Dari masa Aji Santoso, Mat Halil, Mahyadi Panggabean, Ismed Sofyan, Isnan Ali, M. Nasuha, sampai kini kita lebih akrab mendengar nama-nama seperti Rizaldi Hehanusa, I Putu Gede, Alfath Fathier, Firza Andika, dan masih banyak lagi.
Lalu mundur ke posisi penjaga gawang, kita juga selalu berhasil menemukan pemain-pemain berkelas di sini. Memang, di era sekarang kita seperti kehilangan sosok penjaga gawang utama yang seharusnya masih berada di sana. Yaitu, Kurnia Meiga.Â
Kiper asal Arema ini (jika merujuk pada usia dan kualitasnya) seharusnya masih layak menempati skuad Merah Putih. Karena di Piala AFF 2016, timnas lolos ke partai puncak bersama kiper jangkung ini.Â
Meski akhirnya harus kembali gagal meraih gelar juara yang diidamkan, adik penjaga gawang alm. Ahmad Kurniawan ini tetap dianggap sebagai salah satu penjaga gawang terbaik dan selalu menjadi pilihan utama di skuad utama.Â
Namun, absennya Kurnia Meiga (karena masalah kesehatan), Indonesia tak perlu bersedih. Karena, Indonesia masih memiliki penjaga gawang seperti Andritany Ardhiyasa, kiper senior Wawan Hendrawan, Dede Nathsir, Muhammad Ridho, Rivky Mokodompit, sampai penjaga gawang muda macam Awan Setho, Abdul Rohim, Satria Tama dan Rustam Rusdiana. Di lini ini, timnas Indonesia masih dapat bernafas lega.
Di lini tengah sebenarnya bukan 100% tanpa kekurangan, tapi seringkali lini tengah Indonesia seperti terlihat kurang sempurna. Entah itu dari pemilihan pemain yang dipanggil ke timnas, maupun kesamaan karakter bermainnya membuat pelatih harus membuat taktik yang mengharuskan pemain untuk beradaptasi.
Mari kita tengok skuad lini tengah Indonesia di AFF 2018 ini, yang mana mereka menyandarkan pilihan di starting line-up pada Evan Dimas sebagai kreator serangan, Zulfiandi sebagai pemutus serangan lawan dan penyeimbang, lalu ada dua pemain sayap  Febri Hariyadi dan Andik Vermansyah, kemudian ada pemain naturalisasi keturunan Belanda Stefano Lilipaly yang biasanya menjadi pemain tengah---di belakang Beto Goncalves yang bertindak sebagai target man.Â
Komposisi di lini tengah timnas sebenarnya sudah cukup ideal. Evan Dimas yang visi bermainnya cukup baik didukung oleh Zulfiandi yang dapat membantu serangan dan bertahan.Â
Namun di sini terlihat bahwa Zulfiandi kurang garang sebagai gelandang yang ditugaskan sebagai pelindung dua bek di belakangnya, hal ini kemudian membuat pertahanan timnas kurang tangguh saat Zulfiandi kehilangan posisinya saat serangan balik dari lawan. Begitu pula dengan keberadaan Evan Dimas yang seperti masih belum 100% yakin dapat menjadi jenderal di lapangan tengah timnas Indonesia.Â
Kreasinya masih 50-50 di setiap pertandingan, sehingga perlu adanya support dari lini sayap seperti Andik maupun Febri. Bagi Andik, AFF bukanlah kompetisi asing. Karena dirinya sudah mendapatkan kesempatan gabung timnas Indonesia di AFF dua kali (2012 dan 2016) dan tahun ini adalah yang ke-3 bagi mantan punggawa Persebaya dan Selangor FA.Â
Tahun ini seharusnya Andik dapat menebus kegagalannya bermain di partai kedua final AFF 2016 di Rajamangala Stadium, Bangkok Thailand. Keberadaan Andik tentu jauh lebih disyukuri, mengingat pemain ini jauh sudah lebih berkembang dibandingkan masa-masa sebelumnya. Kualitas dan pengalamannya sangat seimbang, dan ini sangat dibutuhkan bagi Indonesia.