Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Geopolitics Enthusiast

Learn to live, live to learn.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Diplomasi NATO: Mengelola Donald Trump dan Tantangan Den Haag

26 Juni 2025   12:19 Diperbarui: 26 Juni 2025   12:19 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia diplomasi, terkadang tantangan terbesar bukanlah membuat para pemimpin sepakat, melainkan membuat mereka sepakat di depan Donald Trump. Itulah situasi yang dihadapi oleh Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutter, dalam pertemuan puncak NATO di Den Haag. Pertemuan ini menjadi momen besar pertama yang diadakan selama dua hari, menghadirkan 32 kepala negara anggota, tokoh senior Uni Eropa, sekutu dari Asia, hingga perwakilan Ukraina.

Namun, pertemuan tahun ini bukan sekadar tentang tank atau perjanjian. Fokus utamanya adalah bagaimana mengelola panggung yang dihiasi oleh Trump, seorang Presiden AS yang kerap menciptakan dinamika berbeda dalam diplomasi internasional.

Kompleksitas Relasi Trump dan NATO

Trump dikenal memiliki hubungan yang kompleks dengan NATO. Pada masa jabatan pertamanya, ia bahkan mempertimbangkan untuk keluar dari aliansi ini. Ketika ditanya tentang komitmennya terhadap Pasal 5 NATO, yang menyatakan bahwa serangan terhadap satu anggota adalah serangan terhadap semua anggota, jawabannya seringkali ambigu:
"Tergantung definisi Anda. Namun saya berkomitmen menjadi teman mereka."

Ketidakpastian ini sering memicu kekhawatiran di Eropa. Namun, Trump juga menyatakan dukungan penuh terhadap NATO, terutama ketika ia merasa tuntutannya untuk menaikkan anggaran pertahanan mulai terpenuhi.

Selama bertahun-tahun, Trump mendesak anggota NATO untuk menaikkan anggaran pertahanan. Akhirnya, ia mendapatkan sebagian dari apa yang diinginkannya. NATO menyepakati target baru: 3,5% dari PDB untuk belanja pertahanan inti, seperti tank, jet tempur, dan sistem pertahanan udara, serta 1,5% untuk kebutuhan lainnya, seperti keamanan siber dan infrastruktur.
"Saya pikir ini adalah kemenangan besar bagi semua orang," ujar Trump dengan penuh percaya diri.

Jadi, agenda utama KTT ini dirancang untuk menjaga Trump tetap tenang. Acara resmi dipersingkat, akomodasi Trump ditingkatkan, bahkan ia menginap di istana kerajaan. Strategi ini terbukti efektif untuk menghindari insiden besar selama pertemuan.

Namun, di balik manuver ini, ada kekhawatiran yang lebih besar. Beberapa diplomat NATO berpendapat bahwa pendekatan "memanjakan" Trump bukanlah solusi jangka panjang. Sebaliknya, mereka mendesak NATO untuk fokus pada penguatan internal dan pengelolaan tantangan eksternal seperti Rusia dan China.

Peran Ukraina dalam Pertemuan

NATO juga harus menghadapi tantangan lain, termasuk perang Rusia-Ukraina yang terus berlanjut. Aliansi ini telah menemukan kembali tujuannya, yaitu persatuan dan pencegahan, meski tidak semua negara anggota menyambut peningkatan anggaran dengan antusiasme yang sama.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, hadir di Den Haag dalam peran yang lebih tenang dibandingkan sebelumnya. Meski demikian, ia menerima dukungan dari NATO yang terus menegaskan bahwa Ukraina suatu saat akan menjadi anggota. Namun, komunikasi akhir dari pertemuan ini lebih berhati-hati, tanpa menyebut langsung tawaran keanggotaan Kiev.

Pertemuan di Den Haag juga menunjukkan bagaimana NATO sebagai aliansi terus beradaptasi di tengah tekanan. Di satu sisi, ada kebutuhan mendesak untuk mengatasi ancaman dari luar, terutama Rusia. Namun, di sisi lain, ada tantangan internal, termasuk menjaga keselarasan antaranggota dan mengelola kepribadian pemimpin yang berbeda.

Trump mungkin menjadi pusat perhatian, tetapi tantangan yang lebih luas tetap ada. Misalnya, isu-isu seperti perubahan iklim, keamanan energi, hingga ancaman teknologi baru seperti serangan siber semakin mendesak NATO untuk memperluas fokusnya.

Pelajaran dari Den Haag

Pada akhirnya, pertemuan di Den Haag mencerminkan terobosan dalam pengeluaran pertahanan dan solidaritas melawan Rusia. Namun, di balik layar, pertemuan ini adalah penyeimbangan hati-hati untuk mencegah satu orang menggagalkan aliansi. Dalam konteks NATO saat ini, ancaman terbesar tidak selalu datang dari Moskow, melainkan dari ketidakpastian internal.

Diplomasi, pada akhirnya, adalah seni untuk menyatukan berbagai kepentingan dalam satu forum. Dengan latar belakang ini, keberhasilan pertemuan di Den Haag menunjukkan bahwa meski Trump menciptakan tantangan unik, NATO mampu beradaptasi dan terus bergerak maju. Pertanyaannya, sampai kapan strategi ini bisa berhasil? NATO harus terus mencari cara untuk menjaga relevansi, tidak hanya dengan anggotanya, tetapi juga di panggung global yang semakin kompleks.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun