Mohon tunggu...
Dean Ruwayari
Dean Ruwayari Mohon Tunggu... Human Resources - Geopolitics Enthusiast

Belakangan doyan puisi. Tak tahu hari ini, tak tahu esok.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Negara Mana Saja yang Rentan Jadi The Next Sri Lanka?

14 Juni 2022   19:12 Diperbarui: 12 Juli 2022   23:09 628
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah warga berunjuk rasa di dekat kediaman Presiden Gotabaya Rajapaksa di Kolombo, Sri Lanka, 31 Maret 2022. REUTERS/Dinuka Liyanawatte

Situasi di Sri Lanka kian parah. Warga harus bersiap mengalami kekurangan pangan, bersamaan dengan krisis ekonomi yang masih terjadi hingga kini. Ada pelajaran yang bisa dipetik dalam setiap krisis ini. Pelajaran itu adalah kehati-hatian fiskal. Memang benar beberapa faktor berada di luar kendali pemerintah misalnya pandemi Covid-19 atau perang di Ukraina.

Faktor-faktor itu juga sangat mempengaruhi setiap negara di  dunia tapi tidak semua jatuh ke jurang krisis seperti yang terjadi pada Sri Lanka. Apa yang berbeda dengan Sri Lanka? karena pemerintah di sana mengacaukan kebijakan fiskalnya. Misalnya melakukan pemotongan pajak di tengah pandemi atau melarang pupuk kimia. Kebijakan yang salah arah itu mendorong Sri Lanka ke tepi jurang krisis.

Pada dasarnya Sri Lanka lebih besar pasak daripada tiang, menghabiskan lebih dari yang mereka hasilkan. Dan itu akan menjadi pelajaran nomor satu kepada dunia.

Kebijakan populis terdengar bagus tapi dalam banyak kasus tidak tepat karena tidak didukung oleh ekonomi. Seperti sebuah kutipan "good politics is bad economics" artinya politik yang baik itu menghabiskan banyak biaya.

Pelajaran nomor dua, jangan percaya Cina. Ketika situasi berjalan baik-baik saja, Cina sangat ingin membantu Sri Lanka. Beijing membangun bandara, jalan raya,dan memberikan pinjaman. Pada dasarnya Cina membebani Sri Lanka dengan utang.

Mari kita tengok datanya. Cina menambah 10% beban utang dari total utang Sri Lanka. Begitu juga Jepang 10%. Bank dunia 9%, dan Bank Pembangunan Asia 13%. 

4e7a72dd-0efa-4683-bb16-0f63c90f29e9-62a8b259fdcdb42f67548fb2.jpeg
4e7a72dd-0efa-4683-bb16-0f63c90f29e9-62a8b259fdcdb42f67548fb2.jpeg
Tapi coba tebak berapa banyak dari pemberi pinjaman ini yang telah mengambil alih aset strategis di Sri Lanka? Yup...hanya satu. Cina telah mengambil hak guna penuh pelabuhan Humbantota di Sri Lanka untuk jangka waktu 99 tahun. Artinya pelabuhan ini akan menjadi milik Cina selama 99 tahun ke depan.

Jadi poin saya bahwa utang itu tidak buruk. Setiap negara di dunia berutang. Yang penting adalah siapa pemberi pinjaman dan jenis utang apa yang diambil. Dalam kasus ini, berhati-hatilah mengambil pinjaman Cina, jangan sampai terkena jebakan utang Cina. Sayangnya Sri Lanka harus mempelajarinya dengan cara yang keras.

Nomor tiga, perlunya ketahanan ekonomi. Ekonomi Sri Lanka bergantung pada pariwisata. Pada tahun 2018, sektor pariwisata menyumbang 5,6% dari total PDB (Produk Domestik Bruto) Sri Lanka, dengan keuntungan total sebesar 4,4 miliar dolar.

Sebagian besar devisa Sri Lanka berasal dari pariwisata kemudian datanglah pandemi corona. Pada tahun 2020, kontribusi pariwisata terhadap PDB Sri Lanka turun menjadi 0,8%.

Ketika pariwisata menghilang, dua hal terjadi. Sri Lanka kehilangan devisa berharga dan ribuan orang kehilangan pekerjaan. Pekerjaan seperti staf hotel, atau pemandu wisata, atau instruktur olahraga air, dan semua jenis pekerjaan terkalit pariwisata lainnya dihempas badai pandemi.

Dan masalah ini tidak hanya terbatas pada Sri Lanka, seluruh dunia sedang menghadapi tiga tantangan utama global era pandemi. Nomor satu, harga bahan bakar meningkat. Jika harga bahan bakar lebih mahal, negara harus membeli tambahan dolar untuk membeli minyak. Yang menyebabkan tantangan nomor dua yakni inflasi. Nilai mata uang negara menurun sehingga butuh pinjaman dari luar untuk belanja negara ke luar negeri. Dan menyebabkan tantangan nomor tiga: meningkatnya utang.

Dan tantangan terakhir "meningkatnya utang" akan menjadi warisan pandemi. Dalam tiga tahun terakhir negara-negara meminjam banyak uang. Negara butuh paket stimulus seperti skema pendanaan kesehatan, dan jaminan sosial. Semua ini menghabiskan banyak uang tetapi tidak ada pendapatan untuk mengimbangi pinjaman yang besar selama pandemi. Hasilnya adalah krisis utang global.

Setiap negara menghadapi tantangan ini sayangnya beberapa terancam runtuh. Dilansir dari AP News, PBB (Persatuan Bangsa-bangsa) mengidentifikasi 107 negara yang terancam kolaps. Total penduduk 107 negara-negara ini adalah  1,7 miliar orang. Sembilan belas negara berada di Amerika Latin, 25 negara  di Asia Pasifik, dan 25 negara di Afrika.

Beberapa negara besar yang berada di ambang krisis ekonomi adalah Mesir, Libanon, Argentina, Turki, Ghana, dan Kenya. Beberapa negara di Asia Selatan juga, misalnya Pakistan. 27 dari utang luar negeri Pakistan dimiliki oleh Cina. Inflasi tak terkendali di Pakistan dan hampir kehabisan cadangan devisa. Segera Pakistan bisa mengalami nasib yang sama dengan Sri Lanka atau malah lebih buruk.

Negara lainnya adalah Nepal dan Maladewa. Dua negara ini sangat mirip dengan Sri Lanka. Saat ini mereka juga bergantung pada pariwisata untuk mengisi kas negara dan sekarang kedua negara kehabisan dolar untuk belanja barang dari luar negeri ataupun membayar utang.

Seperti yang saya katakan sebelumnya, krisis ini adalah pelajaran bagi seluruh dunia. Kita hidup di masa yang tidak pasti. Pandemi dan perang akan selalu ada di depan mata sehingga pemerintah perlu mempersiapkan lebih baik lagi. Pemerintah mau tidak mau harus bisa mendiversifikasi ekonomi dan berinvestasi di industri baru.

Arab Saudi misalnya. Dunia perlahan beralih dari minyak ke energi terbarukan. Apa yang dilakukan Arab Saudi? Mereka tanggap dan mulai berinvestasi dalam sains dan teknologi, transportasi, dan dunia hiburan. Arab Saudi berinvestasi untuk masa depan.

Negara seperti Sri Lanka perlu melakukan hal yang sama. Yah, pariwisata merupakan sumber pendapatan yang besar tetapi itu saja tidak akan cukup. Pemerintah perlu perencanaan dan pinjaman yang cerdas. Itu satu-satunya cara untuk bisa menatap masa depan.

Krisis Sri Lanka memberi pelajaran dasar ekonomi bagi kita. Seperti jangan besar pasak daripada tiang, dan jangan percaya pemberi pinjaman yang punya agenda perangkap utang. Serta buatlah rencana keuangan untuk jangka panjang.

Apa yang terjadi di Sri Lanka juga memberikan pelajaran bagi pemerintah dan kawasan ASEAN (serta dunia), baik itu pelajaran dalam politik atau diplomasi. Kita berharap Sri Lanka keluar dari krisis ini dan lebih kuat dari sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun