka yang memang sedang berada di kawah madu cinta dan berusaha melupakan sekat yang bernama agama. Karena, yang mereka yakini adalah kebaikan pasangannya, bukan kebaikan yang berdasarkan agama.

Tentu hal ini dapat dipikirkan secara logis, bahwa setiap pertemanan tentu tidak bertanya tentang apa agama kita. Melainkan (kebaikan) apa yang biasanya kita lakukan dan itulah yang membuat orang di dalam lingkup pertemanan bisa menaruh simpati kepada orang lain. Bahkan juga bisa menaruh rasa cinta. Karena, melalui kebaikanlah setidaknya kita dapat mengukur lebih mudah tentang bagaimana orang itu ketika berada di dekat kita dan ini akan cukup sulit diterka jika hanya berdasarkan agama.

Contohnya, ketika si A bertanya tentang apa kegiatan si B sehari-hari, lalu dijawab bahwa si B selalu beribadah tepat waktu. Bagaimana interpretasi si A terhadap jawaban itu? Memang, ini akan menggambarkan bahwa si B adalah orang yang taat dan tentunya disiplin. Namun, si A tentu akan kesulitan untuk menginterpretasikannya tanpa ada wujud lain yang lebih mudah untuk dilihat langsung. Misalnya jika si B menjawab bahwa dirinya selalu membantu ibunya menyiapkan sarapan keluarga di pagi hari. Maka, si A akan dengan lebih mudah mengetahui bahwa si B memiliki kepatuhan dan rasa sayang kepada orangtua dan keluarganya di dalam praktik yang sama.

Artinya, praktik kebaikan yang dilakukan manusia untuk manusia akan lebih mudah untuk disukai. Karena, pada akhirnya yang sangat membutuhkan kebaikan ya manusia itu sendiri. Sehingga, dari sini kita dapat melihat bahwa cinta biasanya akan lebih mudah tumbuh dan terjaga berdasarkan hal-hal yang demikian, hal-hal yang terlihat sederhana namun terkesan tepat sasaran.

Adegan Ayesha yang berupaya beradu argumentasi tentang ajaran agama dengan sang Kyai. (Dokpri/DeddyHS_15)
Adegan Ayesha yang berupaya beradu argumentasi tentang ajaran agama dengan sang Kyai. (Dokpri/DeddyHS_15)

Situasi semacam inilah yang tentunya menjadi hal yang menarik ketika kembali di-blow up. Apalagi melalui pertunjukan teater, dan Teater Cowboy salah satu yang memiliki kesempatan untuk memberikan pesan itu kepada masyarakat penonton teater, khususnya mahasiswa-mahasiswa di Universitas Brawijaya Malang. Melalui pementasan itu pula kita dapat melihat bahwa kisah-kisah semacam ini sebenarnya banyak terjadi di masyarakat. Hanya, yang paling sering terlihat adalah ketika kisah percintaan beda agama itu menjadi viral atau setidaknya berada di lingkungan selebriti nasional.

Padahal, di antara kita yang berada di antah berantah bisa jadi sedang mengalaminya dan bahkan sedang berupaya melalui pergolakan tersebut. Namun, kisah seperti yang dituangkan dengan naskah Grafito -jika di pentas Teater Cowboy membingkai kisah Limbo & Ayesha- tidak hanya ingin mengkritisi situasi sosial berdasarkan agama dan cinta. Karena di Grafito kita juga dikenalkan dengan kearifan lokal (budaya).

Bagaimana, norma kearifan lokal terkadang bisa menyelamatkan (memaklumi) perbedaan karena mereka biasanya meyakini bahwa apa yang terjadi di masa lampau juga dapat terjadi di masa kini (relatable dan repetitive). Hal ini dapat dilihat dengan kepercayaan -ada di dialog Pawang- terhadap kisah Ratih dan Kamajaya yang dikenal sebagai simbol pasangan abadi. Artinya, berdasarkan cinta, kita bisa meniru apa yang sudah dilakukan oleh Ratih dan Kamajaya.

Pasangan beda agama, Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen. (Hot.grid.id)
Pasangan beda agama, Ari Sihasale dan Nia Zulkarnaen. (Hot.grid.id)

Begitu pula ketika kita mendasari terhadap apa yang pernah terjadi di masa lampau melalui kisah-kisah cinta yang dilandasi perbedaan latar belakang seperti (misalnya) Rara Anteng dan Jaka Seger (legenda Tengger). Atau jika ingin yang lebih real, kita bisa melihat pada pasangan Ari Sihasale dengan Nia Zulkarnaen. Contoh semacam inilah yang membuat kita akan lebih membumi dan mampu menjalani kehidupan berdasarkan apa yang bisa kita terapkan tanpa harus mencoba melawan arus, melainkan memaklumi apa yang memang harus terjadi.

Karena, ketika kita dapat memaklumi perbedaan, maka benih-benih negatif biasanya akan melumer dan tentunya kita akan lebih nyaman dalam mengarungi kehidupan di era yang semakin mengglobal ini. Ponsel saja yang biasanya melekat di genggaman kita belum tentu diproduksi oleh orang yang seagama dengan kita. Namun buktinya, kita masih mencintainya dengan terus menggunakannya setiap hari. Apalagi cinta antar manusia yang terkadang dilahirkan dengan ketidakberdayaan dalam memilih sendiri apa agamanya. Apakah kemudian mereka merasa memperoleh keadilan jika kemudian dilarang untuk saling mencinta hanya karena berbeda agama?

Malang, 22 September 2019
Deddy Husein S.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun