Mohon tunggu...
Dea Fitri Aulia
Dea Fitri Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - S1 Bimbingan dan Konseling

-

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tantangan dan Solusi dalam Membangun Pendidikan Inklusi di Indonesia

31 Desember 2023   12:01 Diperbarui: 31 Desember 2023   12:02 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dunia pendidikan Indonesia menghadapi banyak permasalahan, termasuk pemberantasan buta-huruf, kenakalan remaja, dan jumlah putus sekolah yang tinggi. Selain itu, ada juga masalah peluang pendidikan yang sama bagi para penyandang disabilitas. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah bertanggung jawab untuk memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang berkualitas tinggi bagi setiap warga negara, menurut Amanat UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 5 Ayat 1 menyatakan bahwa "Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu", dan Ayat 2 menyatakan bahwa "Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan sosial berhak memperoleh pendidikan khusus” (Agustin, 2016).

Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2019 menyebutkan terdapat sebanyak 1,6 juta anak berkebutuhan khusus yang ada di Indonesia dan hanya 18% anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di sekolah inklusi. Ketersediaan sekolah luar biasa di Indonesia tidak sebanding dengan jumlah anak berkebutuhan khusus (Hasna, 2020; Mujiafiat & Yoenanto, 2023). Pendidikan inklusi berarti semua siswa dengan kebutuhan khusus diterima di sekolah reguler di daerah tempat tinggal mereka dan menerima berbagai jenis pendidikan dan dukungan sesuai dengan kebutuhannya. Pendidikan inklusi didefinisikan sebagai pendidikan yang memasukkan anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus ke dalam kelas bersama dengan anak-anak biasa. Dalam pendidikan inklusif, anak berkebutuhan khusus tidak diberi hak atau perlakuan khusus. Sebaliknya, mereka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan siswa lainnya di kelas (Fitria, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Wati (2014) menunjukan bahwa terdapat beberapa sekolah yang telah ditunjuk sebagai inklusi, akan tetapi dalam implementasinya masih banyak hal yang tidak sesuai dengan gagasan dasar, dan seringkali terjadi kesalahan praktik dalam hal pemahaman, kebijakan internal sekolah, kurikulum, tenaga pendidik dan pembelajaran. Beberapa media massa di Aceh melaporkan bahwa sekolah dasar yang telah ditunjuk untuk menjadi sekolah inklusi menolak untuk menerima siswa berkebutuhan khusus karena kekurangan guru professional. Kebijakan yang dijelaskan dalam PP No. 13 tahun 2020 tentang pengaturan pendidikan inklusi di Indonesia mencakup persiapan guru yang lebih serius untuk mengajar anak berkebutuhan khusus, yang merupakan salah satu cara agar pendidikan inklusi dapat berjalan dengan baik.

Guru harus memiliki kompetensi sebagai agen pembelajaran untuk melakukan pendidikan inklusi. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No.14 Tahun 2005 pasal 10 ayat 1, kemampuan guru meliputi kemampuan pedagogik, kepribadian, profesional, dan sosial. Melalui kemampuan ini, guru akan menjadi profesional dalam melakukan tugasnya, terutama mengajar anak berkebutuhan khusus. Selain itu, guru inklusi harus mampu membuat alat penilaian pendidikan khusus, menyediakan fasilitas layanan khusus, dan memberikan bimbingan terus menerus yang bermanfaat untuk pertumbuhan anak berkebutuhan khusus (Mudjito, 2012). Untuk meningkatkan kemampuan ini, sekolah juga harus mendukung guru untuk mengikuti pelatihan. Ini menunjukan bahwa guru lebih siap untuk menerapkan pendidikan inklusi dan memiliki kompetensi yang lebih baik. (Oktiani, 2017). Sejalan dengan Juntak et al., (2023) salah satu model terbaik untuk pendidikan inklusif adalah pelatihan dan pengembangan profesional guru. Guru harus dilatih dalam pendekatan inklusif, strategi diferensiasi, manajemen kelas yang inklusif, dan pengelolaan kebutuhan khusus. Dengan keterampilan ini, guru dapat lebih efektif menangani keberagaman siswa di kelas.

REFERENSI

 Agustin, I. (2016). Manajemen Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar Sumbersari 1 Kota Malang. Education and Human Development Journal, 1(1), 27-34.

Fitria, R. (2012). Proses Pembelajaran Dalam Setting Inklusi Di Sekolah Dasar. E-JUPEKHU: (Jurnal Ilmiah Pendidikan Khusus), 1(1), 90-101.

Hasna. (2020). Kesiapan Pengelolaan Tenaga Pendidik dalam Penyelenggaraan Sekolah Inklusi TK Fun and Play Kota Semarang. (Skripsi). Universitas Negeri Semarang.

Juntak, J. N. S., Rynaldi, A., Sukmawati, E., Arafah, M., Sukomardojo, T. (2023). Mewujudkan Pendidikan Untuk Semua: Studi Implementasi Pendidikan Inklusif Di Indonesia. Jurnal Birokrasi & Pemerintahan Daerah, 5(2), 205-214.

Mudjito, D. (2012). Pendidikan Inklusif. Baduose Media Jakarta.

Mujiafiat, K. A., Yoenanto, N. H. (2023). Kesiapan Guru Dalam Pelaksanaan Pendidikan Inklusi. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 5(2), 1108-1116.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun