Indonesia adalah negara Asia yang memiliki nilai-norma dan budaya yang kuat dalam kehidupan penduduknya. Sebenarnya sama seperti negara-negara Asia lainnya yang juga memiliki hal serupa. Jepang, Korea, dan China, juga memiliki akar budaya yang kuat. Begitu pula dengan negara-negara di Jazirah Arab.
Namun, kehebatan negara-negara Asia dan khususnya Indonesia yang memiliki budaya hebat, nyatanya mulai tergerus oleh keberadaan konflik-konflik yang meruncing. Khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai. Indonesia di tahun politik ini semakin dipersempit ruang gerak kehidupan masyarakatnya dengan berbagai hal yang semakin menggelikan.
Salah satunya adalah fenomena patung yang diberikan kain---kemben.
Pertanyaannya adalah apakah patung yang berpayudara dan telanjang itu akan membangkitkan gairah seksualitas kaum pria?
Jika, iya. Maka, gairah seksualitas pria semakin tidak wajar jika sampai bangkit hanya dengan melihat benda mati yang kebetulan menyerupai fisik manusia. Uniknya, ini terjadi di Indonesia. Negara yang awalnya berpenduduk sebagai masyarakat penganut animisme dan Hindu-Buddha.
Artinya, seharusnya masyarakat Indonesia tidak lagi kagok memandang patung-patung seperti itu. Toh, kekayaan budaya kita di zaman dahulu juga banyak ditemukan patung-patung ataupun relief yang (seolah terlihat) telanjang. Apakah itu kemudian akan membangkitkan libido atau hormon testosteron kaum pria?
Jika itu memang manusia, mungkin, perempuan juga akan bernafsu. Tapi, ini patung. Bahkan sebagus-bagusnya patung, akan tetap sulit untuk meniru kesempurnaan fisik manusia, lengkap dengan 'sex appeal'-nya. Mungkin, sedikit berbeda cerita jika itu adalah patung lilin, yang biasanya akan terlihat sangat mirip dengan manusia.Â
Namun, yang menjadi permasalahan saat ini adalah patung marmer ataupun patung batu. Sesempurna apapun ukiran patung itu, tetaplah mereka akan lebih 'polos' daripada bentuk fisik manusia. Jadi, apakah kemudian ini akan menjadi masalah bagi manusia, jika mereka telanjang?
Apalagi, patung itu juga memang tidak pernah berpakaian, dan tidak ada permasalahan sebelumnya tentang patung itu. Namun, saat ini, keberadaannya seperti mengusik masyarakat. Apakah ini karena seringkali terdengar berita-berita pembunuhan, pemerkosaan, dan prostitusi online terhadap perempuan?
Padahal, banyaknya kejadian pelecehan seksual itu bukan karena mereka (para laki-laki) bernafsu dengan patung-patung. Bukankah mereka tetap melakukan tindakan seksualitas dengan perempuan?
Jadi, apakah patung telanjang itu bersalah?
Inilah yang kemudian menjadi kemirisan yang tentunya seharusnya tidak dibiarkan, atau dimaklumi begitu saja. Ini adalah masalah kewarasan manusia. Apalagi laki-laki. Jika, kemudian laki-laki sering disalahkan sebagai pelaku pemerkosaan. Itu adalah tindakan yang sangat banyak faktor dibaliknya. Lalu, apakah salah satu faktornya adalah keseringan melihat patung telanjang?
Sebenarnya, salah satu faktor laki-laki kesulitan menahan hasrat itu adalah moralitas. Level moralitas yang terkadang rendah, membuat mereka susah mengontrol hawa nafsu---yang dianugerahkan ke manusia. Selain itu, faktor pendidikan. Penanaman nilai-norma yang gamblang (disertai contoh/bukti) juga akan memberikan pola pikir tentang seksual yang ideal bagi masyarakat. Khususnya bagi laki-laki.
Poin paling krusial memang pada bukti. Artinya, harus ada contoh kasus dan kemudian itu dapat menjadi pembelajaran bagi siapapun untuk tidak melakukan hal yang serupa. Memang pengalaman adalah guru yang terbaik. Tapi, pengetahuan juga dapat membuat kita (laki-laki/perempuan) dapat menjauhi resiko sedini mungkin.Â
Apalagi resiko untuk diperkosa (bagi perempuan) dan dipenjara (bagi laki-laki). Artinya, penanaman moralitas juga tidak hanya ditekankan pada pihak laki-laki, namun juga perempuan. Keseimbangan ini akan menjadi keidealan bagi manusia untuk menjadi sosok yang saling menghargai. Bukan saling menyalahkan.
Ketika ada pemerkosaan, laki-laki menuduh perempuan berbaju terlalu seksi dan berdandan menor. Sedangkan perempuan menuduh laki-laki, otaknya terlalu mesum.
Padahal keduanya sama-sama manusia. Sama-sama punya nafsu seksual. Tapi, mengapa laki-laki seringkali tertangkap basah gagal menahan hawa nafsunya---dan memerkosa? Apa ini gara-gara patung telanjang? Apa ini karena menonton kartun dengan payudara bohai dan bersensor?
Apakah nafsu laki-laki sepayah itu? Apakah ada korelasi antara kedangkalan moralitas dan nafsu seksualitas dengan sensor-sensor lebay hingga kini merambah ke patung-patung?
Dari sinilah mulai terkuak alasan mengapa patung sekarang berkemben. Apakah ini adalah solusi yang tepat untuk meminimalisir adanya kasus pelecehan seksual hingga kriminalitas?
Jangan-jangan, manusia akan semakin liar, ketika kehidupannya semakin terkurung. Seperti burung. Mereka akan langsung terbang ketika sangkar terbuka. Artinya, masyarakat Indonesia akan (diprediksi) semakin menjadi-jadi (kenakalannya) ketika segala hal menjadi tidak lumrah.Â
Secara hukum, Indonesia semakin bagus kinerjanya, itu tepat. Tapi, secara kehidupan sosial-budaya, melihat patung berkemben, sensor di tv yang terkadang lebay, justru bisa jadi akan melahirkan orang-orang yang 'haus' terhadap apa yang selama ini tertutupi. Bukankah manusia selalu memiliki keingintahuan yang tinggi? Apalagi yang muda.
Ada-ada saja perilaku masyarakat +62 ini. Hehehe..."
Malang, 4-6 April 2019
Deddy Husein S.