Mohon tunggu...
Muhzain Viswanathan
Muhzain Viswanathan Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Ahmad Dahlan

Terkadang suka membuat tulisan untuk dibaca diri sendiri

Selanjutnya

Tutup

Film

Representasi Islam Dalam Film Tanda Tanya "?"

23 Januari 2021   13:20 Diperbarui: 23 Januari 2021   13:28 639
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film Tanda Tanya “?” Karya Hanung Bramantyo

 

                   Dalam dunia perfilman Indonesia hal-hal yang menyinggung tentang SARA merupakan hal yang tabu dan sangat sensitif untuk dibahas serta diangkat ke dalam suatu film. Hal itu didasari oleh alasan bahwa film mempunyai kemampuan mengantar pesan secara unik. Seperti yang ada di Film Tanda Tanya “?” yang dirilis tanggal 7 April 2011 yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo yang mendapat banyak perdebatan karena isu yang diangkat sangatlah sensitif. Terutama bagi kelompok fanatik agama islam yang ada di Indonesia.

            Film tanda tanya “?” menceritakan tentang konflik yang menayangkan tentang permasalahan antar etnis dan agama. Film ini diperankan oleh Revalina S Temat (Menuk), Reza Rahardian (Soleh), Rio Dewanto (Ping Hen/ Hendra), Hengky Sulaeman (Tankat Sun), Agus Kuncoro (Surya), dan Endhita (Rika). Di film ini mengangkat fenomena tentang kehidupan suatu kelompok masyarakat yang memiliki keluarga dengan latar belakang agama dan kepercayaan yang berbeda namun hidup berdampingan di dalam suatu struktur masyarakat. Adegan di dalam film ini bisa dibilang banyak mengandung hal yang sensitif seperti perpindahan agama, percintaan beda agama, pembunuhan tokoh agama (pastor), adanya terorisme yang bertujuan untuk mem-bom gereja, serta permusuhan antar ras, dan adegan itu disajikan secara jelas tanpa ada yang ditutup-tutupi. Tentu saja hal tersebut mengakibatkan banyak perdebatan karena hal-hal yang diangkat merupakan hal yang menyinggung tentang SARA.

            Sudut pandang dalam film ini lebih kepada tentang hubungan kehidupan umat muslim dengan umat beragama lainya, setiap dialognya dipastikan memiliki keterkaitan dengan islam. Dari hal tersebut memicu banyak protes dari para pemuka agama islam karena banyak mengandung kontroversi, bahkan banyak yang mengatakan bahwa film ini menyesatkan karena dalam adegan film tersebut banyak hal yang dilebih-lebihkan sehingga tidak sesuai dengan kenyataan. Film yang digarap oleh Hanung Bramantyo ini juga banyak mengajarkan tentang pluralisme beragama. Tentu saja ajaran tersebut bertentangan dengan apa yang diyakini oleh umat islam yang merupakan agama mayoritas yang ada di Indonesia. Pluralisme yang ada di dalam film tersebut dianggap sebuah tindakan yang menyudutkan bagi beberapa kelompok fanatik umat islam dan islam merupakan agama yang tidak baik dan tidak memiliki rasa toleransi.

            Pada film Tanda Tanya “?” terdapat mitos Islam yang diangkat dalam film yaitu Islam ditampilkan sebagai agama yang keras. Selain itu kesan Islam sebagai agama penebar teror juga sangat kuat, dengan adanya adegan-adegan yang menampilkan peristiwa penusukan pastor serta peristiwa pengeboman yang mana hal tersebut identik dengan tindak terorisme yang sempat marak terjadi di Indonesia yang tidak lain pelakunya adalah para umat muslim. Kemudian mitos selanjutnya adalah Islam digambarkan sebagai agama yang rasis dan picik, terutama saat berhadapan dengan umat agama yang lain. Rasis dan picik di film ini digambarkan dengan interaksi yang terjadi antara para pemeran yang beragama Islam dengan pemeran lain yang beragama Katolik dan Konghucu, serta berasal dari keturunan Tionghoa. Kedua, apabila dilihat dari segi kostum, riasan, dan ekspresi yang telah dianalisis secara sintagmatik, Islam dan umatnya tampil sebagai sosok yang sederhana, tidak berlebihan dan taat terhadap ajaran agamanya.

            Terlepas dari film tersebut, realitas yang ada di masyarakat di Indonesia memang masih terdapat sejumlah pihak atau kelompok yang mencoba memaksakan kehendak untuk menggantikan pluralisme yang telah mengakar dalam budaya dan darah bangsa ini. Sehingga konflik-konflik bernuansa SARA pun memang benar adanya di tanah air. Kondisi tersebut yang melatar belakangi Hanung Bramantyo untuk mengangkatnya menjadi sebuah film. Namun tentu saja paham pluralisme agama ini berbeda dengan pandangan umum masyarakat terhadap klaim kebenaran mutlak agama dan khususnya pandangan umat muslim yang tidak mengakui agama lain selain agama Islam adalah benar dan menyatakan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar. Islam dan umatnya digambarkan sebagai agama yang menyetujui praktik paham pluralisme ini. Padahal dalam ajaran Islam jelas-jelas tidak mengakui dan tidak membenarkan ajaran pluralisme yang menyatakan bahwa setiap agama adalah sama.

            Dengan demikian, sebuah pemahaman terhadap produksi media (film) sesungguhnya merupakan representasi sebuah ideologi yang ditanamkan tersebut. Penanaman ideologi berlangsung dengan sangat lembut. Disinilah sesungguhnya media merupakan ruang sosial dimana berbagai kepentingan dibenturkan. Sehingga menghasilkan berbagai fenomena yang mungkin mirip dengan realita yang terjadi, dan menimbulkan respon dari pihak-pihak yang memiliki perbedaan pendapat.

            Hakim Syah dalam artikel berjudul Dakwah Dalam Film Islam di Indonesia (Antara Idealisme Dakwah dan Komodifikasi Agama) pada Tahun 2013 yang dimuat dalam Jurnal Dakwah No. 2 Vol. XIV Tahun 2013 Representasi menggambarkan atau menceritakan, untuk menghadirkan kembali ingatan dengan mendeskripsikan, memerankan, atau mengimajinasikan konsep di dalam pikiran. Representasi mendasarkan diri pada realita yang ada pada suatu masyarakat atau realita yang menjadi refrensinya dihadirkan kembali melalui simbolisasi dalam media setelah realita itu diproduksi, dipelihara, diperbaiki atau diubah sedemikian rupa sehingga membentuk realita baru yang seolah-olah ideal. Melalui media film, Agama dikemas sedemikian rupa sebegai komoditas yang penting. Komodifikasi agama pada giliranya hanya akan menjadikan agama tidak lebih dari barang komoditas industri.

            Dengan segala kontroversi dan protes yang muncul menguatkan kesan bahwa film Tanda Tanya “?” menggunakan magnet isu agama dalam film garapannya sebagai nilai jual utama dalam menarik minat masyarakat untuk menontonnya. Film melahirkan sebuah bentuk realitas yang sengaja dikonstruksikan untuk memberikan sebuah gambaran lewat kode-kode, konversi, mitos, ideologi–ideologi kebudayaannya. Film melahirkan sebuah bentuk realitas yang sengaja dikonstruksikan untuk memberikan sebuah gambaran lewat kode-kode, konversi, mitos, ideologi-ideologi kebudayaanya. Karena realitas merupakan hasil konstruksi maka realitas disini telah mengalami penambahan maupun pengurangan karena turut campurnya faktor subyektivitas dari pelaku representasi atau orang-orang yang terlibat dalam media itu sendiri.

Muhzain Viswanathan, Mahasiswa Ilmu Komunikasi, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun