Mohon tunggu...
Deddy Husein Suryanto
Deddy Husein Suryanto Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer

Penyuka Sepak Bola. Segala tulisan selalu tak luput dari kesalahan. Jika mencari tempe, silakan kunjungi: https://deddyhuseins15.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ondel-ondel Lumut

19 Desember 2018   15:08 Diperbarui: 19 Desember 2018   15:14 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar: bisniswisata.co.id

Jadi, apakah Ondel-ondel mau disamakan dengan para maskot---termasuk maskot brand smartphone yang bahkan bisa 'nge-dance'?

Kemudian, kita beralih pada istilah Lumut. Iya, lumut yang menempel di bebatuan atau batu-bata yang lembab. Itulah istilah yang mungkin tepat untuk disertakan pada Ondel-ondel. Mengapa?

Karena Ondel-ondel adalah bagian dari kesenian tradisional yang kemudian menjadi perantara budaya khas setempat---asal dari kemunculannya. Bisa jadi, bahwa maskot yang memiliki usia tua adalah Ondel-ondel. Hal ini selayaknya seperti lumut. Sebuah kehidupan yang lama dan dapat membuat alam menjadi terlihat seimbang. Bahwa unsur kehidupan di dunia ini ada alam yang mati (batu, gunung, air, udara, dan api) dan dapat menyatu dengan alam yang hidup (seperti flora-fauna), salah satunya adalah lumut.

 Lumut adalah bukti nyata dari adanya hasil pertemuan panas, dingin, hujan dan sengatan matahari yang membuat apapun di alam ini yang awalnya kering dan tergerus menjadi lembab dan menghasilkan kehidupan---muncul bunga yang tumbuh dari spora (contohnya bunga Sepatu). Selain itu, lumut tumbuh untuk membuat adanya pendauran kembali dari alam yang mati dan keras tersebut.

Lalu, siapa yang peduli jika lumut punah?

Belum ada.

Namun, puluhan ribu atau jutaan batang pohon yang tertebang setiap bulannya, membuat semua orang panik. Tapi hanya panik. Sedangkan, jika seandainya tak ada lumut, itu justru akan menjadi sangat berbahaya. Karena keseimbangan ekosistem pada alam tandanya sudah terganggu. Artinya, tak ada lagi perjumpaan antara dingin-panas, hujan-kemarau, dan bahkan mungkin siang-malam.

Tapi, kita tidak begitu menghiraukan lumut seperti sikap kita terhadap pohon, bunga dan semacamnya jika mereka punah.
Hal ini sedikit mirip dengan Ondel-ondel. Ketika, dia tidak pernah keluar dari panggung Betawinya, siapa yang peduli? Namun, ketika dia keluar dari panggungnya, semua langsung berbondong-bondong mengucapkan bela sungkawa terhadap mirisnya eksistensi seni-budaya yang mengharuskan mereka untuk dibawa ngamen.

Selayaknya lumut yang membaur di tanah, bebatuan, bahkan di dinding-dinding yang tak terawat, Ondel-ondel bisa jadi akan menjadi lebih menarik ketika dirinya berhasil menjadi maskot yang 'ramah' menyapa rakyat---melebur bersama maskot lainnya yang lebih muda darinya. Memang tak harus nge-dance dan guling-guling untuk mendapatkan perhatian dan tepuk tangan. Namun, dengan keberadaannya di jalanan, itu artinya ada upaya besar---walau beresiko---untuk dapat mempertahankan eksistensi.

Lalu, apakah harus ngamen?

Tentu tidak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun