Mohon tunggu...
Dea atsmara
Dea atsmara Mohon Tunggu... Pengelola Pengadaan Barang/Jasa

Seorang pegawai biasa yang sedang mencari passion dan tujuan hidupnya di usia seperempat abadnya.

Selanjutnya

Tutup

Nature

Sawit dan Risiko Tersembunyi: Ketika Perkebunan Menyisakan Ancaman bagi Alam dan Masyarakat

16 Agustus 2025   20:35 Diperbarui: 16 Agustus 2025   20:35 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam, Indonesia dikenal luas sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Namun, di balik kekayaan ini tersimpan risiko besar yang seringkali luput dari perhatian. Setiap hektare hutan yang hilang untuk membuka lahan sawit bukan hanya sekadar angka statistik—melainkan hilangnya habitat satwa langka, meningkatnya emisi karbon, dan terganggunya kehidupan masyarakat adat. Potensi ekonomi yang menjanjikan ternyata menyisakan dampak lingkungan dan sosial yang serius, menuntut upaya nyata agar pertumbuhan industri tidak merusak warisan alam yang tak ternilai harganya.

Dampak deforestasi akibat industri sawit ini dapat terlihat dalam berbagai aspek. Biodiversitas hutan terancam karena spesies seperti orangutan, harimau, dan gajah kehilangan habitatnya. Selain itu, konversi hutan menjadi lahan sawit melepaskan karbon yang tersimpan di biomassa dan tanah, yang kemudian berdampak pada meningkatnya emisi gas rumah kaca (RSPO, 2021). Menurut analisis data dari TheTreeMap, pada tahun 2023, ekspansi perkebunan kelapa sawit skala industri menyebabkan konversi hutan seluas 30.000 hektare, meningkat 36% dibandingkan dengan 22.000 hektare pada tahun sebelumnya. Selain itu, data dari Trase juga menunjukkan bahwa deforestasi akibat perkebunan sawit pada tahun 2023 mencapai 30.000 hektare, dengan sebagian besar terjadi di Kalimantan dan Papua. Ada pula dampak pada aspek sosial yang begitu terasa, yaitu masyarakat adat kerap kehilangan akses terhadap tanah dan sumber daya alamnya, yang kemudian memicu konflik sosial serta menekan keberlangsungan budaya.

Penyebab dari fenomena ini tentunya cukup kompleks. Salah satu faktor penyebab utama adalah kenaikan harga minyak sawit (CPO) di pasar global, yang mendorong perusahaan dan petani memperluas lahan sawit, sering kali dengan membuka hutan primer (Forest Digest, 2024). Selain itu, tata kelola kehutanan yang lemah membuat pengawasan izin baru tidak konsisten, sehingga moratorium belum sepenuhnya efektif. Kondisi ini menimbulkan risiko besar bagi lingkungan dan keberlanjutan sosial di wilayah terdampak.

Melihat berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh ekspansi perkebunan sawit, langkah-langkah mitigasi menjadi sangat penting untuk diterapkan. Beberapa solusi dapat menjadi alternatif untuk menekan dampak tersebut, seperti penerapan moratorium yang ketat terhadap izin baru perkebunan sawit di hutan primer. Selain itu, sertifikasi sawit berkelanjutan seperti ISPO dan RSPO dapat mendorong praktik produksi yang lebih ramah lingkungan dan sosial, sekaligus meningkatkan akses pasar global. Rehabilitasi hutan dan lahan kritis juga merupakan strategi penting untuk memulihkan fungsi ekologis dan meningkatkan tutupan hutan (palmoilina.asia, 2024).

Secara keseluruhan, deforestasi akibat ekspansi perkebunan sawit di Indonesia merupakan tantangan yang kompleks dan menuntut perhatian serius. Pertumbuhan industri sawit memang penting bagi ekonomi nasional, tetapi dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan tidak bisa diabaikan. Tanpa pengelolaan yang berkelanjutan, hilangnya hutan primer akan terus mengancam biodiversitas, meningkatkan emisi karbon, dan menimbulkan konflik dengan masyarakat adat.

Keseimbangan antara produktivitas ekonomi dan kelestarian lingkungan menjadi kunci utama. Penerapan kebijakan yang konsisten, praktik produksi berkelanjutan, serta rehabilitasi hutan dan lahan kritis merupakan langkah-langkah yang dapat menjaga keberlanjutan industri sawit. Di sisi lain, keterlibatan semua pihak—pemerintah, perusahaan, masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya—sangat penting untuk memastikan bahwa pertumbuhan ekonomi tidak mengorbankan alam dan hak-hak sosial.

Jika langkah-langkah tersebut diterapkan secara konsisten, Indonesia berpeluang menjadi contoh bagi negara lain dalam mengelola industri sawit secara berkelanjutan. Dengan komitmen bersama, industri kelapa sawit tidak hanya bisa tetap produktif dan menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga menjaga keberlanjutan ekosistem, mendukung masyarakat lokal, dan melestarikan warisan alam yang berharga bagi generasi mendatang.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun