Mohon tunggu...
Deasy Febriyanty
Deasy Febriyanty Mohon Tunggu... -

Mencari "value" dari Belajar Kesehatan Masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Kesiapan Tenaga Kesehatan Tandingi Antusiasme Peserta JKN

2 Januari 2015   06:57 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:59 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

KesiapanTenaga Kesehatan Tandingi Antusiasme Peserta JKN



Menteri Kesehatan melewatkan malam tahun barunya (31/12/2014) dengan blusukan ke rumah sakit, jauh dari kesan hura-hura. Kabarnya beliau menyempatkan diri untuk melihat kesiapan RS mengantisipasi kejadian-kejadian yang tidak diinginkan seperti kecelakaan atau bencana yang mungkin saja terjadi pada situasi perayaan malam tahun baru 2015. Rupanya harapan saya terhadap Menkes yang baru pada tulisan terdahulu terjawab dengan kegiatan beliau kali ini. Setelah melakukan inspeksi mendadak (sidak) sebentar ke ruang Instalasi Gawat Darurat RSUP Fatmawati, kunjungan Menkes dilanjutkan dengan peninjauan ke beberapa ruang perawatan lainnya. Sesungguhnya apa yang dilakukan Menkes Nila Moeloek bukanlah sesuatu yang baru terjadi. Sejak jaman Menkes Siti Fadilah, hingga Nafsiah Mboi, sudah beberapa kesempatan dilakukan sidak ke rumah sakit tertentu. Lalu pertanyaannya, kenapa harus ke rumah sakit? Apakah benar kunjungan Menkes Nila Moeloek hanya ingin melihat kesiapan RS dalam hal antisipasi kesiapan pelayanan kegawatdaruratan atau ada maksud lain?

Rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya macam Puskesmas, klinik atau praktek dokter keluarga merupakan sarana pelayanan terdepan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Baik buruknya kinerja sektor kesehatan sangat dipengaruhi oleh upaya kesehatan perorangan yang dijalankan oleh fasilitas kesehatan tersebut. Layanan yang diberikan tentu disokong kuat oleh sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang jumlahnya mencukupi dan kualitasnya dapat diandalkan. Namun sayangnya kondisi sesungguhnya saat ini belum dapat memenuhi harapan orang banyak. Bukan rahasia umum lagi bila banyak sekali keluhan yang ditujukan kepada fasilitas pelayanan kesehatan, mulai dari yang ringan seperti lamanya antrian untuk mendapatkan suatu pemeriksaan, hingga kasus yang berat seperti penolakan pasien atau malpraktik.

Sebagai salah satu sub sistem terpenting dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN), SDM kesehatan seharusnya mendapat perhatian serius dalam hal pengelolaannya. Pengaturan tentang SDM Kesehatan kini juga diperkuat dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan (UU Nakes) yang disahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir masa jabatannya Oktober 2014 yang lalu. UU yang memayungi seluruh profesi kesehatan ini seakan menegaskan pentingnya peran seluruh tenaga kesehatan dalam pembangunan kesehatan, tidak hanya tenaga medis yang selama ini seolah diistimewakan, namun kini juga tenaga kesehatan masyarakat bisa terangkat eksistensinya. Bahkan tenaga kesehatan tradisional juga diakui dengan tegas didalamnya. Saya akan coba gambarkan sedikit tentang UU ini.

UU Nakes secara umum antara lain berisi pengaturan tentang pengelompokkan tenaga kesehatan yang terdiri tenaga kesehatan dan asisten tenaga kesehatan. Yang termasuk ke dalam tenaga kesehatan adalah: tenaga medis, tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga teknik biomedika, tenaga kesehatan tradisional, dan tenaga kesehatan lainnya.Selain itu juga diatur mengenai manajemen tenaga kesehatan pada aspek perencanaan, pengadaan, pendayagunaan dan perijinan yang tujuannya untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan baik dalam sisi jumlah, jenis maupun kompetensi serta pemerataan distribusinya. Selain itu juga mengatur mengenai hak, kewajiban, kewenangan serta standar profesi dan standar pelayanan berikut SOP dalam menjalankan praktiknya.

Berdasarkan data Kementerian Kesehatan hingga 2013 terdapat lebih dari 90 ribu tenaga medis (dokter dan dokter gigi) dan 425 ribu tenaga keperawatan (perawat, bidan) serta ribuan tenaga kesehatan dan non kesehatan lainnya yang bekerja di fasilitas layanan kesehatan di seluruh Indonesia. Indonesia juga memiliki lebih dari 2400 RS publik dan privat dan tidak kurang dari 9700 puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia.

Dalam hal pelayanan kesehatan, kini di era program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tentu para tenaga kesehatan dituntut untuk bekerja lebih keras lagi. Jumlah, jenis dan mutu tenaga kesehatan yang ada tentu harus terus ditingkatkan dan dikembangkan terus menerus. Hal ini berkaitan dengan kemampuan dalam memberikan layanan kepada masyarakat atau peserta JKN yang terus meningkat jumlahnya. Menurut data BPJS Kesehatan, hingga akhir Desember 2014 terdapat sekitar 133 juta peserta JKN. Padahal target semula cakupan kepesertaan BPJS Kesehatan sampai akhir 2014 hanya 121,6 juta jiwa. Hal ini menunjukan animo yang besar dari masyarakat untuk menjadi peserta BPJS Kesehatan. Sementara fasilitas kesehatan yang telah menjalin kerjasama dengan BPJS Kesehatan total berjumlah 20.305 yang terdiri dari Puskesmas, klinik, RS pemerintah, RS swasta, RS pratama, dokter dan dokter gigi praktik swasta serta optik.


Terhitung hari ini (1/1/2015) Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah berjalan selama satu tahun.Awal November 2014 lalu, pemerintahan Presiden Jokowi juga telah meluncurkan Kartu Indonesia Sehat (KIS), yang akan menyempurnakan program JKN. KIS ditujukan untuk memperluas jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI) seperti para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), seperti gelandangan, yatim piatu, orang cacat, penghuni panti asuhan dan lainnya, yang jumlahnya diperkirakan mencapai 1,7 juta jiwa, yang selama ini mereka belum ter-cover dalam program JKN sebagai PBI, yang jumlahnya ‘hanya’ mencapai 86,4 juta jiwa.



Di satu sisi jumlah kepesertaan sudah berhasil mencapai targetnya, namun di sisi lain, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), yang mempunyai kewenangan melakukan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan program jaminan sosial, serta sebagai pengawas eksternal BPJS Kesehatan masih menemukan banyak kendala terkait pelaksanaan program JKN. Temuan DJSN terhadap penyelenggaraan JKN dalam kurun waktu setahun ini, dalam hal pemberian pelayanan, masih ditemukan puskesmas yang belum memiliki database peserta dan tidak memahami 155 diagnosa penyakit, yang mesti dilayani di layanan primer. Akibatnya, tingkat rujukan ke rumah sakit menjadi tinggi, antara 20-40%. Hal ini mengakibatkan terjadinya penumpukan pasien di rumah sakit. Demikian pula dengan rumah sakit yang juga ada kecenderungan belum melaksanakan MoU secara utuh. Masih ada perilaku yang meminta pasien untuk naik kelas perawatan, membeli obat sendiri, bahkan harus deposit sejumlah uang terlebih dahulu.


Hasil evaluasi DJSN tersebut tentunya menjadi pekerjaan rumah bagi Kemenkes dan BPJS Kesehatan. Ternyata masih ada fasilitas kesehatan yang belum menjalankan tugasnya dengan maksimal. Hal ini sudah pasti dipengaruhi oleh kemampuan sumber daya manusia yang menanganinya, baik pihak manajemen fasilitas kesehatan maupun tenaga kesehatan yang langsung memberikan pelayanan.


Tentu kita semua berharap program mulia JKN ini dapat terus berkelanjutan dengan dilakukan perbaikan-perbaikan karena terbukti program tersebut sudah membantu jutaan pasien dalam memproteksi pengeluaran pengobatan mereka. Pelayanan yang prima sudah menjadi keniscayaan yang didambakan semua orang, dan ini terletak pada pundak tenaga kesehatan yang harus terus meningkatkan kapasitasnya mengikuti tuntutan modernisasi dan kebutuhan masyarakat pengguna jasa mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun