Instrument derivatif pada Lembaga keuangan Syariah masih banyak diperdebatkan. Perbedan pendapat terjadi tentang kebolehan penggunaan instrument derivative, mekanisme pasar dan kesulitan mengimplementasikan instrument derivative konfensional yang sesuai dengan Syariah.Â
Perdebatan ini terjadi karena adanya perbedaan konsep keuangan dalam islam. Konsep keuangan dalam islam adalah uang itu digunakan sebagai alat tukar dan bukan sebagai komoditas. Selain itu itu juga ada beberapa instrumen derivative itu yang jelas jelas keharamannya, seperti gharar (ambiguitas) dan riba.
Pemenuhan prinsip syariah dalam setiap transaksi keuangan pada lembaga keuangan syariah adalah wajib termasuk dalam manajemen risiko. Manajemen risiko bergantung pada ruang lingkup kepentingan umum atau maslahah dalam fiqa muamalat, yang dianggap sebagai landasan pertimbang an yang dapat diterima dalam prinsip-prinsip Syariah sesuai dengan hukum al-kharaj bil al-daman (yaitu dengan keuntungan, tanggung jawab muncul) serta al-ghorm bil al-ghonm (yaitu risiko yang muncul dengan keuntungan) dan sementara pada saat yang sama menahan diri dari gharar (peningkatan ketidakpastian), maisir (perjudian), dan riba (riba), pengambilan risiko adalah diatur oleh prinsip-prinsip syariah.
Transaksi baru merupakan bentuk respon lembaga keuangan terhadap kebutuhan masyarakat akan layanan jasa keuangan. Hal ini dikarenakan model bisnis yang semakin berkembang sehingga masyarakat membutuhkan layanan keuangan yang berkembang pula. Banyak model bisnis yang dulu belum ada sekarang sudah ada, misalkan transaksi mudarabah tidak bisa lagi didasarkan pada kepercayaan saja, tetapi harus pula disertakan jaminan.Â
Hal ini dikarenakan nasabah perbankan bukan hanya berasal dari orang-orang yang dikenal oleh pihak bank, tetapi nasabah berasal dari semua golongan dan lapisan masyarakat yang tidak diketahui latarbelakang kejujurannya. Tulisan ini membahas devinisi instrument derivatif, model-model transaksi derivatif di lembaga keuangan syariah dan pandangan ulama terhadap model-model transaksi tersebut
Instrumen derivatif adalah sebuah kontrak bilateral atau perjanjian penukaran pembayaran yang nilainya diturunkan atau berasal dari produk yang menjadi acuan, seperti saham, komoditas, suku bunga, nilai tukar valuta asing, atau indeks saham. Instrumen derivatif sering digunakan oleh pelaku pasar, termasuk pemodal dan perusahaan efek, untuk melakukan lindung nilai (hedging) atas risiko dari pergerakan harga saham dan komoditas.Â
Adapun contoh instrumen derivatif antara lain kontrak opsi, kontrak serah, swap, dan opsi jual beli. Implementasi pajak terhadap transaksi derivatif diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 17 Tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Transaksi Derivatif Berupa Kontrak Berjangka, yang mengatur bahwa pajak yang dikenakan adalah PPh final dengan tarif 2,5% dari margin awal. Â
Di dalam transaksi konvensional insturmen derivatif dapat dicontohkan berupa kontrak opsi (opsi beli atau opsi jual), kontrak berjangka (futures), kontrak serah (forward), atau kontrak barter (swap)
- Transaksi forward: Transaksi forward adalah sebuah perjanjian atau komitmen dua pihak, untuk mengirimkan atau menerima instrumen finansial atau komoditas pada tanggal tertentu di masa datang, dengan harga yang telah ditentukan pada waktu penanda tanganan kontrak
- Transaksi futures: Transaksi futures adalah sebuah perjanjian atau komitmen dua pihak, untuk mengirimkan atau menerima instrumen finansial atau komoditas pada tanggal tertentu di masa datang, dengan harga yang telah ditentukan pada waktu penanda tanganan kontrak
- Option: Option adalah sebuah kontrak yang mengirimkan hak atau obliasi untuk membeli atau menjual sebuah aset pada suatu masa tertentu, dengan harga yang telah ditentukan pada waktu penanda tanganan kontrak
- Swap: Swap adalah sebuah transaksi jangka panjang yang melibatkan pembiayaan dua pihak yang berbeda, dengan harga yang berbeda-beda
Instrumen derivatif dikembangkan dalam rangka mengelola risiko bisnis yang dapat terjadi akibat dari perubahan harga pasar. Harga sekuritas derivatif yang lebih fleksibel merupakan alasan mengapa produk derivatif menjadi popular dalam manajemen risiko.Â
Dalam berbisnis, perusahaan tidak bisa menghindari risiko tetapi dengan kemampuan manajemen keuangan bisnis, Perusahaan dapat meminimalisir risiko. Salah satu alternatif yang dapat digunakan Perusahaan untuk mengatur risiko adalah penambahan instrumen derivatif sebagai hedging atau lindung nilai
Perlu di ingat transaksi derivatif merupakan satanic trinity yang jelas dilarang dalam syariah islam, yang kemudian menuntut lembaga keuangan syariah melakukan inovasi atas produk keuangan tersebut. Kebutuhan masyarakat atas produk keuangan sebagai pengganti sistem keuangan konvensional, lembaga keuangan syariah harus mampu menyeimbangkan penawaran dengan tetap memperhatikan prinsip syariah.